Persyaratan syariat Islam sebagaimana dimaksud adalah:
Sehat;
Tidak cacat, seperti: buta, pincang, patah tanduk, putus ekornya atau mengalami kerusakan daun telinga;
Tidak kurus;
Berjenis kelamin jantan, tidak dikebiri, memiliki buah zakar lengkap 2 (dua) buah dengan bentuk dan letak yang simetris; dan
Cukup umur untuk:
Kambing atau domba di atas 1 (satu) tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap;
Sapi atau kerbau di atas 2 (dua) tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap; atau
Unta di atas 5 (lima) tahun.
Selain itu, ada juga sejumlah syarat administrasi dan teknis dari tempat penjualan hewan kurban. Penjual hewan kurban wajib memerhatikan kesehatan dari hewan kurban yang akan dijual. Apabila hewan tersebut menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan berdasarkan visum dokter, namun tetap menjual hewan kurban, maka akan dikenakansanksi administratif sesuai Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Persyaratan syariat Islam sebagaimana dimaksud adalah:
Sehat;
Tidak cacat, seperti: buta, pincang, patah tanduk, putus ekornya atau mengalami kerusakan daun telinga;
Tidak kurus;
Berjenis kelamin jantan, tidak dikebiri, memiliki buah zakar lengkap 2 (dua) buah dengan bentuk dan letak yang simetris; dan
Cukup umur untuk:
Kambing atau domba di atas 1 (satu) tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap;
Sapi atau kerbau di atas 2 (dua) tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap; atau
Unta di atas 5 (lima) tahun.
Selain itu, ada juga sejumlah syarat administrasi dan teknis dari tempat penjualan hewan kurban. Penjual hewan kurban wajib memerhatikan kesehatan dari hewan kurban yang akan dijual. Apabila hewan tersebut menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan berdasarkan visum dokter, namun tetap menjual hewan kurban, maka akan dikenakansanksi administratif sesuai Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Dalam Pasal 4 Permentan 114/2014 juga ditegaskan bahwa hewan kurban yang dijual dan akan dipotong harus memenuhi persyaratan syariat Islam, administrasi, dan teknis.
Persyaratan syariat Islam sebagaimana dimaksud adalah:[1]
sehat;
tidak cacat, seperti: buta, pincang, patah tanduk, putus ekornya atau mengalami kerusakan daun telinga;
tidak kurus;
berjenis kelamin jantan, tidak dikebiri, memiliki buah zakar lengkap 2 (dua) buah dengan bentuk dan letak yang simetris; dan
cukup umur untuk:
kambing atau domba di atas 1 (satu) tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap;
sapi atau kerbau di atas 2 (dua) tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap; atau
unta di atas 5 (lima) tahun.
Selain itu, persyaratan administrasi paling sedikit memuat:[2]
Surat Keterangan Kesehatan Hewan (“SKKH”), adalah surat yang menerangkan mengenai keadaan kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh otoritas veteriner daerah asal, yang paling sedikit memuat:
nama pemilik;
alamat pemilik;
jenis hewan;
jumlah hewan;
jenis kelamin hewan;
daerah asal hewan;
status kesehatan hewan; dan
status situasi penyakit hewan daerah asal.
Rekomendasi pemasukan hewan dari otoritas veteriner kabupaten/kota atau otoritas veteriner provinsi daerah penerima sesuai dengan kewenangannya, yang paling sedikit memuat :
jenis hewan;
jumlah hewan; dan
daerah asal hewan.
Surat keterangan asal yang diterbitkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan daerah asal hewan.
Selanjutnyapersyaratan teknis yang dimaksud dalam penjualan hewan yaitu harus dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan hewan yang dilakukan oleh dokter hewan atau paramedik veteriner di bawah pengawasan dokter hewan berwenang.[3]
Jadi menjawab pertanyaan Anda, untuk penjualan hewan kurban harus memenuhi 3 syarat, yaitu syarat sesuai syariat Islam, syarat administrasi, dan syarat teknis. Anda juga dapat membaca artikel Potong Hewan Kurban? Kenali Persyaratannya.
Selain itu, terdapat aturan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh tempat penjualan hewan kurban, yaitu persyaratan administrasi dan teknis.
Persyaratan administrasi tempat penjualan hewan kurban paling sedikit meliputi:[4]
surat izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota setempat; dan
bukti perjanjian bagi pelaku usaha untuk penggunaan tempat penjualan hewan kurban yang bukan miliknya.
Persyaratan teknis tempat penjualan hewan kurban paling sedikit meliputi:[5]
berada di tempat yang tidak mengganggu ketertiban umum;
memiliki desain dan terbuat dari bahan yang tidak menyakiti, melukai, dan/atau mengakibatkan stres;
memiliki luas yang sesuai dengan jumlah dan jenis hewan kurban yang dijual;
memiliki akses jalan dan fasilitas yang memudahkan penurunan hewan dari pengangkutan ke atas alat angkut sesuai dengan jenis hewan;
tempat bersih, kering, dan mampu melindungi hewan kurban dari panas matahari, dan hujan;
lantai atau alas tidak licin dan mudah dibersihkan; dan
memiliki pembatas/pagar yang kuat dan tidak terdapat bagian yang dapat menyebabkan hewan sakit atau terluka/cedera, serta mampu mencegah hewan kurban lepas dari kandang.
Sanksi Jika Menjual Hewan Kurban Tidak Sesuai Aturan
Artinya penjual hewan kurban wajib memerhatikan kesehatan dari hewan kurban yang akan dijual. Apabila hewan tersebut menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan berdasarkan visum dokter, namun tetap menjual hewan kurban maka akan dikenakansanksi administratif sesuai Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) UU 41/2014, berupa:
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
Peringatan secara tertulis;
Pengenaan denda;
Penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
Pencabutan nomor pendaftaran dan penarikan Obat Hewan, Pakan, alat dan mesin, atau Produk Hewan dari peredaran; atau
Pencabutan izin.
Selain itu, setiap orang, termasuk peternak, pemilik hewan, dan perusahaan peternakan yang berusaha di bidang peternakan yang mengetahui terjadinya penyakit hewan menular wajib melaporkan kejadian tersebut kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau dokter hewan berwenang setempat. Jika tidak tidak melaporkan padahal mengetahui maka dikenakan sanksi administratif sebagaimana disebutkan di atas.[7]
[6] Yang dimaksud dengan “visum” adalah keterangan tertulis yang menyatakan kondisi, diagnosis, dan prognosis penyakit hewan (Penjelasan Pasal 47 ayat (3) UU 18/2009)