Mohon dijelaskan mengenai pasal-pasal yang termasuk sebagai pasal ujaran kebencian, baik di dalam KUHP maupun di luar KUHP. Lalu, apakah penghinaan termasuk ke dalam ujaran kebencian?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Ujaran kebencian merupakan tindak pidana yang diatur di dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP yang berbentuk antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, memprovokasi, menghasut, penyebaran berita bohong dan semua tindakan tersebut memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.
Lantas, diatur di mana saja pasal ujaran kebencian itu?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bentuk Penghinaan yang Bisa Dijerat Pasal tentang Hate Speechyang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 10 September 2018.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganKonsultan Mitra Justika.
Pengertian Ujaran Kebencian
Hate speech atau ujaran kebencian menurutKBBI adalah ujaran yang menyerukan kebencian terhadap orang atau kelompok tertentu. Ujaran kebencian juga bisa diartikan sebagai tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain.[1]
Ujaran kebencian umumnya menyangkut aspek ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.[2]
Perlu diketahui bahwa setidaknya terdapat tiga klasifikasi ujaran kebencian, yaitu:[3]
penyampaian pendapat yang harus diancam pidana;
penyampaian pendapat yang dapat diancam dengan sanksi administrasi atau digugat secara perdata; dan
penyampaian pendapat yang tidak dapat diancam sanksi apapun namun dapat ditangani dengan pendekatan lainnya melalui kebijakan pemerintah.
Menurut SE Ujaran Kebencian, ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur di dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP yang berbentuk antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, memprovokasi, perbuatan tidak menyenangkan, menghasut, penyebaran berita bohong dan semua tindakan tersebut memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial (hal. 1 – 2).
Sebagai informasi, perbuatan tidak menyenangkan dalam KUHP telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini diterangkan lebih lanjut di dalam artikel Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya.Dengan demikian, pasal ujaran kebencian menurut hemat kami tidak lagi memuat perbuatan tidak menyenangkan.
Adapun tujuan dari ujaran kebencian menurut SE Ujaran Kebencian adalah untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, orientasi seksual (hal. 2).
Pasal Ujaran Kebencian dalam KUHP
Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian ujaran kebencian di atas, maka yang termasuk pasal ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, provokasi, hasutan, ataupun hoaxyang bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok berbasis SARA.
Pengaturan mengenai hate speech yang akan kami jelaskan di bawah ini, diharapkan dapat menekan dampak ujaran kebencian seperti diskriminasi, kekerasan, segregasi, ataupun konflik sosial.
Selanjutnya, terkait dengan pasal ujaran kebencian berupa penghinaan, R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225), menerangkan bahwa terdapat enam macam tindak pidana penghinaan, yaitu:
Menista (smaad);
Menista dengan surat (smaadschrift);
Memfitnah (laster);
Penghinaan ringan (eenvoudige belediging);
Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht);
Tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking).
Namun demikian, jika mengacu pada ketentuan dalam SE Ujaran Kebencian, penghinaan yang termasuk ke dalam pasal ujaran kebencian dalam dalam KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku (hal. 4) danUU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[4] yaitu tahun 2026 adalah sebagai berikut:
Selain Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP atau Pasal 433 dan Pasal 434 UU 1/2023, pasal ujaran kebencian juga diatur dalam:
KUHP
UU 1/2023
Pasal 156
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[5]
Pasal 242
Setiap orang yang di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna
kulit, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[6]
Pasal 157 ayat (1)
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[7]
Pasal 243 ayat (1)
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasaan permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[8]
Adapun, mengenai hoax atau penyebaran berita bohong, diatur di dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946, yang berbunyi:
Pasal 14 UU 1/1946
Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan dia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15 UU 1/1946
Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Pasal Ujaran Kebencian dalam UU ITE
Pasal ujaran kebencian di media sosial dan sistem elektronik, sebelumnya diatur di dalam Pasal 28 ayat (2) jo.Pasal 45 ayat (2) UU ITE. Namun, saat ini ketentuan tersebut diubah dengan Pasal 28 ayat (2) jo.Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024. Adapun bunyi Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 terkait dengan ujaran kebencian adalah sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Hal ini diatur di dalam Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024.
Pasal Ujaran Kebencian dalam UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Selain dalam KUHP dan UU ITE beserta perubahannya, pasal ujaran kebencian juga diatur di dalam UU 40/2008. Di dalam Pasal 4 huruf b UU 40/2008 diterangkan bahwatindakan diskriminatif ras dan etnis berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:
membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain;
mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.
Perlu dicatat, menurut hemat kami, perbuatan dalam Pasal 4 huruf b angka 1, 2, dan 3 UU 40/2008 termasuk ke dalam ujaran kebencian, kecuali pada angka 4.
Adapun, menurut Pasal 16 UU 40/2008 sanksi pidana terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf b angka 1, 2, dan 3 adalah dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
Contoh Ujaran Kebencian
Mengenai contoh ujaran kebencian, dapat Anda simak dalam Putusan PN Stabat No. 451/Pid.Sus/2021/PN Stb. Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana diatur di dalam Pasal 16 jo. Pasal 4 huruf b ayat (2) UU 40/2008 dengan pidana penjara selama 1 bulan, dengan masa percobaan selama 3 bulan (hal. 28).
Hal ini karena terdakwa terbukti mengatakan “Hai Cina anjing, kontol, Cina pukimak” kepada saksi korban sebab emosi karena merasa keinginan terdakwa selaku kepala desa mewakili masyarakat tidak ditanggapi oleh saksi korban (hal. 25).
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Ahmad Budiman. Ujaran Kebencian dalam Perkembangan Demokrasi di Indonesia. Info Singkat: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI. Vol. XV, No. 8/II/PAK/April/2023;
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor, 1991;
Ujaran kebencian, yang diakses pada Selasa, 20 Februari 2024, pukul 18.09 WIB.
[1] Ahmad Budiman. Ujaran Kebencian dalam Perkembangan Demokrasi di Indonesia. Info Singkat: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI. Vol. XV, No. 8/II/PAK/April/2023,hal. 2
[2] Ahmad Budiman. Ujaran Kebencian dalam Perkembangan Demokrasi di Indonesia. Info Singkat: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI. Vol. XV, No. 8/II/PAK/April/2023,hal. 2
[3] Ahmad Budiman. Ujaran Kebencian dalam Perkembangan Demokrasi di Indonesia. Info Singkat: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian DPR RI. Vol. XV, No. 8/II/PAK/April/2023,hal. 2