Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Menggugat Penjiplak Ciptaan yang Belum Dicatatkan?

Share
Kekayaan Intelektual

Bisakah Menggugat Penjiplak Ciptaan yang Belum Dicatatkan?

Bisakah Menggugat Penjiplak Ciptaan yang Belum Dicatatkan?
Hymne Gloria P. Sitepu, S.H.Inter Patent Law Office

Bacaan 7 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Apabila suatu pihak melanggar hak cipta suatu karya seperti penjiplakan, namun karya belum didaftarkan ke Ditjen HKI, apakah bisa dilakukan penuntutan? Terima kasih.

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Pelindungan hukum atas suatu ciptaan bersifat otomatis yaitu sejak pertama kali ide diwujudkan dalam bentuk nyata atau sejak dipublikasikan ke masyarakat tanpa mensyaratkan pendaftaran atau pencatatan.

    Lantas, langkah hukum apa yang dapat diambil pencipta atau pemegang hak cipta jika ada penjiplakan atas suatu ciptaan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Ciptaan yang Belum Didaftarkan yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn., dan pertama kali dipublikasikan pada 29 Oktober 2016.

    Hal-hal yang Dilindungi Hak Cipta

    KLINIK TERKAIT

    Pasal 44 ayat (1) UU Hak Cipta tentang Fair Use

    25 Sep, 2024

    Pasal 44 ayat (1) UU Hak Cipta tentang <i>Fair Use</i>

    Disarikan dari laman Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, hak cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer.

    Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Adapun, yang dimaksud dengan ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.[1]

    Kemudian, patut diperhatikan bahwa pelindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan, melainkan diberikan kepada wujud dari ide. Oleh karena itu, ciptaan harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir karena kreativitas atau keahlian, sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.[2]

    Hal ini sebagaimana diatur di dalam Pasal 41 UU Hak Cipta menyatakan bahwa hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi:

    1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
    2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
    3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

    Lebih lanjut, Pasal 40 ayat (3) UU Hak Cipta menyatakan bahwa pelindungan dilakukan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan penggandaan ciptaan tersebut.

    Kapan Pelindungan Suatu Ciptaan Mulai Berlaku?

    Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]

    Hak cipta tersebut dapat diberikan kepada pencipta ataupun pemegang hak cipta. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.[4] Sedangkan pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.[5]

    Adapun pelindungan hukum atas suatu ciptaan bersifat otomatis yaitu sejak pertama kali ide diwujudkan dalam bentuk nyata atau sejak dipublikasikan ke masyarakat tanpa mensyaratkan pendaftaran.[6]

    Hal ini karena hak cipta tunduk pada stelsel deklaratif sehingga lahirnya hak atas suatu ciptaan atau pelindungan bukanlah pada saat pendaftaran, melainkan pada saat pertama kali diumumkan sesuai dengan stetsel deklaratif tersebut.[7]

    Pendaftaran sendiri merupakan proses dan produk administratif yang sifatnya bukanlah merupakan suatu kewajiban. Pencatatan atas suatu ciptaan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (“DJKI”) dengan dikeluarkannya surat pencatatan ciptaan hanya merupakan suatu anggapan hukum atas suatu karya cipta sehingga ciptaan tersebut meskipun sudah tercatat maupun belum tercatat tetap dilindungi secara hukum. Hal ini karena pada prinsipnya pencatatan ciptaan adalah mencatat hak yang sudah ada atau yang sudah pernah dipublikasikan dan bukan melahirkan hak.[8]

    Pasal 64 ayat (2) UU Hak Cipta menyatakan bahwa pencatatan ciptaan dan produk hak terkait bukan merupakan syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait.

    Bisakah Menggugat Penjiplak Ciptaan yang Belum Dicatatkan?

    Berdasarkan penjelasan kami sebelumnya bahwa hak cipta diperoleh sejak pertama kali ide diwujudkan dalam bentuk nyata atau sejak dipublikasikan, maka pendaftaran bukanlah syarat suatu ciptaan mendapatkan perlindungan hak cipta.

    Dengan demikian, pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait berhak mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.[9]

    Gugatan ganti rugi tersebut dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.[10]

    Selain gugatan ganti rugi, pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait dapat memohon putusan provisi atau putusan sela kepada Pengadilan Niaga untuk:[11]

    1. Meminta penyitaan ciptaan yang dilakukan pengumuman atau penggandaan, dan/atau alat penggandaan yang digunakan untuk menghasilkan ciptaan hasil pelanggaran hak cipta dan produk hak terkait; dan/atau,
    2. Menghentikan kegiatan pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan ciptaan yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta dan produk hak terkait.

    Jika terjadi sengketa di pengadilan mengenai ciptaan yang tercatat dan yang tidak tercatat serta apabila pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, maka hakim dapat menentukan pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut.[12]

    Selain melalui pengadilan niaga, penyelesaian sengketa hak cipta seperti penjiplakan dapat juga dilakukan di luar pengadilan, yaitu lembaga arbitrase seperti Badan Arbitrase dan Mediasi Kekayaan Intelektual. Selain itu, juga dapat melalui mediasi (seperti mediasi di DJKI), konsiliasi dan negosiasi.

    Selain melalui jalur perdata, Anda juga dapat menuntut pelaku pelanggaran hak cipta seperti penjiplakan secara pidana dengan mengadukan hal tersebut ke kepolisian. Patut menjadi catatan bahwa tindak pidana dalam UU Hak Cipta merupakan delik aduan,[13] bukan delik biasa.

    Baca juga: Apakah Delik Aduan Bisa Dicabut Kembali?

    Misalnya, seseorang melakukan penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banak Rp1 miliar. Ketentuan ini termaktub di dalam Pasal 113 ayat (3) jo. Pasal 9 huruf b UU Hak Cipta.

    Jika Anda menempuh kedua langkah hukum tersebut, berdasarkan Pasal 105 UU Hak Cipta gugatan keperdataan atas pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait tidak mengurangi hak pencipta dan/atau pemilik hak terkait untuk menuntut secara pidana.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

    Referensi:

    1. Tim Penyusun. Modul Kekayaan IntelektualTingkat Dasar Bidang Hak Cipta. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2020;
    2. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, hak cipta, yang diakses pada 3 Oktober 2024 pukul 11.01 WIB.

    [1] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”)

    [2] Tim Penyusun. Modul Kekayaan IntelektualTingkat Dasar Bidang Hak Cipta. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2020, hal. 15

    [3] Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta

    [4] Pasal 1 angka 2 UU Hak Cipta

    [5] Pasal 1 angka 4 UU Hak Cipta

    [6] Tim Penyusun. Modul Kekayaan IntelektualTingkat Dasar Bidang Hak Cipta. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2020, hal. 17

    [7] Tim Penyusun. Modul Kekayaan IntelektualTingkat Dasar Bidang Hak Cipta. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2020, hal. 17 – 18

    [8] Tim Penyusun. Modul Kekayaan IntelektualTingkat Dasar Bidang Hak Cipta. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2020, hal. 17-18

    [9] Pasal 99 ayat (1) UU Hak Cipta

    [10] Pasal 99 ayat (2) UU Hak Cipta

    [11] Pasal 99 ayat (3) UU Hak Cipta

    [12] Tim Penyusun. Modul Kekayaan IntelektualTingkat Dasar Bidang Hak Cipta. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2020, hal. 49

    [13] Pasal 120 UU Hak Cipta

    TAGS

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua