Forum Zakat Desak DPR Bentuk Lembaga Zakat Independen
Berita

Forum Zakat Desak DPR Bentuk Lembaga Zakat Independen

Revisi UU Zakat diminta dipercepat. Kelak, akan dibentuk dua lembaga berbeda: regulator sekaligus pengawas, plus lembaga penghimpun dan pengelola zakat.

CRF
Bacaan 2 Menit
Forum Zakat Desak DPR Bentuk Lembaga Zakat Independen
Hukumonline

 

Sebagian anggota Komisi VIII DPR memberi apresiasi atas permintaan dan usulan FZ. Ketua Komisi, Hasrul Azwar, menegaskan bahwa pada prinsipnya Komisi setuju segera merevisi UU Zakat. Ada bebepara alasan. Pertama, masih terjadinya tumpang tindih kelembagaan khususnya dalam peran, fungsi dan tugas antara regulator, pengawas dengan operator.

 

Kedua, masih adanya kerancuan hubungan kelembagaan antara BAZ Nasional, BAZ Provinsi, kabupaten-kota, dan kecamatan. Ketiga, kedudukan BAZ daerah belum jelas, apakah berada di bawah BAZ Nasional, Departemen Agama, atau Pemerintah Daerah. Keempat, masih adanya kesan duplikasi tugas, fungsi dan peran antara BAZ dan LAZ. Kelima, belum ada koordinasi penghimpunan, pengelolaan, dan pendayagunaan zakat secara nasional.

 

Selain itu, keberadaan zakat masih sebatas pengurang penghasilan kena pajak. Demikian pula kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan kewajiban zakat masih terbatas. Belum lagi sosialisasi zakat ke seluruh komponen masyarakat yang masih minim. Dan tenaga penghimpun dan pengelola zakat yang belum profesional. Hal ini juga berkaitan erat dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat.

 

Beri Sanksi

Ahmad Juwaini menambahkan ada tiga alasan FZ menginginkan revisi UU Zakat segera dibahas. Pertama, adanya ketidakjelasan peran regulator, operator, koordinator dan pengawas dalam penataan kelembagaan zakat di Indonesia. Kedua, UU ini juga belum memuat instrumen penyadaran, dalam hal ini sanksi yang jelas bagi orang berzakat (muzakki) yang ingkar zakat. Ketiga, masih belum ditegaskannya zakat sebagai pengurang pajak (bukan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sebagaimana tercantum dalam UU No. 38 Tahun 1999).

 

Hal senada juga diamini Sri Adi Bramasetia. Sekretaris Jenderal FZ ini mengatakan ketidakjelasan dalam struktur atau pengelolaan zakat di Indonesia menjadi hal yang medorong supaya UU ini segera direvisi. Atau sekalian saja dibuatnya UU baru, tegasnya. Menurutnya, hal tersebut harus ada ketetapan hukum, kepastian hukum, dan regulasi yang kesemuanya bisa bersinergis, sehingga jelas dalam setiap tugas masing-masing.

 

Zakat merupakan entitas hukum penting yang seharusnya dikelola secara profesional. Masih Bram, upaya beri sanksi dalam UU Zakat diharapkan agar semua pihak memperhatikan masalah zakat. Walaupun dalam Islam tidak boleh ada paksaan, sanksi ini bukan termasuk paksaan. Hal ini hanya semacam reward dan punishment bagi orang-orang atau muzakki yang ingkar pada zakat. Sanksi ini bertujuan bukan untuk menakut-nakuti  tapi diharapkan untuk mendidik masyarakat supaya mereka punya perhatian yang lebih terhadap urgensi menunaikan zakat, karena keberkahannya sendiri akan mereka rasakan, tegasnya.

 

Pada 27 Agustus lalu, Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Circle of Information and Development (CID) dan FZ menyelenggarakan seminar yang membahas antara lain revisi UU No. 38 Tahun 1999.

 

Wadah perkumpulan lembaga-lembaga amil zakat, Forum Zakat (FZ), mendesak DPR khususnya Komisi VIII mempercepat pembahasan revisi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat. Desakan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat FZ dengan Komisi itu di Senayan, Senin (22/9) kemarin.

 

Insiden tewasnya 21 orang saat pembagian zakat di Pasuruan beberapa hari lalu perlu dijadikan momentum untuk menata ulang lembaga pengumpul dan pengelola zakat. Revisi payung hukum pengelolaan zakat menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus segera dilaksanakan.

 

Ahmad Juwaini, Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Republika mengatakan sedikitnya ada empat rekomendasi atau syarat yang harus dikembangkan oleh DPR terkait UU No. 38 Tahun 1999. Pertama, dalam pengaturan dan pengawasan pengelolaan zakat di Indonesia perlu ditangani oleh sebuah lembaga negara independen yang pembentukannya berdasarkan UU. Lembaga ini bisa berupa Badan Zakat Nasional (BZN).

 

Kedua, BZN berkantor di ibukota negara, dan dapat memiliki kantor wilayah di tingkat propinsi. Ketiga, BZN perlu difungsikan sebagai regulator dan pengawas perzakatan di Indonesia. Badan ini kelak merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan dan mengawasi peraturan perundang-undangan di bawah UU yang mengatur pengelolaan zakat. Menurut Juwaini, BZN juga berwenang dalam mengawasi kinerja organisasi pengelola zakat sehingga mampu mewujudkan optimalisasi tujuan zakat dan dapat dipercaya oleh masyarakat. BZN ini diharapkan terdiri dari Badan Amil Zakat (BAZ) yang selama ini sudah berjalan yang didirikan oleh pemerintah tegasnya.

 

Keempat, adanya operator (penghimpun dan pengelola zakat) dalam setiap menjalankan tugas-tugasnya, fungsi mana dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ). Menurut Juwaini, jika ada BAZ yang tetap ingin mengelola zakat, maka dia harus berubah menjadi LAZ. Perubahan ini demi menghindari terjadinya dikotomi antara LAZ dan BAZ. Yang ada hanya LAZ swasta dan LAZ pemerintah sebagaimana dalam dunia perbankan yang hanya mengenal bank swasta dan bank pemerintah, ujarnya.

Tags: