Putusan DKPP ‘Copot’ Jabatan Ketua KPU Diwarnai Dissenting dan Abstain
Berita

Putusan DKPP ‘Copot’ Jabatan Ketua KPU Diwarnai Dissenting dan Abstain

Terhadap putusan DKPP Nomor: 123-PKE-DKPP/X/2020 majelis DKPP, Mochammad Afifuddin menyatakan tidak berpendapat (abstain) dan Pramono Ubaid Tanthowi memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Suasana sidang DKPP. Foto Arsip: RES
Suasana sidang DKPP. Foto Arsip: RES

Melalui putusan bernomor 123-PKE-DKPP/X/2020, DKPP menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras terakhir dan pemberhentian sebagai Ketua KPU RI terhadap Arief Budiman. Perkara ini bermula dari adanya pengaduan yang meminta DKPP menyatakan Arief terbukti melanggar kode etik berat dan memberi sanksi pemberhentian tetap.

Pengadu menilai tindakan Arief yang ketika itu mendampingi anggota KPU nonaktif, Evi Novida Ginting yang menggugat Keppres No.34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2020 ke PTUN Jakarta dan menerbitkan surat Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020. Pengadu menilai tindakan itu tidak dapat dibenarkan menurut UU Pemilu dan diduga melanggar kode etik sebagaimana diatur Peraturan DKPP No.2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Alhasil, putusan DKPP bernomor 123-PKE-DKPP/X/2020,DKPP mengabulkan sebagian pengaduan pengadu. “Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku ketua KPU RI sejak putusan ini dibacakan,” demikian bunyi sebagian amar putusan sebagaimana tertulis dalam salinan putusan 123-PKE-DKPP/X/2020 yang diunduh dari laman dkpp.go.id.

Putusan DKPP ini diputus melalui rapat pleno oleh 7 anggota DKPP dan dibacakan dalam sidang kode etik terbuka untuk umum pada Rabu, 13 Januari 2021 oleh Muhammad selaku ketua merangkap anggota; Alfitra Salam, Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, Ida Budhiati, dan Pramono Ubaid Tanthowi masing-masing sebagai anggota. (Baca Juga: PTUN Jakarta Batalkan Keppres Pemberhentian Evi Novida Ginting)

Namun demikian, putusan ini diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dan tidak berpendapat (abstain). Majelis DKPP, Mochammad Afifuddin menyatakan abstain dan Pramono Ubaid Tanthowi mengajukan dissenting opinion. Pramono mengungkapkan 4 hal dalam dissenting opinion-nya. Pertama, secara substansi surat KPU RI No. 663/SDM.12-SD/05/KPU/VIII/2020 yang ditandatangani Arief Budiman tidak mempunyai kekuatan hukum untuk mengaktifkan (kembali, red) Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota KPU RI pasca keluarnya putusan PTUN Jakarta No.82/G/2020/PTUN-JKT.

Menurut Pramono, surat yang diteken Arief itu hanya surat pengantar atas petikan Keppres No.83/P Tahun 2020 untuk disampaikan kepada Evi Novida Ginting Manik. “Jika tidak ada Keppres No.83/P Tahun 2020 tentang Pencabutan Keppres No.34/P Tahun 2020 tanggal 11 Agustus 2020, maka surat Ketua KPU RI No No. 663/SDM.12 -SD/05/KPU/VIII/2020 tidak memiliki makna apapun,” dalihnya.

Kedua, Arief Budiman membubuhkan tanda tangan dalam surat KPU RI No No. 663/SDM.12 -SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020 dalam kedudukannya secara administratif sebagai Ketua KPU RI yang memiliki kewenangan untuk mewakili institusi KPU RI dalam berhubungan dengan pihak lain, termasuk dalam hal menandatangani surat menyurat dengan institusi lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait