Bolehkah hukum tak tertulis dijadikan dasar untuk mengadili oleh hakim?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Hakim boleh menjadikan hukum tidak tertulis sebagai dasar untuk mengadili. Hukum tidak tertulis yang dimaksud adalah kebiasan atau tradisi sebagai sumber hukum yang tertua.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Intisari :
Hakim boleh menjadikan hukum tidak tertulis sebagai dasar untuk mengadili. Hukum tidak tertulis yang dimaksud adalah kebiasan atau tradisi sebagai sumber hukum yang tertua.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Menurut Abintoro Prakoso dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum (hal. 99), kebiasaan atau tradisi adalah sumber hukum yang tertua, sumber dari mana dikenal atau digali sebagian dari hukum di luar undang-undang, tempat dapat menemukan atau menggali hukumnya. Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola perilaku yang tetap, ajeg, lazim, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu.
Abintoro Prakoso mengatakan dalam buku yang sama (hal. 101), apabila ternyata dalam peraturan perundang-undangan tidak ada ketentuannya atau jawabannya, maka barulah mencari dalam hukum kebiasaan atau kearifan lokal. Hukum kebiasaan adalah hukum yang tidak tertulis, untuk menemukannya adalah dengan cara menanyakan kepada tokoh masyarakat atau warganya yang dianggap mengetahui tentang kebiasaaan masyarakat setempat.
Untuk itu mari kita kaitkan apa yang telah dijelaskan oleh ahli di atas dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. Apakah hukum positif membolehkan hakim untuk menggunakan hukum tidak tertulis sebagai dasar mengadili?
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dari pendapat di atas, perlu dipahami bahwa hakim memiliki peran penting dalam menegakkan hukum, salah satunya dengan melakukan konstruksi melalui nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana disebutkan oleh Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan nilai hukum dan rasa keadilan masyarakat.[1]
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa hakim boleh menjadikan hukum tidak tertulis sebagai dasar untuk mengadili, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 50 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yaitu:
Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasaltertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Maka dari itu, hakim sebagai penegak hukum dan keadilan memiliki kekuatan untuk menggunakan hukum tidak tertulis sebagai dasar memutus.