Memotong Perjalanan Dinas Guna Menghimpun Dana Non Budgeter
Korupsi DKP:

Memotong Perjalanan Dinas Guna Menghimpun Dana Non Budgeter

Beberapa unit di Departemen Kelautan dan Perikanan memotong biaya dan waktu perjalanan dinas dalam rangka menghimpun dana non budgeter yang diminta Rokhmin Dahuri melalui Andin H. Taryoto. Dana disetor dan dicatat pada biro keuangan tanpa tanda terima.

CRN
Bacaan 2 Menit
Memotong Perjalanan Dinas Guna Menghimpun Dana Non Budgeter
Hukumonline

 

Hal senada juga diungkapkan Triono Probopangesti. Menurutnya, dana non budgeter yang disetorkan unit kerjanya berasal dari penghematan uang perjalanan dinas pegawai selama kurun waktu 2002-2004. Kami memotong uang untuk tiket, tapi tidak memotong uang lump sump, ujarnya. Kesaksian ini juga diamini oleh Farida yang menghimpun dana non budgeter dari take home pay perjalanan dinas pegawai semasa dirinya masih menjabat sebagai kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Aparatur.

 

Hasil sumbangan rekanan dan pemotongan perjalanan dinas, dana non budgeter itu kemudian disetor kepada Biro Keuangan DKP. Menurut penuturan para saksi, dana itu diserahkan kepada Sumali (kepala Biro Keuangan) dan Bambang (bendahara penerima). Namun, semua penerimaan itu tidak disertai tanda terima, melainkan hanya dicatat pada buku penerimaan yang diparaf oleh penyetor dana. Pak Bambang tidak mau memberi tanda terima. Prosedurnya hanya memaraf di buku saja katanya, ujar Triono.

 

Farida menuturkan, sebagai pihak yang pernah dititipi uang dana non budgeter oleh terdakwa, dirinya pernah menerima lima hingga enam memo dari terdakwa pada tahun 2006. Memo itu berisi perintah membayarkan sejumlah kegiatan, antara lain Kongres Muslimat Nahdlatul Ulama, kunjungan kerja Dewan Perwakilan Rakyat, pengurusan sertifikat kapal bantuan dari Korea, bingkisan pelepasan pejabat eselon I, serta pinjaman operasional, perjalanan dinas dan uang saku menteri. Pencairan dana itu dilakukan oleh stafnya yang bernama Riani, selaku pemegang brankas. Menurut Farida, kini semua pinjaman telah dipulihkan setelah turunnya anggaran untuk itu.

 

Selain untuk kegiatan di atas, dana non budgeter dikabarkan juga digunakan untuk perbaikan masjid. Saya pernah mendengar kalau itu digunakan untuk memperbaiki masjid nelayan, tapi saya tidak mengetahui pertanggungjawabannya bagaimana, ujar Wignyo.

 

Persidangan kasus dana non budgeter di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pada hari Jumat, 30 Maret 2007, dengan terdakwa Andin. H. Taryoto selaku mantan Sekretaris Jendral DKP memasuki tahap pemeriksaan saksi.

 

Kali ini, Penuntut Umum menghadirkan enam orang saksi yang merupakan pensiunan dan Pegawai Negeri Sipil di DKP. Keenam saksi tersebut adalah Wignyo Handoko (kepala Biro Kepegawaian), Sugiyanto (staf bagian Tata Usaha Direktorat Jendral Pesisir dan Pulau-pulau Kecil), Arfan Majid (mantan staf  Program Perencanaan), Triono Probopangesti (staf Pusat Informasi dan Pelayanan Masyarakat), Tomo Hadi Saputro (staf Dewan Maritim Indonesia), dan Farida Lukman (Kepala Biro Umum).

 

Dalam kesaksian yang diungkapkan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, semua saksi mengaku mengetahui adanya himbauan untuk menghimpun dana non budgeter. Saksi Wignyo Handoko misalnya, mantan sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) ini menuturkan terdakwa pernah memberitahukan secara lisan kepadanya perihal keputusan rapat pimpinan DKP yang berisi himbauan untuk mendukung kegiatan Departemen yang tidak ada anggarannya dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara melalui pengumpulan dana non budgeter.

 

Menanggapi hal ini, Wignyo mengatakan pernah mengajukan keberatan kepada Dirjen PSDKP selaku atasanya. Atasan saya tanya, ada uangnya atau nggak?, kalau ada kerjakan, kalau tidak jangan sampai mengganggu anggaran, ujarnya. Meskipun pada akhirnya dana tersebut terhimpun, namun Wignyo mengaku tidak mengetahui asal dana non budgeter yang disetor unitnya. Ia menduga dana itu berasal dari sumbangan rekanan. Yang jelas, tidak berasal dari pagu anggaran, tambahnya.

 

Hal yang sama juga dirasakan oleh Tomo. Secara pribadi keberatan, namun karena itu perintah ya kami jalankan, ujarnya. Sebagai pimpinan proyek (pimpro) ia mencoba mengakali pengumpulan dana non budgeter melalui penghematan waktu  perjalanan dinas. Saat itu kebetulan Dewan Maritim Indonesia sedang mengerjakan pengkajian kebijakan kelautan, lamanya waktu untuk menghimpun data sebetulnya tujuh hari, tapi kita buat jadi dua hari untuk menghemat, tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: