Saya membeli sebuah rumah dengan cara mencicil. Pada saat akan pelunasan, ternyata sertifikat tersebut telah diagunkan penjual ke bank tanpa sepengetahuan saya. Hal tersebut baru saya ketahui setelah pihak bank menyegel rumah saya karena penjual tidak sanggup membayar angsurannya. Ternyata penjual juga telah dilaporkan ke polisi oleh orang lain karena kasus penipuan. Apakah yang harus saya lakukan agar rumah saya tidak disita oleh bank, jika ternyata si penjual dihukum pidana/dipenjara karena kasus penggelapan tersebut?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Kami berasumsi bahwa sertifikat yang Anda maksud adalah sertifikat tanah. Kami kurang mendapat keterangan apakah sertifikat tanah ini dijaminkan ke bank sebelum Anda membeli tanah tersebut atau setelah Anda membeli tanah tersebut.
Dalam hal ini, kami akan membahas dalam asumsi bahwa sertifikat tanah tersebut dijaminkan oleh penjual ke bank setelah penjual melakukan jual beli tanah dengan Anda. Kami berasumsi bahwa setelah Anda membeli tanah tersebut dari penjual (yang mana jual beli tanah tersebut telah selesai mengingat sifat jual beli tanah adalah “terang” dan “tunai”), atas sisa harga yang belum Anda bayar yang menjadi utang piutang antara Anda dengan penjual, Anda menjaminkan sertifikat tanah tersebut kepada penjual. Dalam akta hak tanggungan tersebut diperjanjikan bahwa sertifikat tanah tersebut dipegang oleh si penjual sebagai penerima hak tanggungan (sehingga dalam hal ini si penjual dapat menjaminkan sertifikat tanah tersebut karena sertifikat tersebut berada di dalam kekuasaannya). Sertifikat tanah tersebut kami anggap masih atas nama penjual sehingga bank mau menerimanya sebagai jaminan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pada dasarnya, dalam menjaminkan tanah dengan hak tanggungan, pemberi jaminan haruslah perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan (Pasal 8 ayat [1] UU Hak Tanggungan).
J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 1 (hal. 249) mengatakan bahwa Pasal 8 UU Hak Tanggungan mensyaratkan adanya “kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan”. Melakukan “perbuatan hukum” atau “tindakan hukum” merupakan “tindakan” yang bisa meliputi bidang yang sangat luas, bisa meliputi baik tindakan-tindakan pengurusan (beheer) maupun tindakan-tindakan pemilikan (beschikking).
Selanjutnya, J. Satrio menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tindakan pengurusan (beheer) adalah tindakan mempertahankan suatu kekayaan atau membuat suatu kekayaan memberikan suatu hasil, termasuk menguangkan kekayaan itu sesuai dengan tujuannya. Pada umumnya, tindakan menyimpan uang dalam Bank dan membungakan uang dianggap sebagai tindakan pengurusan. Sedangkan, tindakan pemilikan merupakan tindakan yang membawa (atau bisa membawa) akibat perubahan, tanpa ada keharusan untuk melakukan tindakan tersebut, perubahan itu bisa berupa tambah atau bahkan berkurangnya suatu kekayaan atau bagian kekayaan tertentu, seperti tindakan menjual, menghibahkan, menukarkan, atau membebani. Tindakan membebani termasuk dalam tindakan pemilikan karena tindakan tersebut bisa merupakan suatu tindakan permulaan, yang berakhir dengan hilang/hapusnya hak atas benda jaminan yang bersangkutan sebagai bagian dari kekayaan seseorang.
Yang dimaksud dengan kewenangan mengambil tindakan hukum dalam Pasal 8 UU Hak Tanggungan menurut J. Satrio adalah kewenangan untuk mengambil tindakan pemilikan (beschikking), dalam kewenangan mana termasuk kewenangan untuk menjaminkan.
Dalam hal ini si penjual tidak mempunyai kewenangan untuk menjaminkan tanah dan rumah Anda karena penjual bukanlah pemilik dari tanah dan rumah tersebut. Ini berarti penjual yang menjaminkan rumah Anda kepada Bank tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 8 UU Hak Tanggungan.
Hak tanggungan adalah perjanjian jaminan kebendaan. Dalam hukum perjanjian, sebuah perjanjian yang dibuat oleh orang yang tidak berwenang mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Elly Erawati dan Herlien Budiono dalam buku berjudul Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian (hal. 13) mengatakan bahwa perjanjian yang dilakukan oleh orang atau pihak yang menurut undang-undang dinyatakan tidak berwenang, berakibat batal demi hukum. Artinya, ketentuan dalam undang-undang tertentu yang menyatakan bahwa orang atau pihak tertentu tidak berwenang, merupakan aturan hukum yang bersifat memaksa sehingga tidak dapat disimpangi. Dapat pula terjadi seseorang dinyatakan tidak wenang melakukan perbuatan hukum tertentu karena menurut undang-undang, orang tersebut tidak memenuhi kualifikasi atau persyaratan tertentu.
Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 8 UU Hak Tanggungan, yang memenuhi kualifikasi untuk dapat membebankan hak tanggungan pada tanah adalah pemiliknya, sehingga jika seseorang bukan pemilik dari tanah tersebut, maka ia tidak memenuhi kualifikasi yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan kata lain orang tersebut tidak berwenang melakukan pembebanan dengan hak tanggungan atas tanah tersebut.
Oleh karena itu, perjanjian jaminan hak tanggungan tersebut dapat dikatakan batal demi hukum. Menurut Elly Erawati dan Herlien Budiono (Ibid, hal. 6), apabila perjanjian batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian, dan dengan demikian tidak pernah ada suatu perikatan.
Dengan begitu berarti Bank tidak mempunyai hak untuk menyegel rumah Anda, karena perjanjian jaminan antara si penjual dengan Bank dianggap tidak pernah ada.
Selain itu, perlu Anda ketahui bahwa penyitaan yang dilakukan oleh Bank bukan karena si penjual dihukum pidana/dipenjara karena kasus penggelapan, akan tetapi karena adanya hak tanggungan sebagai jaminan jika penjual wanprestasi terhadap bank (dalam hal ini hak tanggungannya tidak pernah ada).