Di Tingkat Banding, Pollycarpus Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara
Utama

Di Tingkat Banding, Pollycarpus Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara

Dua dari lima hakim mengajukan dissenting opinion yang menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.

Aru
Bacaan 2 Menit
Di Tingkat Banding, Pollycarpus Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara
Hukumonline

 

Walaupun court order itu tidak ada, tapi beberapa temuan yang menjadi konsideran penting dalam persidangan pertama sudah seharusnya menjadi titik tolak investigasi lebih lanjut dari kepolisian, tutur Djamin.

 

Kekecewaan Kasum tidak hanya sampai disitu, disampaikan Indira Farida, pihaknya menyesalkan sikap Kejaksaan Agung yang tidak transparan. Sebagai pihak yang mewakili keluarga Munir, seharusnya Kejaksaan Agung mendapatkan informasi soal putusan, ternyata Kejaksaan Agung tidak mengetahui perkembangan kasus tersebut. Hal itu, ungkap Indira, menunjukkan ketertutupan Kejaksaan Agung.

 

Dissenting Opinion

Meski menguatkan putusan PN Jakarta Pusat, ternyata putusan yang dijatuhkan majelis hakim PT DKI Jakarta yang terdiri dari Basuki (ketua majelis) dengan empat hakim anggota; Rusdy As'ad, Sri Handoyo, Untung Harijadi dan M. Sholeh itu tidak bulat. Artinya ada dissenting opinion (pendapat berbeda) saat pengambilan putusan.

 

Hakim yang mengajukan dissenting opinion adalah Basuki dan Sri Handoyo. Diperoleh keterangan dari M. Assegaf, penasihat hukum Pollycarpus yang mengajukan banding, Basuki dan Sri Handoyo dalam dissenting opinion-nya menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.

 

Yang terbukti dari perbuatan Pollycarpus menurut Basuki dan Sri Handoyo adalah pemalsuan surat. Oleh sebab itu, ujar Assegaf, Basuki hanya menjatuhkan putusan tiga tahun dan enam bulan penjara. Sementara, Sri Handoyo menjatuhkan empat tahun penjara bagi Pollycarpus.

 

Selain itu, dalam dissenting opinion juga disebutkan bahwa putusan PN Jakarta Pusat telah menyimpang dari dakwaan. Penyimpangan itu ungkap Assegaf, terletak pada fakta seputar mi goreng yang tidak pernah disebut dalam dakwaan. Atas putusan PT DKI Jakarta itu, pihaknya akan mengajukan kasasi.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengukuhkan putusan PN Jakarta Pusat yang menghukum  Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana dalam kasus pembunuhan aktifis Hak Azasi Manusia, Munir selama 14 tahun penjara. Putusan PT Jakarta tersebut diambil pada 27 Maret 2006.

 

Meski mengakui putusan tersebut menyejukkan, Komite Solidaritas untuk Munir (Kasum) dalam konferensi persnya, Kamis (20/4) memberikan beberapa catatan. Salah satu yang disayangkan Kasum adalah lambatnya informasi tentang  putusan tersebut.

 

Dari pihak Munir, Suciwati, istri Munir baru mengetahui putusan tersebut setelah melakukan konfirmasi dengan juru bicara PT DKI Jakarta, Haryono pada 18 April 2006. Sebelumnya, pada 6 April 2006, keluarga Munir gagal mendapatkan informasi mengenai putusan tersebut.

 

Selain permasalahan teknis itu, Kasum juga menyatakan kekecewaannya pada PT DKI Jakarta yang tidak memaksimalkan wewenangnya sesuai pasal 240 ayat (1) KUHAP. Seharusnya, PT Jakarta dapat melengkapi kekurangan dan kelemahan dalam putusan PN Jakarta Pusat.

 

Rafendy Djamin, aktifis Kasum yang juga koordinator Human Right Working Group menyampaikan keprihatinannya atas pelaksanaan prinsip independensi peradilan. Ia menyayangkan sistem peradilan di Indonesia yang tidak memberikan kewenangan bagi pengadilan untuk memberikan perintah kepada Kepolisian maupun kejaksaan untuk melakukan investigasi lebih lanjut. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: