Wewenang Bidan dan Perawat Dalam Memberikan Suntikan kepada Pasien
Bacaan 10 Menit
PERTANYAAN
Pengasuh Yth, apakah pemberian obat dan suntikan yang diberikan oleh seorang bidan dan perawat dapat diancam pidana? Terima kasih.
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 10 Menit
Pengasuh Yth, apakah pemberian obat dan suntikan yang diberikan oleh seorang bidan dan perawat dapat diancam pidana? Terima kasih.
Pertama, kami akan jelaskan soal bidan terlebih dahulu. Dalam Undang-Undang Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) terbaru, tenaga kebidanan adalah salah satu jenis tenaga kesehatan. Jenis tenaga kesehatan di kelompok tenaga kebidanan ini adalah bidan. (Pasal 11 ayat (1) dan (5) UU Tenaga Kesehatan).
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya (lihat Pasal 62 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan). Menurut penjelasan Pasal 62 ayat (1) huruf c UU Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan "kewenangan berdasarkan kompetensi" adalah kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya, antara lain untuk bidan adalah ia memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Jika bidan tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan, ia dikenai sanksi administratif. Ketentuan sanksi ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan.
Menjawab pertanyaan Anda, dari sini kita bisa ketahui bahwa sanksi yang dikenal dalam UU Tenaga Kesehatan adalah sanksi administratif, yakni sanksi ini dijatuhkan jika bidan yang bersangkutan dalam menjalankan praktiknya tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Dengan kata lain, jika memang memberikan obat atau suntikan bukanlah kompetensi yang dimilikinya, maka sanksi yang berlaku padanya adalah sanksi administratif bukan sanksi pidana.
Akan tetapi, apabila ternyata pemberian obat atau suntikan itu merupakan suatu kelalaian berat yang menyebabkan penerima pelayanan kesehatan menderita luka berat, maka bidan yang bersangkutan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. Sedangkan jika kelalaian berat itu mengakibatkan kematian, bidan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun (lihat Pasal 84 UU Tenaga Kesehatan).
Dalam peraturan yang lebih khusus lagi dikatakan bahwa bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (“Permenkes 1464/2010”).
Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan (Pasal 2 ayat (1) Permenkes 1464/2010). Dalam menjalankan praktik-praktik bidan, tentunya bidan yang bersangkutan harus memiliki izin, yaitu Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) untuk bidan yang menjalankan praktiknya secara mandiri (bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan) atau Surat Izin Kerja Bidan (SIKB) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan (bukti tertulis yang diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan). Pengertian keduanya terdapat dalam Pasal 3 jo. Pasal 1 angka 4 dan 5 Permenkes 1464/2010.
Adapun wewenang bidan dalam menjalankan praktik adalah memberikan pelayanan yang meliputi (Pasal 9 Permenkes 1464/2010):
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu berwenang untuk: (Pasal 10 ayat 3 Permenkes 1464/2010):
f. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
Sedangkan bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk (Pasal 11 ayat (2) Permenkes 1464/2010):
a. melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat;
Selain itu, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit (Pasal 13 ayat (1) huruf a Permenkes 1464/2010).
Melihat pada kewenangan bidan di atas, ada kewenangan yang memungkinkan bidan untuk melakukan suntikan kepada pasien.
Melihat pada ketentuan di atas, sehubungan dengan pemberian suntikan oleh bidan, dapat dilihat bahwa sanksi pidana akan diberikan kepada bidan jika tindakan yang dilakukannya kepada pasien merupakan suatu kelalaian berat yang mengakibatkan luka berat atau kematian kepada pasien.
Pidana lain yang dapat dikenakan oleh bidan adalah jika bidan tersebut melakukan praktik padahal ia tidak memiliki izin untuk itu (lihat Pasal 85 dan Pasal 86 UU Tenaga Kesehatan).
Selanjutnya yang kedua, kami akan jelaskan soal perawat. Serupa dengan bidan, perawat merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan, yakni dikenal sebagai tenaga keperawatan (Pasal 11 ayat (1) huruf c UU Tenaga Kesehatan). Jenis tenaga kesehatan yang termasuk ke dalam kelompok tenaga keperawatan terdiri atas berbagai jenis perawat (Pasal 11 ayat (4) UU Tenaga Kesehatan). Menurut penjelasan pasal ini, jenis perawat antara lain: perawat kesehatan masyarakat, perawat kesehatan anak, perawat maternitas, perawat medikal bedah, perawat geriatri, dan perawat kesehatan jiwa.
Sama dengan bidan, sebagai salah satu tenaga kesehatan, perawat dalam menjalankan praktiknya harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya. Adapun wewenang perawat dapat kita lihat penjelasan Pasal 62 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan, yakni melakukan asuhan keperawatan secara mandiri dan komprehensif serta tindakan kolaborasi keperawatan dengan Tenaga Kesehatan lain sesuai dengan kualifikasinya.
Dalam peraturan yang lebih khusus lagi disebutkan bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
Perlu Anda ketahui bahwa dimungkinkan pula pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh bidan atau perawat dilakukan di luar kewenangannya karena mendapat pelimpahan wewenang. Hal ini disebut dalam Pasal 65 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan yang berbunyi:
“Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis.”
Adapun yang dimaksud dengan tenaga medis dalam Pasal 11 ayat (2) UU Tenaga Kesehatan adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis. Kemudian yang dimaksud tenaga kesehatan yang disebut dalam penjelasan pasal di atas antara lain adalah bidan dan perawat.
Ini artinya, jika memang tindakan medis berupa pemberian obat atau suntikan itu di luar wewenang bidan atau perawat namun mereka diberikan pelimpahan itu, maka hal tersebut tidaklah dilarang. Namun dengan ketentuan (lihat Pasal 65 ayat (3) UU Tenaga Kesehatan):
a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan;
b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; dan
d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan.
Mengenai tenaga kesehatan (bidan dan perawat) dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya juga diatur dalam Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan:
“Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.”
Dalam penjelasan Pasal 63 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan dikatakan bahwa yang dimaksud "keadaan tertentu" yakni suatu kondisi tidak adanya tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk dirujuk.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
1. Undang-Undang Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
KLINIK TERBARU