Secara hukum, apakah warga negara asing diperbolehkan untuk mengikuti training dan mendapatkan sertifikat ahli K3?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup, salah satunya, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Perusahaan juga wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (“K3”). Dalam melaksanakan sistem manajemen K3, dibentuk perencanaan K3 yang melibatkan ahli K3.
Lalu, apakah seorang warga negara asing juga dapat menjabat sebagai ahli K3? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak pada ulasan di bawah ini.
Dalam Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) dinyatakan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (“K3”) yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Yang dimaksud dengan sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.[1]
Perencanaan dilakukan untuk menghasilkan rencana K3. Rencana K3 disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan K3 yang telah ditetapkan. Pengusaha dalam menyusun rencana K3 harus melibatkan ahli K3, panitia pembina K3, wakil pekerja/buruh, dan pihak lain yang terkait di perusahaan.[3]
Ahli keselamatan kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya UU 1/1970.[4]
Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk berwenang menunjuk ahli K3 pada tempat kerja dengan kriteria tertentu dan pada perusahaan yang memberikan jasa di bidang K3.[5] Selanjutnya, Pasal 3 Permenaker 2/1992 berbunyi:
Untuk dapat ditunjuk sebagai ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Berpendidikan Sarjana, Sarjana muda atau sederajat dengan ketentuan sebagai berikut:
Sarjana dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang keahliannya sekurang-kurangnya 2 tahun;
Sarjana Muda atau sederajat dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang keahliannya sekurang-kurangnya 4 tahun:
Berbadan sehat;
Berkelakuan baik;
Bekerja penuh di instansi yang bersangkutan;
Lulus seleksi dari Tim Penilai
Penunjukan ahli K3 ditetapkan berdasarkan permohonan tertulis dari pengurus atau pimpinan instansi kepada Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk. Permohonan sebagaimana dimaksud harus melampirkan:[6]
Daftar riwayat hidup;
Surat keterangan pengalaman kerja di bidang K3;
Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
Surat keterangan pemeriksaan psikologi yang menyatakan sesuai untuk melaksanakan tugas sebagai ahli K3;
Surat berkelakuan baik dari polisi;
Surat keterangan penyataan bekerja penuh dari perusahaan/instansi yang bersangkutan;
Foto copy ijasah atau Surat Tanda Tamat Belajar terakhir;
Sertifikat pendidikan khusus K3, apabila yang bersangkutan memilikinya.
Berdasarkan uraian tersebut, pada dasarnya tidak ada larangan bagi warga negara asing (“WNA”) menjadi ahli K3, sepanjang dapat memenuhi keseluruhan syarat dimaksud.
Surat Keterangan Catatan Kepolisian yang selanjutnya disingkat SKCK adalah surat keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Polri kepada seorang/pemohon warga masyarakat untuk memenuhi permohonan dari yang bersangkutan atau suatu keperluan karena adanya ketentuan yang mempersyaratkan, berdasarkan hasil penelitian biodata dan catatan kepolisian yang ada tentang orang tersebut.
Secara khusus bagi warga negara asing, persyaratan untuk memperoleh SKCK, meliputi:[7]
surat permohonan dari sponsor, perusahaan, atau lembaga yang mempekerjakan, menggunakan, atau yang bertanggung jawab kepada WNA;
fotokopi paspor;
fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP); dan
pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak enam lembar, yang digunakan untuk:
SKCK 1 (satu) lembar;
arsip 1 (satu) lembar;
buku agenda 1 (satu) lembar;
Kartu Tik 1 (satu) lembar; dan
formulir sidik jari 2 (dua) lembar.
Berdasarkan uraian tersebut, WNA dapat mendapatkan SKCK sepanjang memenuhi syarat tertentu. Menurut hemat kami, jika menjadi ahli K3, maka WNA harus memiliki KITAP, bukan hanya KITAS. Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (“UU Keimigrasian”) berbunyi:
Izin Tinggal Tetap dapat diberikan kepada:
Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas sebagai rohaniwan, pekerja, investor, dan lanjut usia;
keluarga karena perkawinan campuran;
suami, istri, dan/atau anak dari Orang Asing pemegang Izin Tinggal Tetap; dan
Orang Asing eks warga negara Indonesia dan eks subjek anak berkewarganegaraan ganda Republik Indonesia.
Izin tinggal tetap adalah izin yang diberikan kepada orang asing tertentu untuk bertempat tinggal dan menetap di wilayah Indonesia sebagai penduduk Indonesia.[8] Seorang WNA kandidat ahli K3 dapat digolongkan sebagai pekerja, karena tentunya terafiliasi dan bekerja penuh pada perusahaan/instansi yang bersangkutan.
Ketentuan ini berpotensi menimbulkan kebingungan dan masalah di masa depan. Dalam hal ini, tidak diuraikan apakah penyelenggara keselamatan kerja memiliki tugas dan fungsi yang sama dengan ahli K3. Untuk itu, kami sarankan Anda berkonsultasi dengan pihak Kementerian Ketenagakerjaan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai masalah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.