MK: Peradi Wadah Tunggal Melekat 8 Kewenangan
Berita

MK: Peradi Wadah Tunggal Melekat 8 Kewenangan

“Sehubungan dengan kewenangan penyumpahan menjadi Advokat, di masa mendatang organisasi-organisasi advokat selain Peradi harus segera menyesuaikan dengan organisasi Peradi. Sebab, Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang di dalamnya melekat delapan kewenangannya termasuk kewenangan pengangkatan advokat.”

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Sejak awal Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana diatur Pasal 28 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah selesai dan telah dipertimbangkan secara tegas dalam Putusan No. 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006. Dalam putusan itu, MK menegaskan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat dengan delapan kewenangan yang diatur UU Advokat.

 

Karena itu, Majelis MK menolak seluruh permohonan uji materi terkait konstitusionalitas frasa “organisasi advokat” dalam sejumlah pasal UU Advokat yang dimohonkan sejumlah advokat dan seorang calon advokat. “Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor 35/PUU-XVI/2018 di ruang sidang MK, Kamis (28/11/2019). Baca Juga: MK Diminta Tegas Putuskan Konstitusionalitas Wadah Tunggal

 

Permohonan ini diajukan Bahrul Ilmi Yakup, Shalih Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail Nganggon yang merupakan para advokat yang tergabung Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kubu Fauzie Yusuf Hasibuan dan Iwan Kurniawan yang merupakan calon advokat. Mereka meminta organisasi advokat yang menjalankan kewenangan dalam UU Advokat seharusnya hanya satu organisasi advokat agar ada kepastian hukum, dalam hal ini Peradi.

 

Para pemohon mempersoalkan frasa “organisasi advokat” dalam Pasal 1 ayat (4); Pasal 2 ayat (1); Pasal 3 ayat (1) huruf f; Pasal 4 ayat (3); Pasal 7 ayat (2); Pasal 8 ayat (1) dan (2); Pasal 9 ayat (1); Pasal 10 ayat (1) huruf c; Pasal 11; Pasal 12 ayat (1); Pasal 13 ayat (1) dan (3); Pasal 23 ayat (2); Pasal 26 ayat (1) hingga ayat (7); Pasal 27 ayat (1), (3) dan (5); Pasal 28 ayat (1), (2) dan (3); Pasal 29 ayat (1), (2),(4) dan (5); Pasal 30 ayat (1); Pasal 32 ayat (3) dan (4); Pasal 33; dan penjelasan Pasal 3 huruf f dan Pasal 5 ayat (2) UU Advokat.  

 

Para Pemohon menilai frasa “organisasi advokat” telah dimanipulasi oleh berbagai pihak. Hal ini memungkinkan munculnya berbagai organisasi advokat yang mengklaim seolah-olah sah dan berwenang menjalankan organisasi advokat sesuai UU Advokat. Seperti menyelenggarakan pendidikan calon advokat, mengangkat advokat, permohonan pengambilan sumpah advokat, merekrut anggota, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi etik kepada advokat. Hal ini jelas tidak benar dan tidak berdasar secara konstitusional.

 

Karenanya, Mahkamah diminta mengabulkan permohonan ini dengan menyatakan frasa “organisasi advokat” dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai Peradi merupakan satu-satunya organisasi profesi advokat yang berwenang melaksanakan UU Advokat. Namun, organisasi advokat yang tidak melaksanakan wewenang dalam UU Advokat, boleh banyak.  

 

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan Peradi merupakan satu-satunya wadah profesi advokat dalam UU Advokat yang memiliki kewenangan: melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat; melaksanakan pengujian calon Advokat; melaksanakan pengangkatan Advokat; membuat kode etik; membentuk Dewan Kehormatan; membentuk Komisi Pengawas; melakukan pengawasan; dan memberhentikan Advokat. Hal ini juga dimuat dalam Putusan MK No. 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011.

Tags:

Berita Terkait