Meratakan Keadilan dengan Sidang Keliling
Peradilan Agama

Meratakan Keadilan dengan Sidang Keliling

Sidang keliling digelar di 75 kabupaten/kota. Bisa 'pinjam' Kantor Urusan Agama atau ruang Pengadilan Negeri. Biaya sidang keliling patungan, sebagian dari Pengadilan Agama dan sebagian lainnya dari pencari keadilan.

Her
Bacaan 2 Menit
Meratakan Keadilan dengan Sidang Keliling
Hukumonline

 

Berdasarkan profil Peradilan Agama 2005 yang dikeluarkan Badilag, ada 75 PA dan Mahkamah Syar'iyah yang menggelar sidang keliling. Jumlah tempat sidang mencapai 208, dengan total perkara 8.039.

 

Tak sulit bagi masyarakat untuk bisa sidang keliling. Untuk mendaftarkan perkara, masyarakat bisa menempuh dua cara. Selain bisa mendatangi PA secara langsung, masyarakat juga bisa mendaftar di KUA di kecamatan. Untuk cara yang kedua, berkas perkara pada akhirnya tetap dikirim ke PA setempat.

 

Setelah registrasi perkara beres, ketua PA menentukan majelis hakim. Berikutnya, tempat dan jadwal sidang ditetapkan. Pihak pengadilan menyiapkan tiga orang hakim, satu panitera pengganti, dan satu pegawai administrasi. Sidang pun digelar. Biasanya, ujar Farid, dalam tiga kali persidangan perkara-perkara itu bisa dituntaskan. Kebanyakan adalah perkara perkawinan yang meliputi perceraian, harta bersama, dan pengasuhan anak.

 

Bagaimana dengan biaya perkaranya? Patungan, kata Farid. Maksudnya, sebagian biaya sidang itu berasal dari PA sendiri dan sebagian dari pihak yang berperkara. Jadi, di samping membayar panjar biaya perkara, pencari keadilan harus menyisihkan beberapa ribu rupiah untuk keperluan sidang keliling. Namun Farid tak menyebut berapa angka persisnya.

 

Lima jaman

Tak banyak yang tahu, ternyata PA telah eksis di lima jaman. Mula-mula, saat kesultanan Islam masih menguasai nusantara, pembinaan PA dilakukan langsung oleh Sultan. Ini berlangsung hingga 1882. Lalu, sejak 19 Januari 1882 hingga 25 Maret 1946, pembinaan PA diambil alih Kementerian Kehakiman.

 

Berikutnya, mulai 26 Maret 1946 hingga 16 Desember 1970, Departemen Agama yang mendapat giliran mengasuh PA. Sejak saat itu hingga 30 Juni 2004, pembinaan PA dilakukan oleh dua instansi: secara organisasi, administrasi dan finansial oleh Depag dan secara teknis yustisial oleh MA. Terakhir, seluruh aspek PA dicakup MA, setelah terjadi penyatuan atap pada 30 Juni 2004.

 

Saat ini belum semua kabupaten/kota punya PA. Dari 418 daerah tingkat dua, baru terdapat 343 PA. Dengan demikian, masih ada 75 kabupaten/kota yang belum punya PA.

 

Di tingkat banding, belum semua propinsi punya PTA. Gedung PTA baru berdiri di 29 propinsi, dari total 34 propinsi. PTA Maluku Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo dan Banten belum lama ini diresmikan. Sementara propinsi seperti Bali dan Irian Barat hingga sekarang belum punya PTA.

 

Mudah-mudahan tak lama lagi PTA sudah ada di semua propinsi dan di semua kabupaten/kota ada PA, harap Farid. Jika harapan itu benar-benar terwujud, apakah berarti sidang keliling bakal tinggal cerita? Kita tunggu saja....

Dewi keadilan tidak duduk manis menunggu di ruang sidang. Ia ada di mana-mana, karena memang keadilan di manapun harus ditegakkan. Maka tak perlu heran jika Dewi Keadilan itu, oleh Pengadilan Agama (PA), diusung sampai ke pelosok kampung.

 

Karena itu, di PA ada sidang keliling, yaitu sidang yang tidak digelar di gedung PA layaknya sidang pada umumnya. Keadilan, dalam posisi demikian, perlu juga jemput bola agar masyarakat –terutama yang miskin dan terpencil—bisa turut serta.

 

Sekretaris Dirjen Badan Peradilan Agama MA, Farid Ismail, bertutur, PA menempuh sidang keliling untuk mempermudah masyarakat mendapatkan keadilan. Sidang keliling digelar di daerah yang pulaunya banyak seperti di Natuna Kepulauan Riau. Atau daerah yang luas tapi penduduknya terpencil-pencil seperti Brebes Jawa Tengah, ujarnya, pekan kemarin.

 

Masyarakat di daerah seperti itu, jelas Farid, punya banyak kendala untuk pergi ke PA yang terletak di ibu kota kabupaten. Kendala utama adalah biaya transportasi. Menyiasati hal itu, ketua PA bisa membuat kebijakan sidang keliling dengan ijin Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA).

 

Tempat yang digunakan biasanya KUA (Kantor Urusan Agama—red), kantor kecamatan, atau kantor Pemkab. Tapi ada juga yang 'pinjam' ruang Pengadilan Negeri, seperti di Cilacap Jawa Tengah, kata Farid.

Tags: