Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Anggota TNI/Polri Menjadi Calon Kepala Daerah

Share
Kenegaraan

Jika Anggota TNI/Polri Menjadi Calon Kepala Daerah

Jika Anggota TNI/Polri Menjadi Calon Kepala Daerah
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol

Bacaan 17 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Apakah benar anggota TNI/Polri yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah harus mengundurkan diri? Jika ia tidak terpilih, bisakah ia kembali menjadi TNI/Polri?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Salah satu syarat anggota TNI dan Polri yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah adalah menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pilkada.

    Lalu bagaimana jika ia tidak terpilih menjadi kepala daerah, dapatkah ia kembali menjadi anggota TNI?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan Lembaga Negara dan Alat Negara

    18 Sep, 2015

    Perbedaan Lembaga Negara dan Alat Negara

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Aturan Hukum Terkait TNI yang Mencalonkan Diri dalam Pilkada yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 27 September 2016.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Larangan Bagi Anggota TNI dan Polri Menduduki Jabatan Politik

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, maka perlu dibahas terlebih dahulu mengenai batasan atau larangan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia (“TNI”) dan Kepolisian Republik Indonesia (“Polri”) dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

    Pasal 39 UU TNI mengatur bahwa prajurit atau anggota TNI dilarang terlibat dalam:

    1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
    2. kegiatan politik praktis;
    3. kegiatan bisnis; dan
    4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.

    Adapun, bagi anggota Polri, Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Polri menegaskan bahwa Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis. Adapun, bagi anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.

    Sementara itu, kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terdiri atas gubernur dan wakil gubernur untuk daerah provinsi, bupati dan wakil bupati untuk daerah kabupaten, serta wali kota dan wakil wali kota untuk wilayah kota, semuanya dipilih melalui pemilihan sebagai bentuk dari proses politik.

    Dengan demikian, anggota TNI dan Polri selama masih aktif menjalankan tugas, dilarang mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Selain karena jabatan kepala daerah merupakan jabatan politik, juga karena TNI dan Polri dilarang menggunakan hak dipilih.

    Syarat Menjadi Calon Kepala Daerah

    Lantas, bagaimana jika anggota TNI dan Polri ingin menjadi kepala daerah? Untuk menjawab hal tersebut, maka kita perlu bahas terlebih dahulu syarat-syarat calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota, sebagai berikut:[1]

    1. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    2. setia kepada Pancasila, UUD 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    3. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
    4. berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota;
    5. mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim;
    6. (i)tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;[2]
    7. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
    8. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian;
    9. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
    10. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
    11. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
    12. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi;
    13. belum pernah menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota selama 2  kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon wali kota, dan calon wakil wali kota;
    14. belum pernah menjabat sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur, atau bupati/wali kota untuk calon wakil bupati/calon wakil wali kota pada daerah yang sama;
    15. berhenti dari jabatannya bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon;
    16. tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota;
    17. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan;
    18. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota TNI, Polri, dan PNS serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan; dan
    19. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai calon.

    Selain itu, di dalam UU TNI dan UU Polri diatur juga bahwa apabila prajurit TNI atau anggota Polri ingin bisa menduduki jabatan sipil atau jabatan di luar kepolisian, maka harus dilakukan setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan atau dinas kepolisian.[3]

    Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, jelas kiranya bahwa salah satu syarat anggota TNI dan Polri yang masih aktif jika ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah adalah menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah (“pilkada”).

    Pernyataan secara tertulis tersebut dituangkan dalam bentuk surat pernyataan, yang dibuat dan ditandatangani oleh calon sendiri, sebagai bukti pemenuhan syarat calon.[4]

    Baca juga: Haruskah Calon Kepala Daerah Merupakan Putra Daerah?

    Bisakah Anggota TNI/Polri yang Tidak Terpilih dalam Pilkada Aktif Kembali?

    Selanjutnya, Pasal 25 ayat (1) Peraturan KPU 8/2024 mensyaratkan calon kepala daerah yang berstatus sebagai anggota TNI atau Polri harus menyerahkan:

    1. surat pengajuan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali pada saat:
    1. penyerahan dokumen syarat dukungan bagi calon perseorangan; dan
    2. pendaftaran pasangan calon bagi calon yang diusulkan oleh partai politik peserta pemilu dan/atau gabungan partai politik peserta pemilu; dan
    1. keputusan pemberhentian atas pengunduran diri yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.

    Namun, jika keputusan pemberhentian atas pengunduran diri anggota TNI atau Polri belum diterbitkan saat penetapan pasangan calon, menurut Pasal 25 ayat (2) Peraturan KPU 8/2024, calon menyerahkan:

    1. tanda terima dari pejabat yang berwenang atas penyerahan surat pengajuan pengunduran diri; dan
    2. surat keterangan bahwa pengajuan pengunduran diri sedang diproses oleh pejabat yang berwenang.

    Berangkat dari ketentuan di atas, apabila telah ada keputusan pemberhentian dari pejabat di instansi TNI/Polri atas anggota yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, maka pengunduran diri tersebut telah tetap atau tidak bisa ditarik kembali.

    Sepanjang penelusuran kami, tidak terdapat mekanisme pengaktifan kembali anggota Polri yang telah mendapat keputusan pemberhentian karena mengundurkan diri. Adapun, proses pengaktifan kembali ke dalam dinas Polri hanya dapat dilakukan terhadap anggota Polri yang diberhentikan secara tidak hormat, namun keputusannya dibatalkan oleh PTUN/PTTUN/MA yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini diatur di dalam Pasal 75 Perkapolri 1/2019.

    Namun, jika keputusan pemberhentian tersebut belum diterbitkan dan pengajuan pengunduran diri tersebut masih dalam proses, menurut hemat kami, masih ada kemungkinan pengunduran diri tersebut ditarik atau ditolak. Hal ini juga karena rumusan Pasal 25 ayat (2) Peraturan KPU 8/2024 hanya mensyaratkan penyerahan tanda terima surat pengunduran diri dan surat keterangan proses pengunduran diri pada saat penetapan pasangan calon dan tidak ada batas waktu atau ketentuan bahwa yang bersangkutan benar-benar telah mendapatkan keputusan pemberhentian.

    Meski demikian, karena aturan dalam UU TNI dan UU Polri melarang anggotanya untuk menggunakan hak dipilih dalam pemilihan umum dan turut aktif dalam politik, maka segala bentuk aktivitas politik anggota TNI/Polri yang masih aktif adalah tidak dibenarkan.

    Baca juga: Apakah Kepala Daerah dan Wakilnya Termasuk ASN?

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
    3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia;
    4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang;
    5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang;
    6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang;
    7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang;
    8. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
    9. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang;
    10. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Pengakhiran Dinas bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
    11. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota;
    12. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019.

     

     


    [1] Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (“UU 10/2016”)

    [2] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019, hal. 65-66

    [3] Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

    [4] Pasal 45 ayat (2) huruf a UU 10/2016

    TAGS

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua