Dinilai Langgar Aturan, Koalisi Desak Tambang Pulau Wawonii Dicabut
Berita

Dinilai Langgar Aturan, Koalisi Desak Tambang Pulau Wawonii Dicabut

Karena UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melarang melakukan penambangan mineral di pulau kecil.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES

Kegiatan penambangan disebut memberi keuntungan ekonomi bagi negara, tapi juga berdampak terhadap lingkungan hidup dan masyarakat yang ada di sekitarnya. Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Kiara, Jatam, dan KontraS menyoroti kegiatan penambangan di pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara.

 

Sekjen Kiara Susan Herawati mengatakan pulau Wawonii merupakan pulau kecil karena luasnya hanya 715 kilometer persegi. UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diperbarui melalui UU No.1 Tahun 2014 mengatur pulau kecil yakni pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2 ribu kilometer persegi beserta kesatuan ekosistemnya.

 

Susan menjelaskan Pasal 35 UU No.27 Tahun 2007 menyebut dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat ada 7 izin usaha pertambangan (IUP) yang dikantongi 6 perusahaan yang beroperasi di pulau Wawonii. Salah satu produk mineral yang ditambang di pulau Wawonii yaitu nikel. Susan menilai penambangan yang ada di pulau Wawonii berdampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar antara lain merusak kawasan pesisir termasuk ekosistemnya. Akibatnya, nelayan yang per hari bisa menangkap ikan sampai 50 kilogram sekarang menurun drastis.

 

Kawasan pesisir yang tercemar limbah nikel itu membuat nelayan harus melaut lebih jauh dari 10 menjadi lebih dari 20 mil. Hal tersebut membuat ongkos nelayan untuk melaut lebih mahal karena jarak yang ditempuh lebih jauh. Selain itu, aktivitas penambangan di pulau Wawonii meningkatkan kerawanan bencana, mengancam sumber air bersih, dan hutan mangrove. Konflik juga kerap terjadi antara perusahaan tambang dengan masyarakat yang menolak penambangan.

 

“Penambangan di pulau Wawonii jelas melanggar aturan itu, pemerintah harus mencabut izin perusahaan tambang yang beroperasi disana,” kata Susan dalam jumpa pers, Senin (11/11/2019). Baca Juga: Pemindahan Ibukota Wajib Lindungi Mangrove dan Satwa

 

Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar mengatakan penambangan nikel memberi dampak buruk terhadap hasil kebun masyarakat, salah satunya jambu mete. Selain mengakibatkan banjir banding setiap tahunnya, debu yang berasal dari kegiatan penambangan membuat perkebunan warga berpotensi gagal panen. Tak hanya itu, salah satu perusahaan tambang yakni PT GKP membuat terminal (pelabuhan) khusus yang terhubung dengan jalan menuju area penambangan.

Tags:

Berita Terkait