KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Mengembalikan Uang Suap Menghapus Tuntutan Pidana?

Share
Pidana

Apakah Mengembalikan Uang Suap Menghapus Tuntutan Pidana?

Apakah Mengembalikan Uang Suap Menghapus Tuntutan Pidana?
Manertiur Meilina Lubis, S.H., M.H. NKHP Law Firm

Bacaan 10 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya jika saya menerima uang suap tetapi setelah ada isu tentang suap tersebut uang itu saya kembalikan kepada jaksa dengan cara saya datang sendiri tanpa adanya panggilan?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Suap adalah pemberian atau janji kepada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri yang berhubungan dengan jabatannya. Ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana suap menyuap diatur di dalam UU 11/1980 dan UU 20/2001.

    Namun, jika terlanjur telah menerima suap, apakah dengan mengembalikan uang suap, penerima suap bebas dari pidana?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    KLINIK TERKAIT

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Mengembalikan Uang Suap yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H.Ā dan pertama kali dipublikasikan pada 11 Maret 2011.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata ā€“ mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatĀ Pernyataan PenyangkalanĀ selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganĀ Konsultan Mitra Justika.

    Tindak Pidana Suap

    Apa yang dimaksud dengan suap? Secara konseptual, arti suap adalah pemberian atau janji kepada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri yang berhubungan dengan jabatannya.[1]

    Dalam tindak pidana suap, terdapat kehendak pemberi dan penerima suap untuk melakukan suap menyuap. Sehingga, baik pemberi dan penerima suap dapat dijerat hukum, karena adanya niat jahat (mens rea) untuk melakukan perbuatan terlarang sebelum suap dilakukan.

    Adapun, subjek pemberi suap adalah setiap orang atau siapa saja. Sedangkan subjek penerima suap adalah seseorang yang memiliki kedudukan/kekuasaan tertentu seperti penyelenggara negara, pegawai negeri, hakim dan advokat.

    Secara hukum, definisi suap menurut undang-undang dapat ditemukan di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU 11/1980 yang berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 2

    Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

    Pasal 3

    Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwaĀ pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalamĀ tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum,Ā dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).

    Adapun, yang dimaksud dengan ā€œkewenangan atau kewajibannyaā€, dalam pasal tersebut termasuk kewenangan dan kewajiban yang telah ditentukan oleh kode etik profesi atau yang ditentukan oleh organisasi masing-masing.[2]

    Selanjutnya, apabila subjek penerima suap merupakan penyelenggara negara atau pegawai negeri, maka termasuk ke dalam tindak pidana korupsi. Hal ini diatur di dalam pasal suap menyuap yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf a, b danayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a, b dan ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a sampai dengan huruf d, dan Pasal 13Ā UU 20/2001.[3]

    Adapun, unsur-unsur tindak pidana korupsi yang terkait dengan suap menyuap, kami rangkum sebagai berikut:[4]

    1. Setiap orang;
    2. Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu;
    3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
    4. Menerima pemberian, hadiah atau janji;
    5. Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan, atau tidak dilakukan dalam jabatannya;
    6. Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut;
    7. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

    Apakah Mengembalikan Uang Suap Menghapus Tuntutan Pidana?

    Menjawab pertanyaan Anda mengenai hukumnya mengembalikan uang suap oleh penerima suap, baik yang sudah diproses oleh hukum maupun yang belum, pada dasarnya tidak dapat menjadi alasan penghapus pidana. Dengan kata lain, mengembalikan uang suap tidak dapat dijadikan dasar bagi pelaku untuk terlepas dari jerat hukum. Apa alasannya?

    Dalam doktrin hukum pidana, alasan penghapus pidana terbagi atas dasar pembenar (rechtsvaardigingsgronden) dan pemaaf (schulduitsluitingsgronden). Apabila terdapat dasar pembenar, maka suatu perbuatan kehilangan sifat melawan hukumnya, sehingga pembuatnya tidak dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana. Sementara, alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan pelaku, namun perbuatannya tetap melawan hukum.

    Lebih lanjut, Adami Chazawi merumuskan dasar penghapus pidana dalam KUHP lama yang masih berlaku saat artikel ini diterbitkan sebagai berikut:[5]

    Alasan Pembenar

    Alasan Pemaaf

    Adanya daya paksa (Pasal 48 KUHP)

    Ketidakmampuan bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP)

    Adanya pembelaan terpaksa (Pasal 49 ayat (1) KUHP)

    Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 ayat (2) KUHP)

    Sebab menjalankan perintah undangā€“undang (Pasal 50 KUHP)

    Hal menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan iktikad baik (Pasal 51 ayat (2) KUHP)

    Sebab menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1))

    Ā 

    Adapun, alasan penghapus pidana juga diatur dalam KUHP baru yaitu UU 1/2023Ā yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan[6] yaitu tahun 2026 sebagai berikut:

    Alasan Pembenar

    Alasan Pemaaf

    Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 31 UU 1/2023)

    Anak belum berumur 12 tahun (Pasal 40 UU 1/2023)

    Melaksanakan perintah jabatan dari pejabat berwenang (Pasal 32 UU 1/2023)

    Dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan (Pasal 42 huruf aUU 1/2023)

    Keadaan darurat (Pasal 33 UU 1/2023)

    Dipaksa oleh ancaman, tekanan, atau kekuatan yang tidak dapat dihindari (Pasal 42 huruf bUU 1/2023)

    Pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain (Pasal 34 UU 1/2023)

    Pembelaan terpaksa yang melampaui batas karena keguncangan jiwa yang hebat (Pasal 43UU 1/2023)

    Ketiadaan sifat melawan hukum (Pasal 35 UU 1/2023)

    Perintah jabatan tanpa wewenang tidak menghapus pidana, kecuali diperintahkan dengan iktikad baik mengira bahwa perintah tersebut diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya, termasuk dalam lingkup pekerjaannya (Pasal 44UU 1/2023)

    Baca juga: Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa sebagai Alasan Penghapus Pidana

    Berdasarkan penjelasan mengenai alasan penghapus pidana di atas, menurut pendapat kami, tidak terdapat satupun alasan penghapus pidana pada tindakan pengembalian uang suap dalam tindak pidana suap menyuap. Hal ini karena tujuan pemberi suap memberikan hadiah kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah agar penerima suap melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

    Dengan kata lain, pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut tetap dianggap korupsi karena hadiah atau janji yang diterimanya ditujukan agar yang bersangkutan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.

    Selain itu, sudah sepatutnya penerima suap mengetahui sumber uang atau hadiah tersebut. Menurut hemat kami, dengan Anda mengembalikan uang suap tersebut justru membuktikan bahwa Anda telah menerima suap. Hal ini justru akan mempermudah penyidik untuk memproses kasus tersebut.

    Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa pengembalian uang suap oleh penerima suap tidak dapat menghapus tindak pidana atau jerat hukum bagi pelaku suap. Namun, iktikad baik Anda untuk mengembalikan uang suap tersebut patut diapresiasi, karena akan mempermudah penyidik dalam memproses perkara suap tersebut.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    DASAR HUKUM

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap
    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    REFERENSI

    1. Adami Chazawi. Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2009;
    2. Ali Mahrus dan Yuherawan Bagus Setya Deni. Delik-Delik Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika, 2020;
    3. KPK.Ā Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006.

    [1] Mahrus Ali dan Deni Setya Bagus Yuherawan. Delik-Delik Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika, 2020, hal. 102

    [2] Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap

    [3] KPK. Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, hal. 16

    [4] Lihat KPK. Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, hal. 26 ā€“ 51

    [5] Adami Chazawi. Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2009, hal. 19 ā€“ 20.

    [6] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda