Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Pasal Pelecehan Seksual via DM IG

Share
Pidana

Jerat Pasal Pelecehan Seksual via DM IG

Jerat Pasal Pelecehan Seksual via DM IG
Muhammad Raihan Nugraha, S.H.Si Pokrol

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Saya mau bertanya, di Direct Message Instagram, saya sering sekali mendapat DM dengan perkataan yang tidak senonoh, melanggar asusila, seperti perkataan untuk mengajak bersetubuh. Apakah perbuatan mengirim DM berisi ajakan bersetubuh bisa dijerat pasal pelecehan seksual? Jika bisa, pelecehan seksual pasal berapa? Bagaimana bunyi pasal pelecehan seksual terhadap perempuan?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Pelecehan seksual dapat diartikan sebagai suatu terjadinya pendekatan seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang terhadap orang lain. Pendekatan seksual ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk baik fisik maupun verbal.

    Lantas, apakah mengirim Direct Message di Instagram yang berisi ajakan bersetubuh dapat dijerat pasal pelecehan seksual?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ancaman Pidana bagi Pengirim SMS Berisi Ajakan Bersetubuh yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 13 Januari 2015.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Apa itu Pelecehan Seksual?

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa itu pelecehan seksual. Pada dasarnya, pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki penerima, dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan. Pelecehan seksual mencakup, tetapi tidak terbatas pada: bayaran seksual bila menghendaki sesuatu, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual atau seksualitas, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual, semua dapat digolongkan sebagai pelecehan seksual. Tindakan ini dapat disampaikan secara langsung maupun implisit.[1]

    Secara sekilas, kekerasan seksual dan pelecehan seksual adalah istilah yang sama. Namun, kekerasan seksual cakupannya lebih luas daripada pelecehan seksual. Sehingga, pelecehan seksual merupakan bagian dari kekerasan seksual.[2]

    Adapun kekerasan seksual dapat diartikan suatu terjadinya pendekatan seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang terhadap orang lain. Pendekatan seksual ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk baik itu fisik maupun verbal.[3]

    Indonesia sendiri memiliki peraturan khusus yang mengatur mengenai pelecehan seksual, yaitu UU TPKS. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU TPKS, yang dimaksud dengan tindak pidana kekerasan seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang sepanjang ditentukan dalam undang-undang ini.

    Mengenai pertanyaan Anda tentang pasal pelecehan seksual terhadap perempuan, perlu diketahui bahwa korban pelecehan seksual dapat dialami oleh perempuan maupun laki-laki. Adapun yang dimaksud dengan korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial yang diakibatkan tindak pidana kekerasan seksual.[4]

    Lantas, pelecehan seksual pasal berapa dalam UU TPKS? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita ketahui jenis-jenis pelecehan seksual.

    Jenis Pelecehan Seksual

    Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU TPKS, tindak pidana kekerasan seksual sendiri terdiri atas:

    1. pelecehan seksual nonfisik;
    2. pelecehan seksual fisik;
    3. pemaksaan kontrasepsi;
    4. pemaksaan sterilisasi;
    5. pemaksaan perkawinan;
    6. penyiksaan seksual;
    7. eksploitasi seksual; dan
    8. kekerasan seksual berbasis elektronik.

    Selain itu, tindak pidana kekerasan seksual juga meliputi:[5]

    1. perkosaan;
    2. perbuatan cabul;
    3. persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak;
    4. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban;
    5. pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
    6. pemaksaan pelacuran;
    7. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
    8. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
    9. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual; dan
    10. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Lantas, pelecehan seksual pasal berapa yang dapat menjerat pelaku pengirim DM tersebut?

    Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik

    Tindakan mengirim Direct Message (“DM”) Instagram yang berisi perkataan tidak senonoh, perkataan melanggar asusila, dalam hal ini ajakan untuk bersetubuh, menurut hemat kami dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual berbasis elektronik.

    Kemudian, setiap orang yang tanpa hak mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b UU TPKS.

    Adapun yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang dimiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.[6]

    Oleh karena itu, orang yang mengirim DM dengan pesan mengajak untuk berhubungan badan/bersetubuh berpotensi dijerat pasal kekerasan seksual berbasis elektronik di atas.

    Perlu diketahui bahwa kekerasan seksual berbasis elektronik ini merupakan delik aduan, kecuali  korban adalah anak atau penyandang disabilitas.[7] Dalam hal korban merupakan anak atau penyandang disabilitas, adanya kehendak atau persetujuan korban tidak menghapuskan tuntutan pidana.[8]

    Selain dapat dijerat dengan pasal pelecehan seksual pada UU TPKS, perbuatan mengirim DM untuk mengajak bersetubuh juga dapat dijerat berdasarkan UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 yang berbunyi:

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.

    Lalu, seseorang yang melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024.

    Lebih lanjut, disarikan dari artikel Bunyi Pasal 27 ayat (1) UU ITE 2024 tentang Kesusilaan, dari bunyi Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024, penjelasan unsur-unsur pasal tersebut adalah:[9]

    1. "Menyiarkan" termasuk perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam sistem elektronik.
    2. "Mendistribusikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik.
    3. "Mentransmisikan" adalah mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang ditujukan kepada pihak lain melalui sistem elektronik.
    4. "Membuat dapat diakses" adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan
      dan mentransmisikan melalui sistem elektronik yang menyebabkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.
    5. Melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Penafsiran pengertian kesusilaan disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary community standard).
    6. "Diketahui umum" adalah untuk dapat atau sehingga dapat diakses oleh kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal

    Sebagai informasi, pada praktiknya, penegak hukum dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur kekerasan seksual berbasis elektronik, sebagaimana diatur dalam UU TPKS, dan juga memenuhi unsur-unsur dalam UU 1/2024. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penegak hukum dapat menggunakan pasal-pasal tersebut, atau penegak hukum dapat mengajukan dakwaan secara alternatif.

    Berdasarkan artikel Bentuk-bentuk Surat Dakwaan, dakwaan alternatif digunakan jika belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan.

    Baca juga: Surat Dakwaan: Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

    Contoh Kasus

    Sebagai contoh, kami jelaskan contoh kasus Putusan PN Arga Makmur 17/Pid.Sus/2019/PN Agm. Dalam kasus ini, terdakwa mengirimkan kepada korban 6 buah foto bermuatan asusila, yaitu foto alat kemaluan laki-laki yang sedang mengeluarkan sperma. Akibatnya, korban tidak terima dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa dan melaporkan terdakwa ke kepolisian (hal. 3-4). Berdasarkan keterangan ahli pada putusan tersebut, perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dengan mengirim foto-foto alat kelamin laki-laki yang sedang mengeluarkan sperma tanpa seizin korban termasuk ke dalam kategori mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan (hal.4). Selain itu, terdakwa juga mengajak hubungan intim melalui messenger (hal. 6).

    Oleh karena itu, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 (sebelum diubah oleh UU 1/2024). Terdakwa dijatuhi pidana dengan pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan dan denda Rp1 miliar (dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan).

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
    4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Arga Makmur Nomor 17/Pid.Sus/2019/PN Agm.

    Referensi:

    1. Asmah dan Dian Eka Kusuma Wardani. Analisis Hukum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Jurnal Kertha Wicaksana Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa, Vol. 17, No.2, 2023;
    2. N.K. Endah Triwijati. Pelecehan Seksual: Tinjauan Psikologis. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th. XX, No. 4, 2007;
    3. Rosania Paradiaz dan Eko Soponyono. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 4, No. 1, 2022.

    [1] N.K. Endah Triwijati. Pelecehan Seksual: Tinjauan Psikologis. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th. XX, No. 4, 2007, hal. 303

    [2] Asmah dan Dian Eka Kusuma Wardani. Analisis Hukum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Jurnal Kertha Wicaksana Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa, Vol. 17, No.2, 2023, hal. 105

    [3] Rosania Paradiaz dan Eko Soponyono. Perlindungan hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 4, No. 1, 2022, hal. 62

    [4] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”)

    [5] Pasal 4 ayat (2) UU TPKS

    [6] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik  

    [7] Pasal 14 ayat (3) UU TPKS

    [8] Pasal 14 ayat (5) UU TPKS

    [9] Penjelasan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?