DKP PERADI Terbentuk Tanpa Hukum Acara
Utama

DKP PERADI Terbentuk Tanpa Hukum Acara

Enam perkara banding sudah menanti, tetapi DKP belum kunjung dilantik. Hukum acara juga belum rampung dirumuskan.

Rzk/ISA
Bacaan 2 Menit
DKP PERADI Terbentuk Tanpa Hukum Acara
Hukumonline

 

Belum dilantik

Sumber hukumonline di PERADI menginformasikan sampai saat ini sudah ada 6 terhukum yang resmi menyatakan banding. Otomatis keenamnya menjadi pekerjaan rumah yang harus segera ditangani DKP. Tapi, hampir 3 bulan setelah ditunjuk, anggota DKP belum kunjung dilantik.

 

Dihubungi via telepon (24/1), Ketua DKP Leonard P. Simorangkir mengakui dirinya beserta jajaran DKP lainnya belum dilantik meskipun SK pengangkatannya sudah mereka terima. Namun begitu, Leonard menegaskan kondisi itu tidak menyurutkan semangat DKP untuk segera bekerja mengingat ada sejumlah nasib advokat yang harus ditentukan. Pasal 18 ayat (7) Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) menyatakan Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.

      

Belum diputusan kapan akan mulai bekerja, diharapkan sekitar Februari bisa mulai sidang, tukasnya. Leonard menambahkan untuk menyempurnakan sistem pendisiplinan advokat yang sudah ada, PERADI saat ini juga sedang mencanangkan pembentukan DKD untuk daerah-daerah lainnya. Hingga kini, setidaknya sudah ada enam daerah yang menyatakan siap untuk dibentuk DKD. Keenam daerah itu antara lain Bandung, Bekasi, Lampung, Palembang, Surabaya, dan Medan.

 

Hukum acara

Kendala DKP ternyata tidak hanya soal pelantikan. Ditemui dalam acara pelantikan pengurus DPP SPI (12/1), Sekretaris I DKP Sugeng Teguh Santoso mengatakan DKP belum memiliki hukum acara yang menjadi acuan dalam memproses kasus-kasus pelanggaran kode etik. Berdasarkan UU Advokat, DPN sebenarnya tidak secara langsung menangani kasus, tetapi mereka membentuk sebuah majelis kehormatan yang komposisinya dari DKP, ahli hukum, dan tokoh masyarakat.

 

Menurut Sugeng, keberadaan hukum acara sangat penting agar putusan DKP kuat secara hukum dan tidak terjadi disparitas yang mencolok antara satu kasus dengan kasus yang lain. Kalau putusannya dilandasi oleh dasar yang kuat, maka kita harapkan satu putusan dapat menjadi yurisprudensi untuk kasus-kasus lain yang memiliki kemiripan, sambungnya.

 

Namun, Sugeng menegaskan DKP akan mempertimbangkan untuk tetap memproses terlebih dahulu perkara-perkara yang diajukan banding. Secara bersamaan, DKP akan mengintensifkan pembahasan rancangan hukum acaranya. Untuk sementara, seperti halnya DKD DKI Jakarta, DKP akan merujuk pada hukum acara yang ada dalam KEAI. Kalau saya menghendaki dalam satu bulan ini, hukum acara dapat kita rampungkan, ujar Sugeng mencoba memprediksi.

Selangkah demi selangkah, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) mulai memperkuat organisasi. Menindaklanjuti Pasal 27 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, hari ini (24/1) PERADI resmi mengumumkan pembentukan Dewan Kehormatan Pusat (DKP). Berdasarkan Keputusan Dwan Pengurus Nasional PERADI No. KEP.04/PERADI-DPN/2006 tertanggal 30 Oktober 2006, tunjuk 9 orang advokat mengisi formasi DKP.

 

Keanggotaan DKP didominasi advokat-advokat senior yang telah puluhan tahun berkecimpung di dunia advokat. Dari segi keterwakilan organisasi, keanggotaan DKP berasal dari hampir seluruh organisasi advokat yang diakui UU Advokat, kecuali Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) dan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) menjadi penyumbang terbesar dimana masing-masing diwakili tiga dan dua anggota.   

 

Keanggotaan DKP

Ketua

Leonard P. Simorangkir (IKADIN)

Sekretaris I

Sugeng Teguh Santoso (SPI)

Sekretaris II

Zul Amali Pasaribu (IPHI)

Anggota

D. Sidik Suraputra (HKHPM)

Yan Apul Girsang (AAI)

Luhut M.P. Pangaribuan (IKADIN)

Sudirman Munir (HAPI)

Henry Yosodiningrat (IKADIN)

Agust Takarbobir (AAI)

 

Pembentukan DKP ini berarti semakin melengkapi sistem pendisiplinan advokat sebagaimana digariskan oleh UU Advokat. Pasal 27 ayat (2) mendelegasikan kewenangan menegakkan kode etik kepada DKP dan Dewan Kehormatan Daerah (DKD). DKP diserahi tugas untuk memproses pelanggaran kode etik pada tingkat banding dan akhir, sedangkan DKP memproses pada tingkat pertama.

 

Sebagaimana diketahui, PERADI sejauh ini baru membentuk satu DKD untuk provinsi DKI Jakarta. Untuk sementara hingga dibentuknya DKD daerah-daerah lain, DKD DKI Jakarta menampung kasus-kasus pelanggaran kode etik untuk seluruh Indonesia. Sejak dibentuk, DKD telah menghasilkan 10 kasus dimana 6 diantaranya terbukti bersalah.

Tags: