Apakah nelayan Indonesia yang menjual ikan dengan pihak asing di laut melanggar aturan? Lalu, jika pembayarannya menggunakan mata uang asing, apakah hal ini juga merupakan pelanggaran hukum?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, nelayan Indonesia boleh menjual ikan ke pihak asing, namun ada ketentuan dari menteri yang mengatur perihal penetapan jenis ikan apa yang boleh diperdagangkan ke dan dari wilayah Indonesia. Kemudian, rupiah wajib digunakan salah satunya dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran.
Lantas, bagaimana jika nelayan dan pihak asing melakukan transaksi menggunakan mata uang asing? Apakah ada pengecualian? Bagaimana ketentuan hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 29 September 2014.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Ketentuan Perikanan di Indonesia
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa laut yang Anda maksud merupakan laut yang berada di wilayah Indonesia. Kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan meliputi wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial, termasuk ruang udara di atasnya serta dasar Laut dan tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kemudian, pada dasarnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan Pengelolaan Kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan Sumber Daya Kelautan dengan menggunakan prinsip ekonomi biru.[2] Salah satu pemanfaatan sumber daya kelautan adalah perikanan,[3]yaitu semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pascaproduksi, dan pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.[4]
Bolehkah Nelayan Menjual Ikan Kepada Pihak Asing?
Pada dasarnya, boleh saja nelayan Indonesia menjual ikan ke pihak asing, namun ada ketentuan dari peraturan perundang-undangan dan menteri yang mengatur perihal penetapan jenis ikan apa yang boleh diperdagangkan ke dan dari wilayah Indonesia.
Ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf t dan uUU 45/2009yang berbunyi:
Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia dan jenis ikan yang dilindungi.
Contoh ketentuan mengenai pelarangan mengeluarkan jenis ikan tertentu terdapat dalam Pasal 1Permen KP 18/2020, yaitu:
Setiap orang atau korporasi dilarang mengeluarkan ikan arwana (Scleropages sp.) dan ikan botia (Chromobotia macracanthus) dari wilayah Negara Republik Indonesia ke luar wilayah Negara Republik Indonesia.
Ikan arwana (Scleropages sp.) meliputi:
ikan arwana super red (Scleropages formosus), merupakan ikan hidup berukuran kurang dari 12 cm (dua belas sentimeter) termasuk telur; dan
ikan arwana jardinii (Scleropages jardinii), merupakan ikan hidup berukuran kurang dari 10 cm (sepuluh sentimeter) termasuk telur.
Ikan botia (Chromobotia macracanthus) merupakan ikan hidup berukuran kurang dari 3,5 cm (tiga koma lima sentimeter) dan lebih dari 10 cm (sepuluh sentimeter).
Deskripsi ikan arwana (Scleropages sp.) dan ikan botia (Chromobotia macracanthus) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Ketentuan Transaksi dengan Pihak Asing
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang,rupiah wajib digunakan dalam:
setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
transaksi keuangan lainnya, yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Maka, menjawab pertanyaan Anda, ketentuan di atas mempertegas bahwa transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran di wilayah Indonesia wajib menggunakan rupiah. Masih berkaitan dengan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, berikut bunyi Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang:
Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
transaksi keuangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Lantas, jika nelayan menerima mata uang asing, apakah nelayan berhak untuk menolak mata uang asing yang ia terima dari pihak asing tersebut? Hal ini diatur dalam Pasal 23 UU Mata Uang yang berbunyi:
Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.
Maka, menurut pendapat kami, dari ketentuan di atas dapat ditafsirkan bahwa nelayan yang menerima mata uang (valuta) asing sebagai pembayaran di wilayah Indonesia adalah pelanggaran hukum. Kecuali, ia ragu atas keaslian rupiah atau terdapat kewajiban pembayaran dalam valuta asing telah diperjanjikan secara tertulis.
Adapun sanksi bagi setiap orang yang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU Mata Uang, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).[5]
Kesimpulannya, nelayan boleh menjual ikan ke pihak asing dengan memperhatikan aturan mengenai larangan pengeluaran jenis ikan tertentu sesuai dengan Permen KP 18/2020. Selain itu, pihak asing yang melakukan transaksi jual beli ikan dengan nelayan Indonesia di perairan Indonesia wajib menggunakan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Jika para pihak melanggar ketentuan, maka para pihak dapat diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjutdi sini.