Baru-baru ini ada terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua yang hanya dihukum 1,5 tahun penjara jauh dari tuntutan jaksa 12 tahun penjara. Oleh karena itu, menyikapi vonis hakim, wajibkah jaksa mengajukan banding karena vonis kurang dari tuntutan hakim? Jika jaksa tidak banding, adakah sanksi hukumnya? Mohon penjelasannya.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Perlu digarisbawahi bahwa pengajuan banding bukanlah suatu keharusan atau kewajiban melainkan suatu hak. Di lain sisi, jika terdakwa merupakan justice collaborator, ia dapat diberikan pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya. Apa dasarnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Berkaitan dengan kasus yang Anda tanyakan, patut Anda ketahui posisi terdakwa merupakan justice collaborator.Sepanjang penelusuran,baik dalam putusan hakim maupun tuntutan jaksa menyatakan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) yakni saksi yang juga sebagai pelaku (bukan pelaku utama) suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.[1]
Saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator)dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan yakni salah satunya berupa keringanan penjatuhan pidana.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Oleh karena kedudukan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator)yang telah memberikanmemberikan keterangan yang signifikan dan relevan dalam proses peradilanguna mengungkap kasus, ia dapat diberikan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya dan/atau bentuk perlindungan lainnya.[3]
Wajibkah Penuntut Umum Banding atas Vonis yang Kurang dari Tuntutan?
Sebelumnya patut dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan banding. Menurut M.Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 450) menjelaskan bahwa banding merupakan upaya yang dapat diminta oleh pihak yang berkepentingan, supaya putusan peradilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Jadi secara yuridis formal, undang-undang memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permintaan pemeriksaan putusan peradilan tingkat pertama di tingkat banding.
Merujuk Pasal 67 KUHAP mengatur hak jaksa dalam mengajukan banding, yang berbunyi sebagai berikut:
Terdakwa atau penuntut umumberhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Aturan tersebut menunjukkan bahwa upaya hukum banding bagi penuntut umum merupakan suatu ‘hak’, sehingga tidak bersifat ‘wajib’ oleh karenanya ketika penuntut umum telah menerima suatu putusan hakim, ia tidak wajib untuk tetap mengajukan upaya hukum banding.
Jika Penuntut Umum Tidak Banding, Adakah Sanksinya?
Sepanjang penelusuran kami, tidak ada satupun sanksi bagi penuntut umum yang tidak mengajukan banding. Merujuk KUHAP, apabila penuntut umum tidak mengajukan banding dalam waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan, penuntut umum dianggap menerima putusan hingga inkracht. Kemudian panitera mencatat dan membuat akta dan melekatkannya pada berkas perkara.[4]
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan pengadilan, dengan tujuan untuk meminta pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi serta untuk menguji ketepatan penerapan hukum dan putusan pengadilan tingkat pertama,[5] sehingga bukan suatu kewajiban bagi penuntut umum.