Tak Punya Uang, Buruh Belum Bisa Hadirkan Ahli
Berita

Tak Punya Uang, Buruh Belum Bisa Hadirkan Ahli

Ada sindiran yang menggambarkan: pendapat ahli seringkali tergantung pendapatan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Tak Punya Uang, Buruh Belum Bisa Hadirkan Ahli
Hukumonline

 

Hakim Konstitusi Harjono minta agar pemohon mencari bahan-bahan berupa tuisan seperti artikel, karya ilmiah, serta pendapat di koran, majalah atau jurnal yang mendukung permohonan pemohon. Anda bisa memfotokopi untuk dilampirkan sebagai bukti tambahan, katanya.

 

Usai persidangan, Sekjend FISBI M Hafidz mengungkapkan salah satu yang membuat mereka kesulitan mendapatkan ahli adalah bayaran yang relatif mahal. Toh, kata Hafidz, tidak semua ahli menolak menjadi ahli lantaran bayarannya kecil alias karena uang. Ada yang beralasan pada perkara uji UU Kepailitan sebelumnya, ahli tersebut telah menjadi ahli pemerintah, ujarnya tanpa menyebut ahli yang dimaksud. Meski begitu, Hafidz optimis dalam jangka waktu dua minggu ke depan, mereka akan memperoleh ahli.   

 

Takut ketagihan

Fenomena ini menjadi sebuah paradoks bagi buruh yang ingin memperjuangkan hak konstitusionalnya. Padahal di ruang sidang MK terpampang dengan jelas bahwa beracara di MK tanpa dipungut biaya. Memang untuk memanggil saksi atau ahli merupakan urusan sepenuhnya bagi pihak yang memanggil.

 

Secara terpisah, Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengakui bahwa keterbatan pemohon seperti yang dialami FISBI menjadi menarik. Hukum acara memang belum tersedia, ujarnya. Ini baik juga untuk dibahas, tambah Guru Besar HTN dari UI yang absen dalam persidangan ini.

 

Pasal 38 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 menegaskan bahwa saksi atau ahli yang dipanggil Mahkamah wajib hadir. Kalau tidak hadir, Mahkamah bisa meminta bantuan pihak kepolisian untuk menjalankan panggilan paksa. Surat panggilan sudah harus diterima ahli paling lambat tiga hari sebelum persidangan.

 

Namun, prakteknya, Jimly menjelaskan bahwa MK pernah menghadirkan ahli di persidangan dengan biaya dari kas MK sendiri. Kala itu masalahnya bukan pemohon tak ada dana, melainkan karena Mahkamah ingin mendengarkan keterangan ahli yang objektif. Kebetulan masing-masing ahli yang diajukan lebih menguatkan argumen pihak yang menghadirkan.

 

Hal inilah yang juga diminta FISBI. Mereka memohon kepada majelis hakim MK untuk dapat menghadirkan saksi atau ahli atas inisiatif MK sendiri mengingat keterbatasan pemohon dari sisi finansial.

 

Sayangnya, permintaan pemohon ini sepertinya tak akan diluluskan. Mukhtie menjelaskan, dalam setiap perkara, yang mempunyai tugas utama untuk membuktikan adalah pemohon. Jimly pun sependapat. Menurut Jimly sebaiknya pengadilan (mahkamah) jangan menanggung biaya menghadirkan ahli itu. Nanti jadi tuman lagi, ujarnya menghadirkan kasus ini menjadi preseden di kemudian hari. Sudah tanpa biaya perkara, minta dibiayai juga, candanya. 

 

Bila mendengarkan pendapat dua hakim konstitusi ini, tampaknya FISBI harus mencari solusi bagaimana menghadirkan ahli. Kualitas seorang ahli memang tak lepas dari fulus. Pendapatnya sesuai pendapatannya, sindir J.E. Sahetapy pakar Hukum Pidana dari Universitas Airlangga, dalam suatu kesempatan.

 

Sidang uji materi UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) yang mengagendakan mendengarkan keterangan ahli dari pemohon ditunda. Alasan penundaannya pun tak umum. Malah terkesan tragis. Pemohon, Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI), belum bisa menghadirkan seorang pun ahli. Serikat buruh ini terganjal masalah finansial. Ketua FISBI M. Komarudin membacakan sebuah surat untuk Mahkamah yang berisi keterbatasan mereka menghadirkan ahli.

 

Pemohon menyadari keterbatasan pemohon dari unsur serikat buruh yang tidak didukung secara finansial, ternyata menjadi salah satu faktor yang membuat pemohon mengalami kesulitan dalam menghadirkan saksi atau ahli, jelas Komarudin di MK, Kamis (6/3). Pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin menghubungi beberapa orang yang memenuhi kualifikasi sebagai seorang ahli terutama dari kalangan akademisi, namun hingga sidang digelar belum ada jawaban pasti.

 

Hakim Konstitusi Mukhtie Fadjar coba memahami keterbatasan yang diungkapkan pemohon. Ia menyarankan beberapa langkah yang bisa ditempuh oleh pemohon. Untuk 'menghemat biaya', yang hadir di persidangan tak musti fisik seorang ahli, melainkan keterangannya secara tertulis. Konsekuensinya adalah perbedaan kekuatan pembuktian antara keterangan ahli yang diungkapkan di persidangan dengan keterangan tertulis. Jelas, keterangan di depan sidang jauh lebih kuat karena sang ahli biasanya disumpah, dan para pihak bisa mengajukan pertanyaan tambahan.

 

Namun, lanjut Mukhtie, kalau masih harus membutuhkan biaya juga untuk sebuah keterangan tertulis, maka mahkamah akan mempertimbangkan keterangan ahli, pemerintah dan DPR pada uji materi UU Kepailitan perkara lain. Sebagai catatan, MK telah menguji empat kali UU Kepailitan.

Tags: