Jika Karyawan Marketing Memasarkan Produk Perusahaan Lain
Bacaan 6 Menit
PERTANYAAN
Sanksi apakah yang didapat oleh karyawan marketing apabila ia memasarkan barang yang bukan produk dari perusahaan mereka bekerja? Terima kasih.
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 6 Menit
Sanksi apakah yang didapat oleh karyawan marketing apabila ia memasarkan barang yang bukan produk dari perusahaan mereka bekerja? Terima kasih.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seorang pekerja melakukan pekerjaannya berdasarkan perjanjian kerja yang ia sepakati dengan pengusaha. Dalam perjanjian kerja tersebut tertuang jenis pekerjaan, upah, dan perintah. Oleh karena itu, sepatutnya karyawan marketing tersebut dengan iktikad baik melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian kerja. Terkait sanksi, menurut hemat kami, perlu dilihat kembali bagaimana pengaturan dalam perjanjian kerja soal tindakan dari pengusaha kepada pekerjanya jika pekerja lalai atau melakukan kesalahan dalam bekerja. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Pada dasarnya, seorang pekerja melakukan pekerjaannya berdasarkan perjanjian kerja yang ia sepakati dengan pengusaha. Hal ini dikenal dengan nama hubungan kerja sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”):
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Ini artinya, dikaitkan dengan kasus dalam pertanyaan Anda, hubungan kerja antara karyawan marketing dengan pengusaha itu lahir berdasarkan perjanjian kerja. Pekerjaan dan perintah yang harus dikerjakan oleh karyawan tersebut tertuang di dalam perjanjian kerja tersebut.
Jika pekerjaan dan perintah yang tertuang dalam perjanjian kerja mewajibkan karyawan tersebut memasarkan produk perusahaan tempat ia bekerja, maka sepatutnya ia tunduk pada perjanjian kerja dan melakukan pekerjaannya dengan benar.
Sedangkan terkait sanksi, menurut hemat kami, perlu dilihat kembali bagaimana pengaturan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama yang berlaku di perusahaan tersebut. Bila sudah diatur jenis-jenis pelanggaran dan sanksinya, pengusaha dapat memproses pelanggaran itu sesuai ketentuan.
Adapun yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan.
Perlu dipahami bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan wajib dilakukan dengan iktikad baik. Di samping itu, suatu perjanjian juga tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga yang menurut sifat perjanjian diwajibkan sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”):
Pasal 1338 KUH Perdata:
Semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pasal 1339 KUH Perdata:
Perjanjian tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.
Oleh karena itu, sepatutnya karyawan marketing tersebut dengan itikad baik melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian kerja. Jika pekerja tidak melaksanakan apa yang seharusnya dan pihak perusahaan keberatan dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan telah terjadi perselisihan hak.
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial - “UU PPHI”).
Mengenai langkah yang dapat dilakukan oleh pengusaha, maka antara keduanya wajib menyelesaikan terlebih dahulu melalui perundingan bipatrit. Apabila perundingan bipartit ini gagal, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yaitu mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Kemudian di antara keduanya akan dilakukan penyelesaian secara mediasi (untuk perselisihan hak) [lihat Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 11 UU PPHI].
Mediasi Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral [Pasal 1 angka 11 UU PPHI]. Penjelasan lebih lanjut mengenai penyelesaian perselisihan hak dapat Anda simak dalam artikel Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar Upah.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
KLINIK TERBARU