Advokat Kecam Surat Edaran MA No. 4 Tahun 2002
Berita

Advokat Kecam Surat Edaran MA No. 4 Tahun 2002

Semua orang bersamaan kedudukannya di depan hukum dan pemerintahan. Begitulah prinsip hukum yang selalu didengung-dengungkan. Tetapi benarkah demikian dalam praktek?

Mys
Bacaan 2 Menit
Advokat Kecam Surat Edaran MA No. 4 Tahun 2002
Hukumonline

MA telah membentengi hakim, panitera dan juru sita dari kemungkinan tindakan kepolisian. Dominggus menduga, polisi lebih patuh pada SEMA Nomor 4 Tahun 2002 tadi ketimbang memegang prinsip equality before the law.

SEMA                                                             

SEMA Nomor 4 Tahun 2002 dikeluarkan Bagir Manan setelah ada sejumlah laporan yang masuk mengenai pengaduan terhadap pejabat pengadilan. Pencari keadilan tidak dapat menerima kenyataan atas pelaksanaan tugas yang dilakukan pejabat pengadilan. Misalnya, atas suatu eksekusi. Ada juga laporan ke polisi mengenai perbuatan pidana yang dilakukan panitera, juru sita atau juru sita pengganti.

SEMA menganggap pemanggilan yang dilakukan pihak kepolisian dapat merupakan hambatan terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Apalagi pada tahun 1976 sudah ada edaran (SEMA No. 9) yang melarang untuk menggugat hakim dan pengadilan atas suatu putusan. Oleh karena itu, lewat SEMA No. 4, Ketua MA meminta pejabat pengadilan untuk tidak perlu memenuhi panggilan kepolisian tersebut apabila menyangkut suatu perkara yang sudah diputus maupun yang masih dalam proses pemeriksaan pengadilan.

Kalaupun boleh, pejabat pengadilan dapat memenuhi panggilan/undangan tersebut hanya apabila diminta untuk membahas rancangan peraturan perundang-undangan atau memberikan pertimbangan hukum sebagai sumbangan pemikiran 

Dalam bagian akhir SEMA No. 2 menyebutkan suatu prinsip yang universal bahwa suatu putusan tidak boleh didiskusikan oleh siapa saja karena masalah tersebut merupakan kemandirian badan peradilan.

Apalagi kalau gara-gara putusannya hakim masuk penjara. Tetapi bagaimana kalau putusan itu dipengaruhi sesuatu di luar anasir hukum? 

Tunggu dulu. Paling tidak, di mata beberapa orang advokat prinsip yang terkandung dalam UUD 1945 itu sudah direduksi oleh Mahkamah Agung. Setiap orang tidak lagi memiliki kedudukan yang sama bila berhadapan dengan hukum. Hakim, misalnya. Jika hakim melakukan pelanggaran dalam tugasnya, perlakuan dari polisi, jaksa dan hakim sendiri akan lain. Bahkan hakim yang diduga melakukan pelanggaran itu bisa menolak panggilan polisi. Kok bisa ya? 

Faktanya, itulah yang merisaukan Dominggus Maurits Luitnan, H. Azi Ali Tjasa dan Toro Mendrofa. Ketika advokat yang tergabung dalam Lembaga Advokat/Pengacara Dominika itu memprotes Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2002 yang ditandatangani Ketua MA Bagir Manan. Isinya tentang Pejabat Pengadilan yang Melaksanakan Tugas Yustisial tidak dapat Diperiksa, baik sebagai saksi atau tersangka, kecuali yang sudah ditentukan oleh undang-undang.

Pandangan bernada protes disampaikan ketiga advokat saat mereka mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung dan Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. SEMA itu diskriminatif, telah membuat hakim seolah kebal hukum, ujar Azi Ali Tjasa, advokat asal Bengkulu. 

Sidang atas perkara judicial review yang mereka ajukan digelar Kamis pekan lalu. Saat itu, Azi dan kedua koleganya kembali mengajukan keberatan mereka atas SEMA tersebut. SEMA dianggap melanggar hak asasi mereka selaku advokat. Pasalnya, pengaduan mereka mengenai prilaku dan tindakan hakim justeru tak diproses sebagaimana mestinya. Kalaupun hakim dikenakan sanksi, paling sebatas diberi peringatan dan dimutasi. Tetapi laporan ke polisi tak pernah ditindaklanjuti.

Halaman Selanjutnya:
Tags: