Apakah debt collector itu legal? Apa sanksi bagi debt collector yang sering menagih lewat telepon maupun secara langsung dengan mengucapkan sumpah serapah dan kata-kata kasar lainnya, padahal yang ditagih telah melakukan kewajibannya dengan tepat waktu? Bagaimana aturan penagihan debt collector yang sesuai dengan hukum?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Debt collector pada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur (lembaga keuangan/pembiayaan) untuk menagih utang kepada debiturnya.
Namun patut diketahui, dalam sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya juga mengatur ketentuan kerja sama dengan pihak debt collector termasuk juga mengenai etika penagihan. Lantas, bagaimana tata cara penagihan debt collector?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran keempat dari artikel dengan judul Dasar Hukum Adanya Debt Collector yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 17 Agustus 2010, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H., pada 6 September 2017, kedua kali pada Selasa, 26 Oktober 2021, dan ketiga kali pada Selasa, 31 Oktober 2023.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Dasar Hukum Debt Collector
Sepanjang penelusuran kami, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai penagih utang atau debt collector ini.
Debt collector pada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur (dalam hal ini adalah lembaga keuangan/pembiayaan) untuk menagih utang kepada debiturnya. Adapun, perjanjian pemberian kuasa diatur dalam KUH Perdata. Mengenai apa itu kuasa Anda dapat membaca lebih lanjut dalam Haruskah Surat Kuasa Ditandatangani Penerima Kuasa?
Selain itu, memang ada peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pihak lembaga keuangan untuk menggunakan jasa pihak lain untuk menagih utang. Hal tersebut diatur dalamPBI 23/2021, POJK 35/2018 sebagaimana telah diubah dengan POJK 7/2022, POJK 10/2022, dan SE OJK 19/2023.
Berdasarkan uraian di atas, maka menjawab pertanyaan Anda apakah debt collector itu legal? Pada prinsipnya debt collector adalah legal apabila penyelenggaraannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Penagihan Debt Collector
Peraturan penagihan debt collector dalam PBI 23/2021 berkaitan dengan kartu kredit. Sementara, dalam POJK 35/2018 diatur mengenai penagihan utang oleh perusahaan pembiayaan kepada debitur, dan POJK 10/2022 dan SE OJK 19/2023 mengatur mengenai ketentuan penagihan utang pada fintech atau layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi, contohnya pinjaman online. Berikut kami akan menguraikan satu per satu.
Peraturan Penagihan Debt Collector Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Dalam melakukan penagihan kartu kredit, penyedia jasa pembayaran yang menyelenggarakan aktivitas penatausahaan sumber dana dengan penerbitan kartu kredit wajib mematuhi pokok etika penagihan utang.[1]
Peraturan Penagihan Debt Collector Berdasarkan Peraturan OJK
Jika debitur wanprestasi, maka perusahaan pembiayaan wajib melakukan penagihan, yaitu segala upaya yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan untuk memperoleh haknya atas kewajiban debitur untuk membayar angsuran, termasuk melakukan eksekusi agunan dalam hal debitur wanprestasi.[2]
Penagihan tersebut dilakukan minimal dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu dalam perjanjian pembiayaan yang berisi jumlah hari keterlambatan pembayaran kewajiban, outstanding pokok terutang, bunga yang terutang dan denda yang terutang.[3]
Perusahaan pembiayaan dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam penagihan kepada debitur.[4] Perihal kerja sama antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain (debt collector) untuk melakukan penagihan kepada debitur, harus juga memenuhi ketentuan di bawah ini:[5]
Perusahaan pembiayaan wajib menuangkan kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk perjanjian tertulis bermeterai.
Kerja sama dengan pihak lain wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
pihak lain tersebut berbentuk badan hukum;
pihak lain tersebut memiliki izin dari instansi berwenang; dan
pihak lain tersebut memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang pembiayaan.
Perusahaan pembiayaan wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain.
Perusahaan pembiayaan wajib melakukan evaluasi secara berkala atas kerja sama dengan pihak lain tersebut.
Lain dengan perusahaan pembiayaan, ketentuan mengenai penagihan debt collector pada layanan fintech seperti pinjol diatur di dalam POJK 10/2022 sebagai berikut:[6]
Dalam hal penerima dana wanprestasi, penyelenggara wajib melakukan penagihan minimal dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu perjanjian pendanaan.
Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan yang wajib memenuhi ketentuan bahwa pihak lain tersebut:
berbadan hukum;
memiliki izin dari instansi berwenang; dan
memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi yang terdaftar di OJK; dan
bukan merupakan afiliasi dari pihak penyelenggara atau pemberi dana.
Penyelenggara wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dan melakukan evaluasi secara berkala dengan pihak lain tersebut.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka syarat penagihan debt collector adalah pihak ketiga yang diberikan kuasa oleh lembaga keuangan ketika debitur wanprestasi. Selain itu, debt collector harus berbadan hukum, memiliki izin, dan sumber daya manusianya telah mendapatkan sertifikasi dari instansi berwenang.
Etika Penagihan Debt Collector
Dalam melakukan penagihan, debt collector wajib berdasarkan etika penagihan. Pokok etika penagihan utang penyedia jasa pembayaran yang menerbitkan kartu kredit yaitu termasuk namun tidak terbatas pada:[7]
menjamin bahwa penagihan utang, baik yang dilakukan oleh penyedia jasa pembayaran sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
dalam hal penagihan utang menggunakan penyedia jasa penagihan, penyedia jasa pembayaran wajib menjamin bahwa:
pelaksanaan penagihan utang kartu kredit hanya untuk utang dengan kualitas kredit diragukan atau macet; dan
kualitas pelaksanaan penagihannya sama dengan jika dilakukan sendiri oleh penyedia jasa pembayaran.
Ketentuan teknis dan mikro terkait dengan pokok etika penagihan utang dapat diatur oleh self regulatory organization (SRO) dengan persetujuan Bank Indonesia.[8]
Adapun, etika penagihan debt collector pada penyelenggara fintech adalah bahwa penagihan dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.[9]
Selain itu, dalam melakukan penagihan, baik yang dilakukan oleh penyelenggara fintech secara langsung maupun melalui pihak ketiga (debt collector) wajib dilakukan dengan iktikad baik.[10]
Setiap penyelenggara fintech selaku kuasa pemberi pinjaman dilarang melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik dan mental, ataupun cara-cara lain yang menyinggung SARA atau merendahkan harkat, martabat, serta harga diri penerima pinjaman, di dunia fisik maupun di dunia maya (cyber bullying) baik terhadap penerima pinjaman, harta bendanya, ataupun kerabat, rekan, dan keluarganya.[11]
Lebih lanjut, dalam SE OJK 19/2023 (hal. 15) diatur bahwa penyelenggara pinjol tidak diperkenankan untuk menyebarkan seluruh data dan informasi pribadi pengguna kepada pihak lainnya kecuali ada persetujuan tertulis dari pengguna dan/atau terdapat pengecualian oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, debt collector dalam melakukan penagihan harus mematuhi pokok etika penagihan sebagai berikut (hal. 18 – 19):
menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan pihak lain yang bekerja sama dengan penyelenggara, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan;
penagihan tidak diperkenankan dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan, dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan penerima dana (debitur);
penagihan tidak diperkenankan dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
dilakukan dengan menghindari penggunaan kata dan/atau tindakan yang mengintimidasi dan merendahkan SARA, harkat, martabat, dan harga diri, di dunia fisik maupun di dunia maya (cyber bullying) kepada penerima dana, kontak daruratnya, kerabat, rekan, keluarga, dan harta bendanya;
penagihan tidak diperkenankan dilakukan kepada pihak selain penerima dana;
penagihan menggunakan sarana komunikasi tidak diperkenankan dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
penagihan hanya dapat dilakukan melalui jalur pribadi, di tempat alamat penagihan, atau domisili penerima dana;
penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 – 20.00 wilayah waktu alamat penerima dana; dan
penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana diatur pada angka 7 dan 8 hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan penerima dana terlebih dahulu.
Ketentuan Pidana
Kalau merujuk pada ketentuan-ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[12] yaitu tahun 2026, maka tindakan debt collector yang menggunakan kata-kata kasar dan dilakukan di depan umum, maka ia bisa dipidana dengan pasal penghinaan ringan yaitu:
Pasal 315 KUHP
Pasal 436 UU 1/2023
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.[13]
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.[14]
Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal sebagaimana dikutip dalam artikel Penghinaan Ringan untuk dapat dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu dilakukan tidak dengan jalan menuduh suatu perbuatan. Penghinaan yang dilakukan dengan menuduh suatu perbuatan termasuk pada delik penghinaan (Pasal 310 KUHP) atau penghinaan dengan tulisan (Pasal 311 KUHP). Penghinaan yang dilakukan dengan jalan selain menuduh suatu perbuatan, misalnya dengan mengatakan anjing, bajingan, dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.
Lebih lanjut, diterangkan dalam artikel Jerat Pidana Residivis yang Menguntit dan Menghina Korbanbahwa penghinaan ringan dapat diartikan sebagai setiap upaya untuk menjelekkan orang lain yang tidak bersifat pencemaran. Untuk dapat dikategorikan sebagai penghinaan ringan, syaratnya adalah dilakukan di muka umum baik lisan ataupun tulisan, dapat juga dilakukan di muka atau di hadapan orangnya sendiri baik berupa ucapan atau perbuatan. Contohnya adalah memaki seseorang dengan kata-kata anjing, asu, sundel, bajingan, atau dengan perbuatan seperti meludahi muka orang.
Adapun, dalam Penjelasan Pasal 436 UU 1/2023 diterangkan bahwa ketentuan mengenai penghinaan ringan mengatur mengenai penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh terhadap orang lain.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.