Seorang karyawan kehilangan HP di tempat kerja. Pada saat dicari di sekitar ruangan, tidak ditemukan, pada saat ditanya ke beberapa temannya juga tidak ada. Saat dihubungi, tidak aktif. Pada saat beberapa teman kerjanya ikut membantu mencari di sekitar ruangan, juga tidak ditemukan. Hingga jam pulang kerja, pada malam harinya kira-kira pukul 22.00 WIB malam seorang karyawan datang untuk mengembalikan HP tersebut, padahal saat HP dicari, si karyawan ini ada di dalam ruangan kerja dan lagi kerja di komputernya. Apakah si karyawan tersebut dapat dilaporkan sebagai pencuri dan di-PHK dari tempat kerjanya? Mohon penjelasannya. Salam, Nelman Nainggolan.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Pada dasarnya, semua orang dianggap tidak bersalah hingga dibuktikan sebaliknya. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam Penjelasan Umum butir ke 3 huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidanayang menjelaskan mengenai asas praduga tak bersalah, yaitu:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Lebih lanjut mengenai asas praduga tak bersalah, Anda dapat membaca artikel-artikel berikut ini:
Karyawan tersebut dapat saja dilaporkan sebagai pencuri, akan tetapi untuk dapat dipidana sebagai pencuri, tindakan karyawan tersebut harus memenuhi unsur-unsur Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang mengatur mengenai pencurian:
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Mengenai pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa unsur-unsur dari asal ini adalah:
1.Perbuatan “mengambil”;
2.Yang diambil harus “sesuatu barang”;
3.Barang itu harus “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”;
4.Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk “memiliki” barang itu dengan “melawan hukum” (melawan hak).
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 36-37), sebagaimana kami sarikan, menjelaskan bahwa tindak pidana pencurian adalah tindak pidana formal. Tindak pidana formal adalah tindak pidana yang dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu. Pencurian dalam Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai perbuatan yang berwujud “mengambil barang” tanpa disebutkan akibat tertentu dari pengambilan barang itu.
Jadi, jika perbuatan “mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain untuk dimiliki secara melawan hukum” tersebut telah dilakukan karyawan tersebut, ia dapat dipidana atas tindak pidana pencurian. Akan tetapi, jika ia tidak melakukan perbuatan tersebut, misalnya ternyata ia menemukan HP tersebut di suatu tempat dan mengembalikannya kepada si pemilik HP, maka ia tidak dapat dipidana atas tindak pidana pencurian.
Untuk dapat dipidana tentu saja si pelapor membutuhkan bukti-bukti yang membuktikan bahwa memang karyawan tersebut telah memenuhi unsur-unsur Pasal 362 KUHP. Mengenai alat bukti, Anda dapat membaca artikel yang berjudul Alat Bukti di Pengadilan.
Mengenai apakah dapat dilakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) terhadap karyawan tersebut, berdasarkan Pasal 160 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana. Ini berarti kasus ini harus masuk ke dalam proses pidana terlebih dahulu, baru pasal ini dapat diaplikasikan.
Jika pengadilan memutuskan perkara pidana tersebut sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali (Pasal 160 ayat [4] UU Ketenagakerjaan).
Akan tetapi, jika pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan PHK kepada pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 160 ayat [5] UU Ketenagakerjaan). PHK ini dapat dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal 160 ayat [6] UU Ketenagakerjaan).
Atas PHK tersebut, berdasarkan Pasal 160 ayat (7) UU Ketenagakerjaan, pengusaha wajib membayar kepada pekerja tersebut uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan.