‘BPKP Jangan Dibubarkan'
Berita

‘BPKP Jangan Dibubarkan'

Kedudukan BPKP memang tak sekuat BPK. Meski sudah ada institusi pengawas semacam Itjen maupun Bawasda, posisi BPKP tetap dirasa penting.

Ycb/KML
Bacaan 2 Menit
‘BPKP Jangan Dibubarkan'
Hukumonline

 

Sayang banyak kalangan yang tak puas lantaran kesan tumpang tindihnya peran pengawasan. Memang benar, ada itjen dan Bawasda. Namun BPKP punya peran tersendiri, tukas Kepala BPKP Didi Widayadi, Selasa (12/6). Didi menyampaikan hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (Komisi Bidang Perbankan, Anggaran, dan Keuangan Negara DPR).

 

Menurut Didi, Bawasda berada di bawah pemantauan Departemen Dalam Negeri. Sedangkan Irjen berada di tiap departemen. Sedangkan posisi BPKP berada di pusat atau langsung bertanggung jawab kepada Presiden.

 

Menurut Didi, peran BPKP masih vital. Misalnya, memberi saran kepada para menteri dan Kepala Satuan Kerja (Kasatker). Maklum, banyak pimpinan proyek yang takut tersandung korupsi sehingga banyak program yang tak jalan.

 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selalu melibatkan kami dalam rapat kabinet, sambung Didi. BPKP juga bisa membantu penghitungan kerugian negara dan pendampingan atau konsultasi. Karena perannya yang penting itulah, Didi mengaku Presiden belum mau membubarkan BPKP.

 

Namun, kalangan Senayan masih kurang puas atas kinerja badan auditor internal pemerintah ini. Jangan keasyikan mengaudit laporan keuangan yang berdata masa lampau. Itu sudah santapan BPK. Fokuslah pada audit kinerja untuk langkah ke depan, ungkap anggota Komisi XI Rama Pratama, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS).

 

Pendapat Rama ada benarnya. Untuk masa 2008, BPKP justru menyodorkan rencana audit keuangan sebanyak 1.609 serta audit operasional sebesar 2.937 kegiatan. Sedangkan audit kinerja justru hanya 1.002 aktivitas. 

 

Amin Said Husni, anggota dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) senada dengan Rama. Saya harap pemeriksaan atas data historis jumlahnya menurun. Lebih baik BPKP menyoroti kinerja proyek atau program pemerintah. Misalnya, mengawasi pembangunan jalan yang seharusnya awet hingga 20 tahun, tapi kok sudah rusak dalam setahun.

 

Sementara itu, anggota asal Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) Sofyan Mile sepakat BPKP memang harus bertanggung jawab kepada Presiden. Namun, kinerja BPKP harus meningkat, ujar Sofyan mewanti-wanti.

 

Didi memahami keinginan kalangan legislatif. Memang benar, BPKP seharusnya bukan melakukan financial audit, melainkan performance audit, ungkap Didi yang baru dua bulan mengepalai BPKP. Didi mengaku hingga kini sudah memberhentikan 600 auditor BPKP yang buruk kinerjanya.

 

Tak Perlu Tambah Wewenang

Meski memiliki peran tersendiri, Didi mengaku tak mau mengejar wewenang. Benar, BPK dikuatkan dalam UUD 1945. Kami hanya didirikan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres). Namun kami merasa sudah cukup.

 

Didi mencontohkan rekening gelap di sejumlah departemen. Menurut Didi, yang berwenang menertibkan rekening liar tersebut adalah Menteri Keuangan. Kami sudah mengawasinya sejak 2001, ujar Didi yang berlatar belakang karir kepolisian.

 

Selain itu, Didi juga menyoroti inventarisasi aset negara. Pendataan kekayaan negara ini adalah wewenang Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara. Kami tahu, dari hasil pengawasan, masih 90 persen yang belum kelar. Namun itu bukan wewenang kami untuk memberesinya.

Ibaratkan negara Indonesia ini sebuah perusahaan publik. Dalam perusahaan itu ada pemegang saham yang menjadi pemilik serta direksi yang menjalankan roda operasional. Direksi perlu auditor internal untuk memperoleh masukan atas kinerjanya. Selain itu, juga ada supervisor di setiap lini divisi –baik pemasaran, keuangan, administrasi, produksi, dan lain-lain.

 

Dan tiap akhir tahun pemegang saham butuh laporan keuangan untuk mengetahui sehat-sakitnya perseroan. Maka direksi bersama perwakilan pemegang saham menunjuk auditor independen memeriksa laporan keuangan.

 

Mekanisme semacam itulah yang persis berlaku dalam pemerintahan kita. Memang benar, negara tak berotak bisnis seperti sebuah perusahaan. Namun perumpamaan di atas bukan sebuah amsal yang asal-asalan.

 

Presiden bagaikan direksi. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor internal. Inspektorat Jenderal (Itjen) menjadi supervisor tingkat pusat (departemen). Badan Pengawas Daerah (Bawasda) merupakan pengawas tingkat daerah (Pemda dan dinas). Departemen, dinas, dan lembaga pemerintah lainnya adalah lini divisi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti perwakilan pemegang saham. Dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) layaknya auditor eksternal.

 

Keterangan

BPKP

BPK

Kedudukan

Diatur dalam UUD 1945

Diatur dalam Keppres

Fungsi

Auditor eksternal

Auditor internal

Posisi

Independen

Di dalam pemerintah

Melapor kepada

Publik via DPR dan media

Presiden

Opini dan saran

Dipublikasikan

Intern kepada Presiden

Titik tekan audit

Laporan keuangan

Audit kinerja

Halaman Selanjutnya:
Tags: