Bagaimana prosedur penetapan desa secara hukum? Apakah desa yang belum definitif dapat mendapatkan anggaran? Jika belum definitif siapa yang dapat menjadi pelaksana tugas?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Sebuah Desa dapat dibentuk oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Sebuah Desa persiapan dipimpin oleh seorang Penjabat Kepala Desa yang berasal dari unsur pegawai negeri sipil kabupaten/kota. Sebelum ditetapkan sebagai Desa defintif, Desa persiapan mendapatkan alokasi biaya operasional paling banyak 30% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk.
Penjelasan lebih lanjur silakan klik ulasan di bawah ini.
Pengaturan mengenai pengelolaan pemerintahan Desa dapat Anda temukan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”). Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud sebagai penetapan adalah pembentukan Desa baru.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pertama-tama perlu dipahami definisi dari Desa sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UU Desa sebagai berikut:
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembentukan Desa merupakan salah satu bentuk penataan Desa yang dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada.[1]
Lebih lanjut, ketentuan mengenai pembentukan desa diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UU Desa, yang menyatakan bahwa pembentukan desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.
Persyaratan Pembentukan Desa
Pembentukan sebuah desa baru harus memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8 ayat (3) UU Desa berikut:
batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan;
jumlah penduduk, yaitu:
wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga;
wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga;
wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga;
wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga;
wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga;
wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga;
wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga;
wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan
wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala keluarga.
wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;
sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/ Walikota;
sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam wilayah Desa dibentuk dusun atau yang disebut dengan nama lain yang disesuaikan dengan asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa.[2]
Pembentukan suatu Desa baru kemudian ditetapkan dalam Peraturan Daerah.[3] Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa yang telah mendapatkan persetujuan bersama Bupati/Walikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diajukan kepada Gubernur.[4] Gubernur kemudian melakukan evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pembentukan Desa berdasarkan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-undangan.[5]
Lebih lanjut, Gubernur menyatakan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah pembentukan desa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah menerima Rancangan Peraturan Daerah.[6] Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi Peraturan Daerah paling lama 20 (dua puluh) hari.[7]
Dalam hal Gubernur tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah pembentukan desa dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari setelah menerima Rancangan Peraturan Daerah, Bupati/Walikota dapat mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tersebut serta sekretaris daerah mengundangkannya dalam Lembaran Daerah.[8]
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang pembentukan Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode Desa dari Menteri, disertai dengan lampiran peta batas Desa.[9]
Pembentukan Desa atas prakarsa Pemerintah Pusat dapat dilakukan di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional, tanpa memperhatikan persyaratan pembentukan Desa. Pembentukan Desa oleh pemerintah pusat dapat berupa:[10]
pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau
penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.
Sementara itu, pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah Provinsi dapat berupa:[11]
pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih;
penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa; dan
penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.
Ketentuan pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah Provinsi di atas berlaku juga bagi pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.[12]
Kepemimpinan dan Pengelolaan Anggaran di Desa Persiapan
Setiap proses pembentukan Desa dilakukan melalui Desa persiapan. Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk.[13] Menurut Pasal 1 angka 9 Permendagri 1/2017, Desa persiapan adalah bagian dari satu atau lebih Desa yang bersanding yang dipersiapkan untuk dibentuk menjadi Desa baru.Desa persiapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun.[14]
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Permendagri 1/2017,Kepemimpinan di Desa persiapan dipegang oleh seorang Penjabat Kepala Desa Persiapan. Bupati/Walikota mengangkat Penjabat Kepala Desa Persiapan yang berasal dari unsur pegawai negeri sipil Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan persyaratan:
memahami bidang kepemimpinan dan teknis pemerintahan;
mempunyai pengalaman di bidang pemerintahan yang dibuktikan dengan riwayat pekerjaan; dan
penilaian kinerja pegawai selama 5 (lima) tahun terakhir sekurang-kurangnya bernilai baik.
Wewenang seorang Penjabat Kepala Desa Persiapan adalah melaksanakan persiapan pembentukan Desa definitif. Dalam hal ini, Penjabat Kepala Desa persiapan bertanggung jawab pada Bupati/Wali Kota melalui Kepala Desa induknya.[15]
Penjabat Kepala Desa persiapan juga berwenang untuk menyusun rencana kerja pembangunan Desa persiapan, sebagai dasar pengalokasian anggaran bagi Desa persiapan. Dalam pelaksanaan tugas penjabat Kepala Desa persiapan menyusun rencana kerja pembangunan Desa persiapan dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa persiapan. Rencana kerja pembangunan Desa persiapan yang telah disusun disampaikan kepada Kepala Desa induk untuk dijadikan bahan penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk sebagai bagian kebutuhan anggaran belanja Desa persiapan.[16]
Penjabat Kepala Desa persiapan ikut serta dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk. Dalam hal Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk telah ditetapkan, terhadap anggaran Desa persiapan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk, pengelolaannya dilaksanakan oleh Penjabat Kepala Desa persiapan.[17]
Desa persiapan mendapatkan alokasi biaya operasional paling banyak 30% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk. Anggaran pembangunan sarana dan prasarana Desa persiapan yang tidak mampu dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, dan dapat dibiayai oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Anggaran pembangunan sarana dan prasarana Desa persiapan dapat dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk.[18]
Beradasarkan uraian di atas, dapat diringkas bahwa sebuah Desa persiapan dipimpin oleh seorang Penjabat Kepala Desa Persiapan yang berasal dari unsur pegawai negeri sipil kabupaten/kota. Sebelum ditetapkan sebagai Desa defintif, Desa persiapan mendapatkan alokasi biaya operasional paling banyak 30% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk.