Indonesia Urutan ke-12 Pembajak Software Terbesar
Berita

Indonesia Urutan ke-12 Pembajak Software Terbesar

Masalah HKI tak kunjung selesai. Butuh kesadaran setiap orang untuk menghargai sebuah karya cipta. Wacana pembentuan arbitrase dan pengadilan khusus hak atas kekayaan intelektual pun menyeruak.

Sut
Bacaan 2 Menit
Indonesia Urutan ke-12 Pembajak <i>Software</i> Terbesar
Hukumonline

 

Kasus pembajakan seperti inilah yang menyebabkan Indonesia masuk dalam jajaran pembajak software terbesar di dunia. Berdasarkan survei tahunan International Data Corporation (IDC) dan BSA, angka pembajakan software di Indonesia mencapai 84 persen pada 2007.

 

Angka itu menempatkan Indonesia pada urutan ke-12 dari 108 negara pelanggar terberat kasus pembajakan software. Meski demikian posisi Indonesia ini menunjukan perbaikan dibanding tahun sebelumnya. Pada 2006, Indonesia menempati urutan ke-8 dengan angka pembajakan software sebesar 85 persen.

 

Jika Indonesia mampu menekan angka pembajakan hingga 10 persen, maka berdasarkan penelitian itu IDC dan BSA, negeri ini bisa menyediakan 2.200 lapangan pekerjaan baru, menghasilkan AS$1,8 miliar pertumbuhan ekonomi dan AS$88 juta pendapatan pajak pada 2011.

 

Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, Andi Noorsaman Sommeng mengatakan industri kreatif menyumbang rata-rata 6,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sepanjang 2002-2006.

 

Berdasarkan penelitian Departemen Perdagangan tahun 2007, produktivitas pekerja industri kreatif selama 2002-2006 mencapai Rp19,5 juta. Besaran ini melebihi produktivitas nasional rata-rata, yang hanya mencapai kurang dari Rp18 juta. Industri fashion dan kerajinan tangan memiliki kontribusi paling besar, ujar Andi Noorsaman Sommeng dalam pidato pembukaan pada lokakarya jurnalis tentang Hak Kekayaan Intelektual di Jakarta, Rabu (18/3).

 

Sementara Sekretaris Umum Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia (IIPS) Henry Soelistyo Budi, mengatakan salah satu yang bisa mendorong pertumbuhan industri kreatif adalah perlunya kesadaran publik akan pentingnya perlindungan hak atas kekayaan intelektual.

 

Arbitrase dan Pengadilan HKI

Di samping itu, dibutuhkan adanya penegakan hukum yang lebih konsisten, transparan, peningkatan kapasitas penegak hukum, serta percepatan proses yudisial yang akan mendorong masyarakat dalam berinovasi. Juga akan lebih berguna jika dibentuk sebuah pengadilan kekayaan intelektual di tingkat provinsi atau minimal di kota-kota besar, usul Henry.

 

Pengadilan khusus HKI? Ya, wacana itulah yang sedang menyeruak di kalangan pemerhati HKI. Praktisi dan juga lawyer yang kerap menangani masalah HKI, Justisiari P. Kusumah, mengatakan wacana pembentukan pengadilan HKI dilatarbelakangi masalah seringnya hakim-hakim yang berpengalaman menangani kasus HKI, di mutasi ke daerah lain. Kalau ada pengadilan khusus HKI, ini bisa menjadi tempat dimana the right man on the right place, kata partner pada kantor pengacara Soemadipraja & Taher ini kepada hukumonline.

 

Tapi sepertinya wacana ini jauh dari harapan. Pasalnya, sengketa HKI sudah ada tempatnya yakni Pengadilan Niaga yang tersebar di lima kota besar di Indonesia, Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya dan Makassar. Namun masalahnya memang seperti dikemukakan Justisiari, dimana hakim yang sudah berpengalaman menanganai kasus HKI, harus rela dimutasi ke pengadilan lain, demi menjalani sebuah sistem.

 

Wacana lain yang lebih masuk akal adalah pembentukan arbitrase yang khusus menangani sengketa HKI. Justisiari mengatakan pembicaraan awal pembentukan lembaga arbitrase ini sudah dimulai. Sepertinya pembentukan arbitrase akan lebih cepat dan lebih mungkin, sebab lebih independen dan terpisah dari birokrasi, tegas Justisiari. Masalahnya, kata dia, meski sengketa HKI sudah dibawa ke arbitrase, namun para pihak kerap tidak puas dengan putusan arbitrase.

Indonesia bisa dikatakan surganya pembajakan perangkat lunak (software). Buktinya setiap orang bisa dengan mudah mendapatkan media optik seperti CD, VCD dan DVD bajakan. Bahkan bajak-membajak dalam industri kreatif di Indonesia sepertinya sudah hal yang biasa. Orang dengan mudah mengunduh sebuah lagu lewat internet.

 

Selasa lalu (17/3), Business Software Alliance (BSA) menemukan penggunaan software ilegal terbesar selama triwulan pertama di 2009 ini. Dari hasil temuan BSA, dua perusahaan besar di Jakarta, yakni PT IT dan PT VI, diduga mengggunakan software ilegal di 1.500 komputer yang bercokol kantor perusahaan tersebut.

 

Donny A. Sheyoputra, Perwakilan BSA, memperkirakan kerugian yang timbul dari pembajakan di PT IT sekitar AS$1 juta. Sedangkan dari PT VI diperkirakan sekitar AS$100.000. Lima software ilegal yang paling banyak dari dua kasus tersebut yakni Microsoft, Autodesk, Adobe, Symantec dan McAfee.

Tags: