Suami saya sedang dilaporkan oleh seseorang atas Pasal 368 dan 365 KUHP, namun anehnya pelapor tersebut meminta nominal uang sebesar Rp 100 juta untuk biaya pencabutan berkas atau damai. Bagaimana hukum melihatnya? Apa bisa dikatakan sebagai tindak pemerasan atau apa?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Dalam hukum pidana ada 2 (dua) jenis delik, yaitu Delik Biasa dan Delik Aduan. Delik Aduan, yaitu delik yang hanya dapat dituntut karena adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan. Misalnya delik yang diatur dalam Pasal 310 KUHP dan seterusnya tentang Penghinaan, Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan, dan sebagainya. Delik Biasa, pelakunya dapat dituntut menurut hukum pidana tanpa perlu adanya pengaduan.
Jadi, sangat tidak benar secara hukum apabila pelapor meminta uang kepada Anda dengan iming-iming akan mencabut laporan polisi, sebab perkara yang dituduhkan kepada suami Anda adalah delik biasa, sehingga laporan pada Kepolisian tidak dapat dicabut. Dengan kata lain, proses hukum terhadap suami Anda akan tetap berjalan.
Kemudian mengenai pertanyaan Anda apakah tindakan pelapor suami Anda dapat dikatakan sebagai pemerasan, unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dikatakan Pemerasan dan Pengancaman adalah:
Memaksa orang lain;
Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang;
Dengan hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.
Oleh karena itu, apabila perbuatan pelapor yang meminta uang sejumlah Rp 100 juta tersebut memenuhi keempat unsur di atas, maka perbuatannya dapat dikategorikan sebagai Pemerasan dan Pengancaman.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Intisari:
Dalam hukum pidana ada 2 (dua) jenis delik, yaitu Delik Biasa dan Delik Aduan. Delik Aduan, yaitu delik yang hanya dapat dituntut karena adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan. Misalnya delik yang diatur dalam Pasal 310 KUHP dan seterusnya tentang Penghinaan, Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan, dan sebagainya. Delik Biasa, pelakunya dapat dituntut menurut hukum pidana tanpa perlu adanya pengaduan.
Jadi, sangat tidak benar secara hukum apabila pelapor meminta uang kepada Anda dengan iming-iming akan mencabut laporan polisi, sebab perkara yang dituduhkan kepada suami Anda adalah delik biasa, sehingga laporan pada Kepolisian tidak dapat dicabut. Dengan kata lain, proses hukum terhadap suami Anda akan tetap berjalan.
Kemudian mengenai pertanyaan Anda apakah tindakan pelapor suami Anda dapat dikatakan sebagai pemerasan, unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dikatakan Pemerasan dan Pengancaman adalah:
Memaksa orang lain;
Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang;
Dengan hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.
Oleh karena itu, apabila perbuatan pelapor yang meminta uang sejumlah Rp 100 juta tersebut memenuhi keempat unsur di atas, maka perbuatannya dapat dikategorikan sebagai Pemerasan dan Pengancaman.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Dalam pertanyaan Anda disebutkan bahwa suami Anda telah dilaporkan dengan dugaan Pasal 368 dan Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tanpa sebelumnya Anda menjelaskan terlebih dahulu mengenai duduk perkaranya. Oleh karena itu, kami asumsikan bahwa suami Anda telah diduga melakukan tindak pidana Pemerasan dan Ancaman sesuai dengan Pasal 368 KUHP serta tindak pidana Pencurian dengan didahului oleh kekerasan atau ancaman kekerasan sesuai Pasal 365 KUHP.
Pencabutan Aduan
Terkait dengan adanya permintaan sejumlah uang dari pelapor agar laporan polisi dicabut, Anda perlu sedikit berhati-hati. Sebab dalam hukum pidana ada 2 (dua) jenis delik, yaitu Delik Biasa dan Delik Aduan.
Delik Aduan, yaitu delik yang hanya dapat dituntut karena adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan. Misalnya delik yang diatur dalam Pasal 310 KUHP dan seterusnya tentang Penghinaan, Pasal 284 KUHP tentang Perzinahan, dan sebagainya. Delik Biasa, pelakunya dapat dituntut menurut hukum pidana tanpa perlu adanya pengaduan.[1]
Dalam hal Delik Aduan, maka mengacu pada Pasal 75 KUHP:
Orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduannya itu dalam waktu tiga bulan setelah diajukan.
Bunyi pasal di atas berarti bahwa setiap pengaduan, dalam hal ini disamakan dengan laporan pada pihak Kepolisian dapat dicabut kembali atas kemauan dari pihak Pelapor atau yang melaporkan tindak pidana tersebut. Berdasarkan ketentuan di atas, pencabutan tersebut mempunyai tenggang waktu selama 3 bulan semenjak laporan tersebut diajukan.
Di sisi lain, kebalikan dari Delik Aduan, maka ketentuan pada Pasal 75 KUHP ini tidak dapat digunakan atau tidak dapat berfungsi pada jenis kejahatan-kejahatan/tindak pidana biasa (Delik Biasa) seperti halnya Penggelapan, Pembunuhan, termasuk juga Pemerasan dan Ancaman serta Pencurian dengan Kekerasan.
Artinya, sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Adakah Biaya untuk Pencabutan Pengaduan di Kepolisian?, Pasal 75 KUHP ini hanya bisa berlaku untuk kejahatan–kejahatan yang sifat deliknya adalah delik aduan, sehingga bila pengaduan dicabut maka akan menghentikan proses hukum yang berjalan. Jadi, sangat tidak benar secara hukum apabila pelapor meminta uang kepada Anda dengan iming-iming akan mencabut laporan polisi, sebab perkara yang dituduhkan kepada suami Anda adalah delik biasa, sehingga laporan pada Kepolisian tidak dapat dicabut. Dengan kata lain, proses hukum terhadap suami Anda akan tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terkecuali dalam proses tersebut tidak cukup alat bukti.
Pemerasan oleh Pelapor
Kemudian mengenai pertanyaan Anda apakah tindakan pelapor suami Anda dapat dikatakan sebagai pemerasan, kita harus melihat terlebih dahulu mengenai tindak pidana pemerasan. Tindak pidana pemerasan telah diatur dalam Bab XXIII KUHP tentang Pemerasan dan Pengancaman, yaitu Pasal 368 sampai Pasal 371 KUHP. Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai pasal pokok dari tindak pidana tersebut berbunyi:
Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang laindengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena memeras dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Berdasarkan bunyi pasal di atas, maka dapat dipahami unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dikatakan Pemerasan dan Pengancaman adalah:
Memaksa orang lain;
Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang;
Dengan hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.
Oleh karena itu, apabila perbuatan pelapor yang meminta uang sejumlah Rp 100 juta tersebut memenuhi keempat unsur di atas, maka perbuatannya dapat dikategorikan sebagai Pemerasan dan Pengancaman.