Seperti diketahui, tempat wisata biasanya ramainya hanya musim liburan saja. Apakah karyawan di tempat wisata berhak atas upah minimum? Padahal karyawan juga tahu kalau keuangan perusahaan sedang tidak bagus. Apakah upah minimum tetap diterapkan walaupun jam efektif bekerja per hari sekitar 60% saja? Soalnya, walaupun tidak ada pengunjung, karyawan tetap masuk bekerja. Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Sepinya pengunjung yang mengakibatkan jam efektif bekerja per hari sekitar 60% dan pendapatan perusahaan berkurang tidak serta-merta dapat dijadikan alasan menyimpangi pemberian upah minimum. Karena pada dasarnya, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi Usaha Mikro dan Kecil.
Apa dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 22 Mei 2015, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada 22 Desember 2020.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Hubungan Kerja
Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa pelaku usaha tempat wisata termasuk pengusaha[1] yang dikenal dalam UU Ketenagakerjaan sebagaimana telah diperbaharui oleh UU Cipta Kerja.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Selanjutnya, apa saja yang dikategorikan sebagai pengusaha, menurut Pasal 1 angka 5 UU Ketenagakerjaan, adalah:
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Lantas, apa itu hubungan kerja? Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[2]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jika hubungan antara pengusaha tempat wisata dan pekerja didasari adanya perjanjian yang memperjanjikan uraian pekerjaan, upah yang akan diterima, dan perintah dari pengusaha, maka terdapat hubungan kerja dan para pihak tunduk pada UU Ketenagakerjaan dan perubahannya.
Hak Pekerja atas Upah
Dengan adanya hubungan kerja, maka pekerja berhak atas upah[3] yang wajib dibayar pengusaha sesuai dengan kesepakatan.[4] Adapun pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan yang dimaksud, tidak boleh lebih rendah daripada ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.[5]
Mengenai upah minimum, dikenal Upah Minimum Provinsi (“UMP”) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (“UMK”)[6] yang besarannya akan dihitung menggunakan formula perhitungan upah minimum dengan memperhatikan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, atau indeks tertentu.[7]
Perlu dicatat, penetapan jumlah UMK dilakukan dalam hal hasil penghitungan UMK lebih tinggi dari UMP.[8] Selain itu, upah minimum berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan.[9]
Selanjutnya, pada dasarnya, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.[10] Artinya, setiap pekerja berhak untuk tidak dibayar dengan upah yang lebih rendah dari upah minimum, termasuk pekerja di tempat wisata sebagaimana Anda maksud.
Lebih lanjut, mengenai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atas pembayaran upah minimum, terdapat 2 aspek hukum yang patut diperhatikan yaitu:
Dari aspek hukum pidana, kesepakatan (antara pekerja dengan pengusaha) untuk membayar upah di bawah upah minimum merupakan tindak pidana kejahatan, dan pengusaha berpotensi dipidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan/atau denda minimal Rp100 juta maksimal Rp400 juta.[11]
Dari aspek hukum perdata, kesepakatan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian kerja, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Maka, kesepakatan (konsensus) para pihak kausanya harus halal, dalam arti suatu kausa terlarang apabila dilarang oleh undang-undang. Jadi, memperjanjikan upah di bawah upah minimum (UMP/UMK) adalah null and void, batal demi hukum.[12]
Menurut hemat kami, sepinya pengunjung yang mengakibatkan jam efektif bekerja per hari sekitar 60% dan pendapatan perusahaan berkurang sebenarnya tidak serta-merta dapat dijadikan alasan menyimpangi pemberian upah minimum.
Namun patut diperhatikan, larangan di atas tidak berlaku bagi Usaha Mikro dan Kecil, melainkan upahnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja di perusahaan.[13] Adapun kesepakatan itu sekurang-kurangnya sebesar persentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat berdasarkan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.[14]
Jadi, dalam hal ini Anda dapat menyesuaikan sendiri ketentuan upah berdasarkan kesepakatan bersama antara pengusaha dan pekerja, jika memang termasuk ke dalam klasifikasi usaha mikro dan kecil.