Target Privatisasi Meleset, Menneg BUMN Dinilai Melanggar Undang-Undang
Berita

Target Privatisasi Meleset, Menneg BUMN Dinilai Melanggar Undang-Undang

Para anggota DPR menganggap Pemerintah via Menneg BUMN telah melanggar UU APBN 2006 lantaran target privatisasi 2006 tidak terpenuhi. Kementerian BUMN mewacanakan tren pembelian daripada divestasi melulu.

CRY
Bacaan 2 Menit
Target Privatisasi Meleset, Menneg BUMN Dinilai Melanggar Undang-Undang
Hukumonline

 

Daniel juga menyoroti kinerja Garuda yang terus merugi. Tahun ini harus untung, kalau tidak, nilai investasi akan terus merosot. Perusahaan sebesar itu dengan nilai investasi Rp 1,5 triliun bak beli kacang. Jadinya Kacang Garuda... celetuk Daniel sambil bercanda.

 

Menanggapi tantangan itu, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar tetap optimis. Mulai tahun ini kita akan meraup untung, ujar mantan orang nomor dua Bank Danamon ini. Tahun lalu, si burung besi masih berdarah merugi Rp 335,05 miliar.

 

Daniel juga menggarisbawahi kinerja PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Maklum saja, kursi direktur utama yang sempat diduduki oleh Iwan Pontjowinoto ini digoyang oleh karyawannya sendiri. Akibatnya, Iwan harus menyingkir dan kini digantikan oleh Hotbonar Sinaga. Perusahaan beraset Rp47 triliun ini harus lebih baik kinerjanya di bawah pimpinan dirut baru. Apalagi Pak Bonar masih berusia muda, ujar Daniel. Hotbonar yang berusia 57 tahun cukup menjawab dengan anggukan kepala dan senyum simpul.

 

Daniel masih melanjutkan masalah penyelesaian kasus PHK 6.561 karyawan PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Kementerian BUMN berencana menggelontorkan Rp40 miliar biaya PHK yang akan diperoleh dari Penyertaan Modal Negara dalam alokasi APBN-P 2006. Namun, menurut Daniel, dana tersebut diambil dari alokasi dana bina lingkungan. Padahal pos bina lingkungan bukan untuk karyawan. Apakah itu relevan? ujarnya bertanya.

 

Anggota Komisi VI Hamzah Sangaji menjelaskan, permasalahan BUMN ini tak hanya dituduhkan kepada Sugiharto seorang. Ini masalah koordinasi intern Pemerintah, ungkapnya. Menurutnya, Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra sudah mengusulkan penerimaan negara dari hasil privatisasi kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Namun, Menkeu menolak karena target privatisasi tak terpenuhi. Jadi Pemerintah secara keseluruhan harus bertanggung jawab atas hal ini, sambungnya dengan berapi-api.

 

Menganggap pentingnya kinerja Menneg BUMN ini, anggota Komisi VI lainnya, Hasto Kristiyanto mengusulkan membawanya ke Panitia Kerja (Panja) dan Rapat Kerja (Raker) BUMN. 

 

Ketua Komisi VI Prof. Didik J. Rachbini menilai bahwa isu evaluasi kinerja Menneg BUMN sudah semakin melebar. Sejak 26 November silam, kita membahas satu permasalahan. Lantas pada pertemuan-pertemuan selanjutnya menjadi selusin dan hari ini menjadi seratus masalah, ungkapnya memberi permisalan.

 

Didik meminta Sugiharto untuk segera menyelesaikan masalah mendasar di 139 BUMN yang ada. Untuk itulah, Pak Sugi perlu membuat matriks permasalahan seluruh BUMN, mana yang prioritas dan sangat penting, hingga mana yang kurang penting. Yang krusial misalnya PT DI dan Garuda, lanjutnya.

 

Selain itu, Didik juga memutuskan evaluasi kinerja ini dibawa ke forum Raker dan Panja BUMN. Tak lupa, Didik menyarankan Sugiharto untuk menyelesaikan permasalahan dengan Serikat Pekerja BUMN.

 

Wacana Tren Pembelian

Sementara itu Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai sudah saatnya Pemerintah mengubah arah privatisasi ke pola pembelian. Coba lihat Singapura. Mereka gencar membeli BUMN negara-negara lain, ungkapnya di sela-sela kesempatan ketika keluar dari ruang RDP.

 

Said berpendapat, Indonesia sebenarnya mampu membeli beberapa aset BUMN. Tak perlu menunggu adanya holding seperti Temasek di Singapura, lanjutnya.

 

Said menjelaskan prioritas pembelian saham BUMN sebaiknya kepada BUMN berharga saham tinggi (blue chips). Misalnya kita buyback saham PT Telkom pada tingkat harga tertentu. Kemudian kita jual kembali pada tingkat harga yang menguntungkan. Hanya saja Said mengakui memperoleh kembali (buyback) saham PT Indosat –yang juga blue chips– akan sangat susah.

 

Hanya saja wacana ini masih jauh mengawang dan belum ada rencana yang lebih riil. Pokoknya sebenarnya kita mampu melakukan pembelian saham beberapa BUMN. Banyak BUMN yang bisa kita sasar, pungkasnya sambil masuk kembali ke ruang rapat.

Begitu panas kursi Menteri Negara (Menneg) BUMN. Maklum saja, setiap kubu politik punya kepentingan pada jabatan yang satu ini. Bukan rahasia lagi, siapa yang menduduki kursi ini, akan ‘berkuasa' atas seluruh BUMN di negeri ini. Tak ayal banyak pihak yang hendak menggoyang kursi ini. Hal ini sedang dirasakan benar oleh Sugiharto yang kini duduk di singgasana ini.

 

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR (26/2), Sugiharto kudu menampung berbagai cecaran dan nada minor tentang rapor kinerjanya selama ini. Sebagian besar anggota parlemen menyoroti melesetnya target privatisasi 2006. Dari angka Rp 3 triliun yang dicanangkan, hanya terwujud Rp 2,108 triliun yang bisa diraup.

 

Perkembangan Pendapatan Privatisasi

Tahun

Jumlah (Rp triliun)

2001

3,8

2002

7,7

2003

9,9

2004

3,5

2005

0,0

2006 target

3,0

2006

2,1

Sumber: Kementerian Negara BUMN

 

Privatisasi sudah dilaksanakan sesuai dengan UU 19/2003 tentang BUMN dan PP 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi, ungkap Sugiharto. Namun penjelasan tersebut tak bisa mengerem para anggota parlemen meradang. Melesetnya target privatisasi ini jelas melanggar amanat UU 14/2006 tentang APBN 2006 yang di antaranya mengatur target privatisasi, ungkap anggota Komisi VI DPR Muhidin Sahid dan Daniel Karo Kadang yang diamini oleh sebagian besar anggota.

 

Sebagian besar anggota DPR juga mempertanyakan kelanjutan blueprint BUMN yang telah dirancang Sugiharto sejak dilantik 2004 silam. Ide Menteri sudah cerdas dan bagus. Namun kelanjutan dan realisasinya yang kurang mengena. Mana buktinya rencana holding dan merger BUMN? tanya Daniel.

Tags: