Baru-baru ini ada kasus yang viral di mana oknum polisi dikabarkan memperkosa pacarnya yang sedang dalam keadaan tidak sadar setelah diberi minum obat hingga pacarnya hamil. Singkat cerita, setelah itu oknum polisi yang hamili pacarnya itu mengajak pacarnya pergi dan memberikan obat tertentu. Setelah sang pacar mengonsumsi obat tersebut, ia baru menyadari ternyata obat tersebut merupakan obat penggugur kandungan yang menyebabkan ia keguguran. Situasi itu membuat ia depresi hingga memutuskan bunuh diri. Bagaimana pandangan hukum terkait hal tersebut?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengannya di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara maksimal 12 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Dalam hal ini, perbuatan membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Selain itu, perbuatan menggugurkan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya juga dapat dipidana berdasarkan Pasal 347 ayat (1) KUHP.
Lalu, adakah sanksi lainnya yang bisa menjerat pelaku yang merupakan anggota kepolisian?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Secara hukum, perbuatan memaksa perempuan bersetubuh di luar perkawinan merupakan perbuatan yang dilarang, sebagaimana diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pertanyaannya, apakah perbuatan memberikan obat tertentu yang mengakibatkan korban menjadi tidak sadarkan diri dapat dikategorikan sebagai kekerasan?
Menurut Pasal 89 KUHP, membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Sehingga, laki-laki yang memaksa perempuan yang masih berstatus sebagai pacar dan belum terikat perkawinan dengannya untuk bersetubuh dengannya dengan cara memberikan obat tidur atau obat lainnya yang membuat si perempuan menjadi tidak sadarkan diri dapat dijerat Pasal 285 KUHP.
Tapi, lain halnya jika si perempuan sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri, kemudian si laki-laki yang mengetahui hal tersebut kemudian menyetubuhinya. Dalam hal ini, pelaku dapat dijerat Pasal 286 KUHP:
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Hukumnya Memberikan Obat Aborsi Tanpa Izin
Selanjutnya, Anda menyebutkan bahwa oknum polisi yang bersangkutan memberikan obat yang ternyata merupakan obat penggugur kandungan kepada pacarnya dan kemudian menyebabkan kandungan pacarnya keguguran.
Perlu diketahui bahwa pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan aborsi.[1] Yang dimaksud dengan aborsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring adalah pengguguran kandungan.
Dalam kasus yang Anda tanyakan, dikarenakan yang bersangkutan memberikan obat yang ternyata merupakan obat penggugur kandungan kepada pacarnya, yang kemudian mengakibatkan sang pacar mengalami keguguran tanpa persetujuannya, maka si pelaku dapat dijerat Pasal 347 ayat (1) KUHP:
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Selanjutnya, dikarenakan pelaku merupakan anggota Kepolisian, maka dalam hal yang bersangkutan terbukti bersalah melanggar hal-hal tersebut di atas, yang bersangkutan juga dapat dijatuhi sanksi berupa tindakan dan/atau hukuman disiplin, sebab melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 4 huruf f dan Pasal 5 huruf a jo. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“PP 2/2003”):
Pasal 4
Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib:
menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
Pasal 5
Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Pasal 7
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin.
Tindakan disiplin dapat berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik yang dapat dijatuhkan secara kumulatif.[2] Sedangkan hukuman disiplin dapat dijatuhkan secara alternatif atau kumulatif, yang dapat berupa:[3]
teguran tertulis;
penundaan mengikuti pendidikan maksimal 1 tahun;
penundaan kenaikan gaji berkala;
penundaan kenaikan pangkat untuk maksimal 1 tahun;
mutasi yang bersifat demosi;
pembebasan dari jabatan;
penempatan dalam tempat khusus maksimal 21 hari.
Anggota Kepolisian yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.[4]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.