Intisari:
Bukti cetak berupa kertas atau struk bukti transaksi yang dicetak oleh mesin ATM pada prinsipnya merupakan alat bukti hukum yang sah berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE. Penjelasan lebih lengkap silakan baca ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaannya.
Saya asumsikan pertanyaan saudara adalah apakah bank bertanggung jawab atas transfer yang tidak terkirim, meskipun bukti struk transfernya ada dan berhasil?
Sebelum saya menjawab, saya akan jelaskan dulu tentang struk bukti transfer. Struk bukti transaksi yang dicetak mesin ATM pada umumnya memuat informasi elektronik yang tercetak tentang jumlah uang, rekening tujuan transaksi, lokasi transaksi, serta waktu transaksi.
Dalam banyak kasus, dengan teknologi yang ada saat ini, bukti struk transfer ATM bisa saja dibuat oleh orang yang berniat melakukan penipuan. Untuk membuktikan keaslian struk bukti transaksi yang dicetak akan lebih baik jika dilakukan pengujian fisik secara langsung oleh pihak bank atau penyelenggara ATM. Karena tidak menutup kemungkinan bukti struk transaksi yang bapak/ibu dapatkan dari pihak pengirim adalah bukti yang tidak asli atau hasil rekayasa.
Jika dipastikan bahwa transaksi yang bapak/ibu lakukan di Bank tidak terkirim ke rekening penerima, bapak/Ibu bisa melakukan komplain dengan bukti transfer atau struk dengan alasan terjadinya kegagalan kliring atau kekeliruan dari pihak Bank pengirim atau penerima.
Bukti cetak berupa kertas atau struk bukti transaksi yang dicetak oleh mesin ATMpada prinsipnya merupakan alat bukti hukum yang sah berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Pasal 5 ayat (1) UU ITE selengkapnya berbunyi “informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”.
Sedangkan dasar hukum bank bertanggung jawab atas kekeliruan dalam pengaksepan sehingga dana tidak terkirim diatur dalamPasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 23 /PBI/2012.Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa Penyelenggara wajib melakukan perbaikan paling lambat 1 (satu)hari kerja setelah diketahui terjadinya kekeliruan tersebut. Perbaikan atas kekeliruan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan melaksanakan Transfer Dana sesuai dengan isi Perintah Transfer Dana, antara lain dengan cara :
- melakukan pembatalan atau perubahan Perintah Transfer Dana; dan/atau
- menerbitkan Perintah Transfer Dana baru kepada Penerima yang berhak, tanpa menunggu pengembalian Dana dariPenerima yang tidak berhak.
Bank pengirim maupun penerima wajib menerima dan menyelesaikan pengaduan nasabah terkait dengan transaksi keuangan yang dilakukan oleh nasabah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 jo. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
Dalam hal bank tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka masyarakat dapat melaporkan permasalahan tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku otoritas yang mengawasi perbankan.
Demikian jawaban kami, terima kasih.
Dasar Hukum
- Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 23 /PBI/2012 Tentang Transfer Dana
- Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.