Saya mau bertanya tentang kepastian mengenai siapakah yang dapat dinyatakan secara sah sebagai pemegang hak cipta. Jika kita lihat di bagian penjelasan UU no.19/2002, Pasal 5 (2) dan 35 (4), maka secara awam dapat disimpulkan bahwa kita tidak perlu "capek-capek" mendaftarkan ciptaan kita, karena tetap terlindungi. Apakah pengertian awam ini benar atau tidak? Mohon penjelasan, terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Dapat dipahami bahwa pencatatan hak cipta memang bukan suatu keharusan bagi pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait karena baik ciptaan yang sudah tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi.
Namun demikian apabila terjadi suatu perselisihan/persengketaan/klaim antara dua belah pihak yang menyatakan bahwa masing-masing dari mereka itu adalah pemegang hak cipta atas suatu ciptaan, maka pencatatan atas ciptaan yang dilakukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau kuasanya dapat menjadi suatu alat bukti yang kuat di depan persidangan yang sekaligus juga menjadi suatu bahan pertimbangan bagi Hakim untuk menentukan siapa pemegang hak cipta yang sah.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “pemegang hak cipta” yang dibuat oleh Bung Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 29 Oktober 2003.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1]
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.[2]
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, maka pemahaman mengenai pemegang Hak Cipta yang dinyatakan secara sah dapat disimpulkan dari Pasal 1 angka 4 UUHCyang menyatakan bahwa:
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebutsecara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima haktersebut secara sah.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.[3]
Selanjutnya sehubungan dengan pemahaman awam mengenai sebenarnya kita tidak perlu capek-capek mendaftarkan ciptaan kita, karena tetap dilindungi adalah tidak benar.
Pertama perlu diluruskan bahwa dalam ranah hak cipta, frasa yang digunakan bukanlah pendaftaran, melainkan pencatatan.
Dalam Pasal 64 ayat (2) UUHC disebutkan sebagai berikut:
Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait.
Dapat dipahami bahwa pencatatan hak cipta memang bukan suatu keharusan bagi pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait karena baik ciptaan yang sudah tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi.[4] Namun demikian apabila terjadi suatu perselisihan/persengketaan/klaim antara dua belah pihak yang menyatakan bahwa masing-masing dari mereka itu adalah pemegang hak cipta atas suatu ciptaan, maka pencatatan atas ciptaan yang dilakukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau kuasanya dapat menjadi suatu alat bukti yang kuat di depan persidangan yang sekaligus juga menjadi suatu bahan pertimbangan bagi Hakim untuk menentukan siapa pemegang hak cipta yang sah.
Sebagai informasi tambahan, kekuatan hukum pencatatan ciptaan dan produk hak terkait hapus karena:[5]
permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta, pemegang Hak Cipta, atau pemilik hak terkait;
lampaunya waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 61 UUHC;
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembatalan pencatatan Ciptaan atau produk hak terkait; atau
melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, atau peraturan perundang-undangan yang penghapusannya dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.[6]