Djoko Tjandra Berniat Ajukan PK di Atas PK
Utama

Djoko Tjandra Berniat Ajukan PK di Atas PK

Pengacara Djoko Tjandra menganggap kliennya masih memiliki hak untuk mengajukan PK sesuai ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Apakah PK Jaksa dapat menganulir hak PK terpidana ataupun ahli warisnya?

Nov/Rfq/Ali
Bacaan 2 Menit
Djoko Tjandra Berniat Ajukan PK di Atas PK
Hukumonline

 

Oleh karena itu, OC akan menempatkan dua dissenting opinion dan pendapat-pendapat beberapa ahli hukum dari Belanda ini sebagai dasar PK. Bukan hanya itu, tidak dimasukannya kontra memori PK dalam pertimbangan hakim, menurutnya dapat dikategorikan sebagai penggelapan fakta hukum. Mestinya kan membaca memori PK, dan kontra memori PK, dan kita lihat pertimbangannya bagaimana. Saya bikin kontra memori PK, sama sekali nggak dibaca, sama sekali nggak ada dalam pertimbangan, tukasnya.

 

Namun, Jasman mempertanyakan langkah OC untuk melakukan PK. Boleh-boleh saja mengajukan PK, tapi terhadap putusan yang mana? Kalau terhadap putusan PK tidak dapat dilakukan PK. Itu diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman, jelasnya.

 

Tidak menganulir hak terpidana

Di lain pihak, Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, menegaskan PK yang diajukan Jaksa tidak serta merta menggugurkan hak terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan PK. Adanya pengajuan PK kembali atas putusan PK yang diajukan oleh Jaksa, menurutnya adalah konsekuensi. Karena, kalau sampai hak terpidana gugur karena Jaksa sudah mengajukan PK terlebih dulu, bisa-bisa PK tersebut disalahgunakan Jaksa. Bisa saja Jaksa mengajukan PK asal-asalan supaya menggugurkan hak terpidana, tukasnya.

 

Lagipula, hak mengajukan PK ini sebenarnya adalah upaya hukum yang disiapkan bagi terpidana. Dan itu tertera jelas dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Namun, lanjut Arsil, majelis PK terkadang memiliki pertimbangan lain. Dalam Pasal 23 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dikatakan bahwa, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Majelis PK menerjemahkan rumusan pihak-pihak yang bersangkutan ini sebagai terpidana dan Jaksa.

 

Tidak hanya itu, Arsil menambahkan, ternyata KUHAP dan UU No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer ternyata juga secara implisit menyebutkan hak Jaksa untuk mengajukan PK. Mari kita lihat rumusannya. Pasal 263 ayat (3) KUHAP, menyatakan atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. Kemudian, Pasal 248 ayat (3) UU Peradilan Militer memperjelas dengan menambahkan oditur dalam rumusan yang serupa dengan Pasal 263 ayat (3) KUHAP.

 

Dari rumusan Pasal 263 ayat (3) KUHAP, kata Arsil, tersurat bahwa pihak yang dimaksud dapat mengajukan PK adalah Jaksa. Karena tidak mungkin itu dilakukan terpidana. Dan rumusan ini lebih terang lagi apabila membuka Pasal 248 ayat (3) UU Peradilan Militer. Di situ jelas. Karena disisipkan kata oditur', tuturnya.

 

Namun demikian, Arsil tetap menganggap pengajuan PK pada dasarnya diperuntukkan bagi terpidana. Coba tengok Pasal 84 Statute of International Criminal Court yang pada pokoknya menyatakan, 1. The convicted person or, after death, spouses, children, parents, or one person alive at the time of the accused's death who has been given express written instructions from the accused to bring such a claim or the prosecutor on the person's behalf, may apply to the Chamber to revise the final judgment of conviction or sentence on the grounds that����.

 

Menurut Arsil, memang terpidana dan Jaksa memiliki hak untuk mengajukan PK, tetapi rumusan tersebut harus dilihat secara menyeluruh. Kata-kata ...on the person�s behalf, harus diartikan bahwa kewenangan PK oleh Jaksa dimungkinkan, tapi demi kepentingan terpidana itu sendiri. Misalnya, pembunuh setelah divonis inkracht, lalu beberapa tahun kemudian terungkap bahwa pembunuhnya bukan dia. Jaksa harus mengajukan PK untuk meminta si terpidana ini bebas, Arsil mencontohkan.  

 

Eksekusi uang Djoko

Terlepas dari perdebatan PK di atas PK. Kejaksaan Agung juga tengah mengupayakan eksekusi uang Djoko yang tersimpan di Bank Permata. Ketua Mahkamah Agung Arifin Tumpa menyerahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan. Lantaran putusan telah mengikat dan berkekuatan hukum tetap, Kejaksaan (selaku eksekutor-red) wajib melaksanakan putusan PK ini. Itu urusan jaksa, putusan itu mengikat. Siapapun harus melaksanakan putusan itu, katanya.

 

Untuk itu, Kejaksaan sudah melakukan penjajakan sejak April lalu. Namun, karena baru sekarang putusan Djoko berkekuatan hukum tetap, maka barang bukti yang tersimpan di Bank Permata itu akan dirampas untuk negara. Apabila, Bank Permata menghalangi eksekusi, maka bank tersebut akan dikenakan Pasal 8 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Permata tidak mau, kan ada Pasal 8, ujar Marwan Effendy, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung.

 

Pasal 8 yang dimaksud Marwan mengancam setiap orang yang melakukan penggelapan uang sebagaimana diatur Pasal 415 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda dengan kisaran Rp150 juta hingga Rp750 juta.

Keberadaan Direktur Utama (Dirut) PT Era Giat Prima (EGP) Djoko Tjandra akhirnya sudah diketahui. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), M Jasman Panjaitan mengatakan terpidana kasus suap dalam pencairan piutang Bank Bali ini telah melancong ke Papua Nugini sejak 10 Juni lalu bersama kedua temannya berinisial IG dan HS, dengan menggunakan pesawat carteran CL 604.

 

Atas informasi yang diberikan pihak imigrasi, Kejagung sedikit mendapat titik terang mengenai keberadaan Djoko. Seperti diketahui, Kejaksaan telah mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan kasasi yang memvonis bebas Djoko. Dan ternyata, majelis PK mengabulkan permohonan Kejaksaan, sehingga Djoko divonis dua tahun penjara dan denda Rp15 juta subsidair tiga bulan kurungan.

 

Sayang, ketika salinan putusan sudah dikantongi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan eksekusi akan dilakukan, Djoko menghilang, sampai akhirnya ditemukan di Papua Nugini. Jasman mengaku pihaknya sedang mengupayakan pengembalian Djoko ke Indonesia. Hal ini dilakukan agar Djoko dapat segera dieksekusi. Sementara pengacara Djoko, OC Kaligis mengatakan bahwa kliennya adalah orang yang patuh hukum. Ia juga berharap Djoko cepat kembali agar permasalahan cepat selesai. Bukan hanya itu, pengacara senior ini juga ingin Djoko cepat kembali karena ingin membicarakan langkah hukum selanjutnya.

 

OC menegaskan bahwa pihaknya akan mengajukan PK terhadap putusan PK Djoko. Apabila mengacu pada Pasal 263 ayat (1) KUHAP, yang diberikan hak untuk mengajukan PK adalah terpidana ataupun ahli warisnya. Oleh karena itu, OC menganggap hak Djoko untuk melakukan PK belum dipergunakan. Sehingga, setelah ada pembicaraan dengan kliennya, OC akan mengajukan PK. Tentu saya akan PK. PK itu kan hak terpidana, kita belum pernah mengajukan PK, katanya.

 

Menurut OC, putusan hakim bertentangan dengan doktrin hukum beberapa ahli dari Belanda -Van Hammel, Simon, dan Van Vollenhoven- yang menyatakan apa yang sudah jelas, tidak bisa ditafsirkan lagi. Dalam arti, bahwa Pasal 263 ayat (1) KUHAP sudah jelas mengatur bahwa yang berhak mengajukan PK hanyalah terpidana dan ahli warisnya. Buktinya, ada dua dissenting opinion dari majelis PK. Kalau tidak salah itu Suhardi dan ibu Komariah. Dia bilang kalau lihat sejarah pembentukan Pasal 263 ayat (1) KUHAP, itu kan selalu pembelaan, replik, duplik. Kita selalu yang terakhir. Kesempatan terakhir ada pada terdakwa karena dialah yang dirampas kemerdekaannya. Sehingga, PK itu menjadi hak dari terpidana, terangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: