Apa sebab peninjauan kembali dalam perkara pidana dapat dilakukan berkali-kali tanpa batas waktu? Dan apa dasar alasan yang terkuat sehingga peninjauan kembali tetap berlaku tanpa batas waktu?
Mahkamah Konstitusi (MK) pernah membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang membatasi pengajuan PK hanya satu kali yang dimohonkan mantan ketua KPK Antasari Azhar beserta istri dan anaknya sehingga PK dapat dilakukan berkali-kali.
Namun, Mahkamah Agung (MA) akhirnya menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana, yang mengatur bahwa PK hanya bisa dilakukan satu kali. SEMA ini sekaligus mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya, MA telah mengukuhkan bahwa PK hanya dapat dilakukan satu kali.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
“MA bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.“
Namun, kami meluruskan pula di sini bahwa kini PK hanya dapat dilakukan sekali, bukan berkali-kali seperti yang Anda sebutkan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
“Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.”
Memang, Mahkamah Konstitusi (“MK”) pernah membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang membatasi pengajuan PK hanya satu kali yang dimohonkan mantan ketua KPK Antasari Azhar beserta istri dan anaknya sehingga PK dapat dilakukan berkali-kali.
Adapun yang menjadi alasan bagi MK untuk membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP) itu antara lain yaitu (baca artikel MK Batalkan Aturan PK Hanya Sekali):
1.Dengan dalih keadilan, MK membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang membatasi pengajuan PK hanya satu kali.
2.MK berpendapat upaya hukum luar biasa PK secara historis-filosofis merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana.
3.Upaya hukum luar biasa bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materiil. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi upaya hukum luar biasa (PK) hanya dapat diajukan satu kali. Mungkin saja setelah diajukannya PK dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial baru ditemukan saat PK sebelumnya belum ditemukan.
4.Syarat dapat ditempuhnya upaya hukum luar biasa adalah sangat materiil atau syarat yang sangat mendasar terkait kebenaran dan keadilan dalam proses peradilan pidana seperti ditentukan Pasal 263 ayat (2) KUHAP.
5.PK sebagai upaya hukum luar biasa yang diatur dalam KUHAP haruslah dalam kerangka yang demikian, yakni untuk menegakkan hukum dan keadilan. MK menegaskan upaya pencapaian kepastian hukum sangat layak dibatasi. Namun, tak demikian upaya pencapaian keadilan. Sebab, keadilan kebutuhan manusia yang sangat mendasar lebih mendasar daripada kepastian hukum.
Namun, di penghujung akhir tahun kemarin, Mahkamah Agung (“MA”) akhirnya menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana, yang mengatur bahwa PK hanya bisa dilakukan satu kali. SEMA ini sekaligus mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Pertimbangan MA saat itu adalah ketentuan yang melarang PK lebih dari sekali tidak hanya terdapat di KUHAP yang pasalnya sudah dibatalkan MK. Tetapi juga di peraturan lain seperti UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung. Meski demikian, MA mengakui PK dapat diajukan lebih dari sekali apabila ada dua atau lebih putusan PK yang isinya saling bertentangan atas obyek perkara yang sama. Selengkapnya silakan baca MA Kukuhkan PK Hanya Sekali.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, kini PK dalam perkara pidana tidak dapat dilakukan berkali-kali seperti yang Anda katakan.