Pengusaha Ring Tone Praperadilankan Polri
Berita

Pengusaha Ring Tone Praperadilankan Polri

Sang pengusaha merasa sudah mengantongi izin dari pencipta lagu. Kuasa hukum pengusaha mencium adanya rekayasa barang bukti.

IHW
Bacaan 2 Menit
Pengusaha <i>Ring Tone</i> Praperadilankan Polri
Hukumonline

 

Kepada Hukumonline Mirzen menjelaskan bahwa Djoni menjalankan bisnisnya secara legal. Untuk menjalankan bisnisnya itu, ia mendapatkan sertifikat lisensi pengumuman musik dari Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), Mirzen menuturkan.

 

Di dalam sertifikat lisensi itu dijelaskan, Djoni diberikan hak untuk mengumumkan, menyiarkan atau memainkan musik. Di sisi lain, Djoni juga diwajibkan membayar sejumlah royalti kepada YKCI. Sampai April 2007, klien saya sudah membayarkan royalti sesuai dengan yang ditentukan YKCI sebesar Rp11 juta dan pajak sebesar 10 persen,  tambah Mirzen.

 

Bukti Permulaan Tidak cukup

Di sini Mirzen menilai Djoni telah didzolimi. Menurut Mirzen, mengacu pada ketentuan Pasal 17 KUHAP, disebutkan bahwa perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

 

Sementara merujuk pada penjelasan Pasal 17 KUHAP, disebutkan bahwa bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14 KUHAP.

 

Kepolisian jelas melanggar asas praduga tidak bersalah karena bukti yang dimiliki klien kami adalah bukti legal yang diterbitkan oleh YKCI sebagai instansi yang berwenang, beber Mirzen.

 

Meski begitu, ternyata kepolisian terus melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap tempat usaha Djoni. Belakangan, toko milik Djoni yang terletak di Tamini Square Jakarta Timur dan ITC Depok juga ikut disita. Untuk ITC Depok, pihak kepolisian bahkan belum menyampaikan surat tanda penerimaan penyitaan kepada keluarga Djoni maupun kuasa hukumnya.

 

Memaksa

Selain masalah prosedural penggeledahan dan penyitaan, permohonan praperadilan juga diajukan sebagai respon atas tindakan tidak profesional yang dilakukan oleh kepolisian. Kepolisian menyuruh anak buah Djoni untuk wajib lapor. Itu sih memang tidak masalah, jelasnya.

 

Menjadi masalah, lanjut Mirzen, ketika anak buah Djoni dipaksa untuk mempraktekkan cara download lagu dari internet ke komputer milik kepolisian. Parahnya lagi, pihak kepolisian juga memerintahkan paksa anak buah Djoni untuk memasukkan lagu-lagu ke handphone milik penyidik. Selain itu juga ke dalam  flash disc, Ipod dan CD kosong yang sudah disiapkan oleh kepolisian, ungkapnya.

 

Mirzen sendiri belum mengetahui secara pasti maksud dari kepolisian memaksa anak buah Djoni. Tidak tahu apakah untuk digunakan sendiri atau untuk memanipulasi barang bukti sehingga seolah-olah klien kami mendapatkan lagu-lagu itu secara ilegal, tebaknya.

 

Meski belum jelas motifnya, Mirzen menyesalkan tindakan kepolisian itu. Tindakan yang dilakukan petugas polisi itu telah menodai harkat dan martabat kepolisian Republik Indonesia, dimana semestinya polisi bisa menjadi teladan yang baik dan bermartabat dalam menegakkan hukum, kecamnya.

 

Ditemui usai persidangan, kuasa hukum Kapolri dan Kajati enggan berkomentar lebih jauh. Nanti saja tunggu jawaban dari kami, ujarnya singkat.

Bisnis nada sambung pribadi (ring back tone, RBT) maupun nada dering (ring tone) ternyata tidak semulus yang diduga. Keliru berhitung, bisa-bisa berurusan dengan hukum. Sebut saja perkara YKCI vs Telkomsel, atau Dodo Zakaria melawan Telkomsel. Belakangan, perkara hukum juga merembet ke tingkat pengusaha yang menawarkan jasa pengisian lagu ke telepon genggam.

 

Hal itu juga dirasakan Djoni Tan, seorang pengusaha di bidang download atau pengisian lagu ke dalam telepon genggam. Untuk melebarkan sayap bisnisnya, Djoni menggelar gerainya di sejumlah mall, yaitu ITC Roxi Mas, ITC Depok, Tamini Square dan Blok M Plaza. Meski tempat usahanya tersebar, namun ruang gerak Djoni terbatas. Ia hanya ‘bebas' bergerak di ruang tahanan Mabes Polri atas tuduhan pelanggaran hak cipta.

 

Belakangan, setelah didampingi advokat, Djoni baru mengetahui bahwa telah terjadi pelanggaran prosedur dalam proses hukum sehingga menyeret dirinya sebagai tersangka. Melalui kuasa hukumnya, Djoni pun mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kapolri cq Direktur Ekonomi dan Khusus (Direksus) Bareskrim Mabes Polri. Selain itu, Kajati DKI Jakarta cq Asisten Pidana Umum juga ditarik sebagai turut termohon. Sidang perdana perkara ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (2/1).

 

Perkara ini berawal ketika pada November 2007, tempat usaha Djoni di ITC Roxi Mas digeledah dan digerebek pihak kepolisian dari Direktorat Eksus Bareskrim Mabes Polri. Tak lama kemudian, giliran gerai di Blok M Plaza milik Djoni yang juga digeledah. Dari penggeledahan itu, kepolisian mengamankan sejumlah peralatan dan perlengkapan milik Djoni seperti perangkat komputer dan catatan hasil penjualan.

 

Mengetahui tokonya digeledah, Djoni pun menyambangi Mabes Polri untuk mengklarifikasi bahwa usahanya dijalankan secara legal, tidak melanggar hak cipta siapa pun. Namun, apa daya, Kepolisian akhirnya tetap memeriksa klien saya dan menetapkannya sebagai tersangka dalam tindak pidana pelanggaran hak cipta, ujar Mirzen, kuasa hukum Djoni.

Tags: