Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dapatkah Anak WNA Menerima Warisan dari Ayahnya?

Share
Keluarga

Dapatkah Anak WNA Menerima Warisan dari Ayahnya?

Dapatkah Anak WNA Menerima Warisan dari Ayahnya?
Dewi Krisna Hardjanti, S.H., M.H.Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Bacaan 5 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Suami saya yang berkewarganegaraan asing meninggal dunia. Sebelumnya suami saya membawa seorang anak berkewarganegaraan asing dari pernikahan pertamanya. Lalu, apakah warisan suami saya juga dibagi kepada anak berkewarganegaraan asing tersebut? Sebagai informasi, saya dan suami menikah secara Islam dan kami memiliki 2 orang anak.

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Indonesia memiliki 3 (tiga) sistem waris yang dapat dipilih untuk dipergunakan dalam membagi warisan. Berbagai ketidaktahuan terkait waris terkadang muncul dalam sebuah perkawinan, salah satunya adalah apabila perkawinan yang dilakukan merupakan perkawinan campuran. Lalu, apakah anak WNA yang merupakan anak kandung dari suami WNA yang meninggal dunia berhak mendapatkan warisan?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    KLINIK TERKAIT

    Apakah Hukum Waris yang Berlaku Jika Beda Agama?

    07 Mar, 2024

    Apakah Hukum Waris yang Berlaku Jika Beda Agama?

    Perkawinan merupakan salah satu hak yang dilindungi oleh negara Indonesia. Hal ini tertuang dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa:

    Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Berdasarkan ketentuan tersebut dapat kita ketahui bahwa perkawinan merupakan hak, bukanlah kewajiban. Dalam pelaksanaannya, tidak semua perkawinan yang ada di Indonesia dilaksanakan oleh antar WNI saja, namun juga bisa dilaksanakan antara WNI dan WNA. Perkawinan yang demikian disebut dengan perkawinan campuran yang didefinisikan sebagai berikut: 

    Perkawinan campuran menurut Pasal 57 UU Perkawinan adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

    Di dalam pertanyaan yang Anda berikan, telah berlangsung perkawinan campuran menggunakan tata cara hukum Islam. Adapun suami adalah WNA dan istri adalah WNI, di mana suami sebelum melaksanakan perkawinan terebut, sudah pernah melaksanakan perkawinan dan memiliki anak yang juga seorang WNA. Pada saat ini suami telah meninggal dunia dan sudah saatnya untuk membagi warisan.

    Pada prinsipnya, status kewarganegaraan seseorang mempunyai konsekuensi yuridis di dalam suatu negara. Salah satu dari konsekuensi yuridis tersebut adalah adanya konsekuensi di bidang hukum kekeluargaan (familie recht), artinya bahwa status kewarganegaraan seseorang akan membawa implikasi adanya kepastian hubungan hukum, khususnya mengenai hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, pewarisan, perwalian ataupun pengampuan. Pada prinsipnya, hukum kewarganegaraan hanya dibentuk dan diimplementasikan dalam kaitannya dengan status seseorang bila berhadapan dengan negara. Konsekuensi yuridis status kewarganegaraan seseorang di bidang hukum kekeluargaan akan memberikan penegasan mengenai status kewarganegaraan anak dari seorang warga negara.[1] Dengan demikian, berdasarkan hukum tata negara, status kewarganegaraan anak salah satunya untuk menentukan kepastian hubungan pewarisan, sehingga pada prinsipnya tidak ada penghalang bagi anak WNA tersebut untuk mendapatkan warisan dari ayahnya.

    Proses pembagian waris di Indonesia menggunakan 3 (tiga) cara yaitu menggunakan hukum perdata, hukum Islam, atau menggunakan hukum adat. Adapun penggunaannya ditentukan sendiri oleh yang bersangkutan, biasanya diungkapkan yang bersangkutan pada saat masih hidup.

    Lebih lanjut, perlu Anda ketahui dulu apa saja yang menjadi halangan seseorang untuk mendapatkan warisan, berdasarkan:

    1. Hukum Waris Perdata

    Merujuk bunyi Pasal 838 KUH Perdata menyatakan bahwa orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah:

    1. Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu;
    2. Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
    3. Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya;
    4. Dia yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu.
    1. Hukum Waris Islam

    Hukum Waris Islam dilaksanakan berdasarkan KHI. Dalam Pasal 171 huruf c KHI disebutkan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

    Selanjutnya, Pasal 173 KHI mengatur tentang terhalangnya seorang ahli waris untuk mendapatkan warisan yaitu seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

      1. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris.
      2. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

     

    1. Hukum Waris Adat

    Berbeda dengan hukum waris perdata dan hukum waris islam yang memiliki dasar hukum tertulis, hukum waris adat tidak memiliki sumber hukum tertulis, namun bersasarkan adat kebiasaan masing-masing daerah. Tentu karena lingkupnya kedaerahan, hukum waris adat berbeda-beda antar daerah masing-masing di Indonesia dan dilaksanakan oleh orang-orang yang berasal dari daerah itu sendiri. Sulit untuk dipahami bahwa seorang WNA akan menggunakan hukum waris adat untuk membagi warisannya, dan tentu hal ini tidak diterapkan kepada keturunannya.

    Berdasarkan ketiga sistem hukum waris yang ada di Indonesia tersebut dan persoalan yang telah dipaparkan maka tidak ada alasan yang mendasar bahwa status kewarganegaraan seseorang akan menghalanginya untuk mendapatkan warisan dari orang tuanya. Dengan kata lain, anak kandung yang berstatus WNA dari suami yang berstatus WNA tersebut tetap berhak untuk mendapatkan warisan dari ayah kandungnya.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
    4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

     

    Referensi:

    B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi, Yogyakarta: Kanisius, 2020.


    [1] B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi, Yogyakarta: Kanisius, 2020, hal. 359

    TAGS

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua