Lapindo: Lumpur Sidoarjo Tidak Mengandung B3
Berita

Lapindo: Lumpur Sidoarjo Tidak Mengandung B3

Lapindo merujuk pada hasil pemeriksaan laboratorium, dimana bahan kandungan yang terdapat di dalam lumpur Sidoarjo ternyata berada di bawah baku mutu yang ditentukan oleh peraturan perundangan.

IHW
Bacaan 2 Menit
Lapindo: Lumpur Sidoarjo Tidak Mengandung B3
Hukumonline

 

Selain itu, Chairil menduga pihak Lapindo akan berlindung di balik hasil pemeriksaan laboratorium untuk melepaskan tanggung jawab mutlak atas kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Pasalnya, mengacu pada ketentuan Pasal 35 UU No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa penanggung jawab usaha bertanggung jawab secara mutlak untuk membayarkan ganti rugi secara langsung dan seketika ketika terjadi pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.

 

Namun perlu diingat oleh tergugat bahwa tanggung jawab dalam konteks strict liability tidak hanya terbatas pada kegiatan yang menggunakan atau menghasilkan B3 saja. Tapi juga kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting bagi lingkungan hidup. Jadi, lumpur Lapindo yang sudah berdampak dahsyat pada lingkungan hidup sudah cukup menjadi dasar agar Lapindo melaksanakan strict liability-nya itu, beber Chairil.

 

Dana penanggulangan semburan lumpur

Dalam persidangan, Lapindo juga menyodorkan bukti mengenai laporan Dana Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo untuk periode 29 Mei 2006 sampai 31 Juli 2007. Laporan ini diaudit oleh Akuntan Publik Achmad, Rasyid, Hisbullah & Jerry, Jakarta.

 

Dengan bukti ini ditunjukkan bahwa untuk penanganan semburan lumpur Sidoarjo sampai dengan 31 Juli 2007, pihak Lapindo telah mengeluarkan dana sebesar AS$184,3 ribu atau setara dengan Rp1,69 trilyun. Ini memperlihatkan bahwa meskipun belum ada putusan pengadilan yang menyatakan pihak Lapindo bersalah. Namun, pihak Lapindo telah serius dalam menanggulangi masalah lumpur dan bersedia memberikan bantuan kepada masyarakat yang menjadi korban, ungkap Otto Bismarck, kuasa hukum Lapindo yang lain.

 

Disinggung mengenai dana yang telah dikeluarkan oleh Lapindo, Chairil menyatakan, itu adalah sebuah bentuk konsekuensi logis yang harus dibayarkan oleh Lapindo. Kendati demikian, Chairil meyakini, sejumlah dana yang sudah digelontorkan oleh Lapindo hanyalah suatu upaya yang sifatnya sporadis ketika menanggulangi masalah semburan lumpur ini.

 

Seharusnya mereka punya rencana yang lebih jelas, sehingga penyaluran dana ini adalah bentuk tanggung jawab mutlak Lapindoi, kata Chairil. Meski begitu, Chairil memandang, bukti tentang dana yang sudah dikeluarkan oleh Lapindo untuk menangani masalah sosial dan pengungsi akan lebih tepat jika diajukan dalam persidangan perkara serupa di PN Jakarta Pusat. Kalau diajukan di PN Jakarta Pusat yang sedang menangani class action masyarakat korban lumpur, tampaknya lebih tepat, tandasnya.

 

Sebagaimana diketahui, pertengahan Januari lalu, Walhi mengajukan gugatan seputar rusaknya kondisi lingkungan Porong, Sidoarjo Jawa Timur akibat semburan lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas. Dalam gugatan beregister 284/Pdt.G/2007/PN Jaksel itu, Walhi menyeret 12 pihak sebagai tergugat. Enam tergugat pertama adalah pihak swasta PT Lapindo Brantas Inc (Lapindo), PT Energi Mega Persada Tbk, Kalila Energy Ltd, Pan Asia Entreprise, PT Medco Energy Tbk dan Santos Asia Pacific Pty Ltd.

 

Sementara 6 tergugat berikutnya adalah pihak pemerintah, berturut-turut Presiden Republik Indonesia, Menteri Energi Sumber Daya Manusia, BP Migas, Meneg Lingkungan Hidup, Gubernur Provinsi Jawa Timur dan Bupati Kabupaten Sidoarjo. Sidang yang dipimpin oleh hakim Wahjono ini ditunda hingga tiga pekan mendatang.  

Sidang perkara gugatan perdata antara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melawan Lapindo Brantas dkk yang sudah memasuki tahap pembuktian, makin menghangat. Pada sidang sebelumnya pihak Lapindo mengajukan bukti yang menyebutkan bahwa lokasi pengeboran Sumur Banjar Panji tidak melanggar Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Sidoarjo.

 

Sedangkan pada persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (3/10), pihak Lapindo dan 11 tergugat lainnya kembali mengajukan bukti tertulis. Salah satu bukti yang disodorkan Lapindo adalah hasil pemeriksaan laboratorium atas kandungan lumpur.

 

Rahmi Laksmiati, kuasa hukum Lapindo, yang ditemui usai persidangan menyebutkan, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium atas kandungan lumpur dinyatakan bahwa tidak ada bahan berbahaya yang terkandung di dalam lumpur sidoarjo. Tidak tanggung-tanggung, Rahmi menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium dari tiga instansi yang berbeda.

 

Dari tiga laporan yang dibuat oleh PT Corelab Indonesia, PT Sucofindo dan Bogor Labs, semuanya menyebutkan 'relatif tidak berbahaya' atas kandungan lumpur, beber Rahmi. Lebih jauh Ia menyatakan, hasil pemeriksaan lab ternyata menunjukkan bahwa kandungan yang terdapat di dalam lumpur berada di bawah parameter baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 85 Tahun 1999 jo. PP No. 18 Tahun 1999 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

 

Dihubungi terpisah, kuasa hukum Walhi, Chairil Syah menilai alat bukti yang diajukan Lapindo itu hanya merupakan upaya untuk mengalihkan materi yang dipersoalkan di dalam gugatan. Itu hak mereka (tergugat, red). Tapi saya melihat ini hanya merupakan bentuk pengalihan persoalan saja, karena yang kami permasalahkan di dalam gugatan adalah mengenai kerusakan lingkungan yang diakibatkan lumpur. Terlepas apakah mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) atau tidak. terangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: