Diberitakan bahwa wilayah Kerala Utara, India telah terjadi kasus dua orang meninggal karena virus Nipah. Kabarnya virus Nipah ini belum ada vaksinnya, dapat menular antar manusia melalui droplet, dan berisiko menyebabkan kematian. Belajar dari kasus pandemi COVID-19 lalu, sebagai orang awam saya mau bertanya, apakah Indonesia bisa membatasi orang yang berasal dari negara tersebut untuk datang ke Indonesia? Tentu saja demi pencegahan dan pengendalian penyakit menular tersebut. Terima kasih atas perhatian dan penjelasannya.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Penyakit akibat virus Nipah dapat dikategorikan sebagai penyakit menular, yaitu penyakit yang dapat menular ke manusia yang disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit.
Dalam hal terjadi peningkatan penularan penyakit dan/atau faktor risiko penyakit yang berpotensi menimbulkan wabah di negara lain, Kemenkes harus meningkatkan kewaspadaan dan melakukan langkah yang diperlukan dalam rangka cegah tangkal penyakit di pintu masuk.
Lantas, bisakah pemerintah melarang warga negara asing (WNA) atau orang asing masuk ke wilayah Indonesia?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Bolehkah Pemerintah Menolak Wisatawan Asing dari Wilayah Berpenyakit Menular? yang pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 28 Januari 2020 dan dimutakhirkan pertama kali oleh Arasy Pradana A. Azis, S.H., M.H. pada Jumat, 3 April 2020.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Penanggulangan Penyakit Menular
Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan bahwa penyakit yang diakibatkan virus Nipah pertama kali muncul dan menjadi wabah pada tahun 1998 – 1999 di Malaysia hingga Singapura. Dari wabah ini dilaporkan 276 kasus dengan 106 kematian. Pada tahun 2023, wabah terkini dilaporkan pada 4 Januari hingga 13 Februari di Bangladesh dengan 11 kasus.[1]
Lebih lanjut, benar bahwa penyakit dari virus Nipah, menurut Kementerian Kesehatan (“Kemenkes”) dalam FAQ Penyakit Virus Nipah (hal. 3) dapat ditularkan dari manusia ke manusia melalui kontak dengan orang yang terinfeksi atau cairannya seperti droplet, urine, atau darah.
Berdasarkan informasi di atas, menurut hemat kami, penyakit akibat virus Nipah merupakan penyakit menular dan pernah menjadi wabah di negara lain.
Menurut permenkes penanggulangan penyakit menular, tepatnya Pasal 1 angka 1 Permenkes 82/2014, penyakit menular adalah penyakit yang dapat menular ke manusia yang disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit. Berdasarkan cara penularannya, penyakit menular dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyakit menular langsung serta penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit.[2]
Terkait dengan penanggulangan penyakit menular yang berasal dari luar negeri, Pasal 361 UU Kesehatan mengatur dalam hal Kemenkes mendapatkan informasi mengenai terjadinya peningkatan penularan penyakit dan/atau faktor risiko penyakit yang berpotensi menimbulkan wabah di negara lain, Kemenkes harus meningkatkan kewaspadaan dan melakukan langkah yang diperlukan dalam rangka cegah tangkal penyakit di pintu masuk.
Dalam hal wabah telah menyebar di berbagai negara, Menteri Kesehatan mengeluarkan peraturan tata laksana pengawasan dan/atau tindakan penanggulangan terhadap alat angkut yang datang dari atau ke luar negeri sesuai karakteristik penyebab/agen penyakit dan cara penularannya, termasuk kemungkinan pembatasan mobilitas orang dan barang di pintu masuk.[3]
Selain itu, dalam rangka cegah tangkal penyakit di pintu masuk tersebut, menteri dapat merekomendasikan penutupan pintu masuk kepada presiden.[4] Adapun yang dimaksud pintu masuk adalah tempat masuk dan keluarnya alat angkut, orang, dan/atau barang dari dan ke luar negeri, baik berbentuk pelabuhan, bandar udara, maupun pos lintas batas negara.[5]
Lebih lanjut, untuk mendeteksi penyakit menular tersebut, dalam Pasal 2 Permenkumham 33/2018diatur bahwapemerintah wajib mencegah dan/atau menanggulangi kejahatan terorisme, perdagangan orang, peredaran narkotika, dan penyebaran penyakit menular berbahaya melalui pengawasan keimigrasian terhadap lalu lintas orang di tempat pemeriksaan imigrasi pada bandar udara, pos lintas batas, dan pelabuhan laut.
Pengawasan keimigrasian melalui bandar udara dilakukan dengan menerapkan sistem pengawasan keimigrasian, dalam bentuk sistem teknologi Civil Aviation Security and International Passenger Security Services (“CAIPSS”). Penggunaan sistem CAIPSS ini dilakukan terhadap lalu lintas setiap orang yang keluar dan masuk wilayah Indonesia.[6]
Aturan Penolakan WNA dari Negara Terjangkit Virus Nipah Masuk Indonesia
Lantas, apa dasar hukum melarang atau membatasi warga negara asing (“WNA”) dari negara yang terjangkit virus nipah datang ke Indonesia? Dalam UU Kesehatan dijelaskan bahwa pada prinsipnya, ketika ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko penyakit yang berpotensi menimbulkan wabah di pintu masuk atau pelabuhan dan bandar udara yang melayani lalu lintas domestik, maka segera dilakukan tindakan penanggulangan.[7]
Tindakan penanggulangan tersebut disesuaikan dengan jenis agen penyakit dan penyebarannya, yang dapat berupa:[8]
skrining, rujukan, isolasi atau karantina, pemberian kekebalan, pemberian profilaksis, disinfeksi, dan/atau dekontaminasi terhadap orang sesuai dengan indikasi;
disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau deratisasi terhadap alat angkut dan barang; dan/atau
tindakan penanggulangan lainnya.
Dalam hal terdapat orang yang tidak bersedia dilakukan tindakan penanggulangan, maka Kemenkes berwenang merekomendasikan kepada maskapai penerbangan, agen pelayaran, atau agen kendaraan darat untuk menunda keberangkatan atau mengeluarkan rekomendasi kepada pejabat imigrasi untuk dilakukan penolakan.[9]
Lebih lanjut, dalam Pasal 13 ayat (1) UU Keimigrasiandijelaskan bahwa penolakan orang asing masuk wilayah Indonesia dilakukan ketika:
namanya tercantum dalam daftar penangkalan;
tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah dan berlaku;
memiliki dokumen keimigrasian yang palsu;
tidak memiliki visa, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa;
telah memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh visa;
menderita penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum;
terlibat kejahatan internasional dan tindak pidana transnasional yang terorganisasi;
termasuk dalam daftar pencarian orang untuk ditangkap dari suatu negara asing;
terlibat dalam kegiatan makar terhadap Pemerintah Republik Indonesia; atau
termasuk dalam jaringan praktik atau kegiatan prostitusi, perdagangan orang, dan penyelundupan manusia.
Bagi penderita penyakit menular, penolakan terhadap WNA tersebut didasarkan pada surat permintaan dari instansi berwenang,[10] yaitu Kemenkes. Orang asing yang ditolak masuk, ditempatkan dalam pengawasan sementara menunggu proses pemulangan yang bersangkutan.[11]
Adapun, yang dimaksud dengan “ditempatkan dalam pengawasan” adalah penempatan orang asing di rumah detensi imigrasi atau ruang detensi imigrasi atau ruang khusus dalam rangka menunggu keberangkatannya keluar wilayah Indonesia. Dalam hal orang asing datang dengan kapal laut, yang bersangkutan ditempatkan di kapal laut tersebut dan dilarang turun ke darat sepanjang kapalnya berada di wilayah Indonesia hingga meninggalkan wilayah Indonesia.[12]
Pejabat imigrasi dapat menempatkan orang asing di tempat lain apabila orang asing tersebut sakit, akan melahirkan, atau masih anak-anak. Yang dimaksud dengan “tempat lain”, misalnya rumah sakit atau tempat penginapan yang mudah diawasi oleh pejabat imigrasi.[13]
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyakit menular, pemerintah dapat melarang atau membatasi masuknya WNA melalui pembatasan mobilitas orang dan barang di pintu masuk maupun menutup pintu masuk ke Indonesia. Adapun tindakan cegah tangkal tersebut berdasarkan penilaian dan kondisi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Apabila WNA yang masuk ke Indonesia terjangkit penyakit akibat virus Nipah, maka pertama-tama dilakukan upaya penanggulangan seperti skrining, isolasi atau karantina, dan sebagainya. Apabila WNA yang bersangkutan menolak tindakan penanggulangan tersebut, maka Kemenkes dapat mengeluarkan rekomendasi penolakan masuk ke Indonesia kepada pejabat imigrasi.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.