Hakim yang Lakukan Tindak Pidana Tidak Perlu Diperiksa Majelis Kehormatan
Berita

Hakim yang Lakukan Tindak Pidana Tidak Perlu Diperiksa Majelis Kehormatan

Hakim yang diduga melakukan tindak pidana, diusulkan agar tidak perlu lagi diperiksa oleh Majelis Kehormatan Hakim. Mereka cukup diperiksa oleh polisi sebagai penyidik, dan menjalani proses hukum seperti pelaku tindak pidana lainnya.

Nay
Bacaan 2 Menit
Hakim yang Lakukan Tindak Pidana Tidak Perlu Diperiksa Majelis Kehormatan
Hukumonline

 

Bagir beralasan, selama ini toh hasil penyidikan majelis kehormatan tidak dapat digunakan karena mereka bukan penyidik. Apalagi, hakim bukan penyidik dan tidak terlatih untuk menyelidiki apakah seseorang melakukan tindak pidana. Hakim hanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam sidang pengadilan.

 

Alasan lain, pemeriksaan oleh polisi dianggap akan lebih netral. Pasalnya, menurut Bagir, Majelis Kehormatan Hakim selama ini selalu di cap melindungi korpsnya jika menyatakan tidak terjadi tindak pidana yang dituduhkan. "Padahal memang tidak ketemu. Kalau diserahkan pada polisi, kalau polisi mengatakan tidak ketemu, mau apa lagi, ya sudah,"cetusnya.

 

Namun, Bagir menambahkan usulan ini baru sebatas wacana dan masih akan dibicarakan lebih lanjut. Belum ada rencana apakah usulan itu akan ditindaklanjuti dengan mengeluarkan Surat Edaran MA atau peraturan lainnya.

 

Tinggal memecat

Praktisi hukum yang juga pengamat peradilan, Benny K Harman, menyambut baik usul Bagir ini. Menurut Benny, memang sudah seharusnya hakim yang melakukan tindak pidana diperiksa oleh polisi saja.

 

"Itu yang benar. Siapa pun yang melakukan tindak pidana memang harus ditangani oleh lembaga yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan, yaitu polisi," ujarnya. "Yang terjadi selama ini adalah penyimpangan. Maka orang maling, orang bikin pemalsuan dibawa ke majelis etik,"tukasnya lagi.

 

Benny berpendapat, selama ini Majelis Kehormatan Profesi hanya melindungi hakim-hakim yang kotor. Karena itu, pemeriksaan cukup dilakukan oleh polisi, dan jika hakim itu terbukti bersalah, maka majelis kehormatan tinggal memecat yang bersangkutan. Namun, menurut Benny, selama hakim itu menjalani pemeriksaan, ia harus diberhentikan sementara sampai kasusnya selesai diperiksa.

 

Alasan pemberhentian

Pasal 20 UU No 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyatakan ada beberapa alasan yang menyebabkan hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya. Yaitu, dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, melakukan perbuatan tercela, terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya, melanggar sumpah atau janji jabatan dan merangkap jabatan lain.

 

Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat yang disebabkan alasan-alasan selain dipidana, dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.

 

Selama ini, beberapa hakim yang diduga melakukan tindak pidana, selain diperiksa oleh polisi, juga diperiksa oleh majelis kehormatan hakim. Misalnya, dugaan suap terhadap tiga hakim yang menangani kasus kepailitan Manulife. Dalam kasus itu, majelis kehormatan menyatakan hakim yang diperiksa tidak terbukti melakukan perbuatan tercela.

 

Sementara, polisi yang memeriksa ketiga hakim itu mengeluarkan SP-3 terhadap kasus penyuapan tersebut. Hal yang sama terjadi pada kasus dugaan penyuapan terhadap hakim Torang Tampubolon. Polisi juga mengeluarkan SP-3 terhadap kasus penyuapan itu.

Demikian usulan yang dikemukakan oleh ketua MA, Bagir Manan ketika menjelaskan mengenai cetak biru (blueprint) Pembaruan Peradilan di Gedung MA, Kamis (9/10). Menurut Bagir, majelis kehormatan sebenarnya hanya untuk memeriksa masalah etik dan standar profesi saja. "Tapi kalau sudah jelas melakukan suap, itu langsung ke penyidik saja," ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: