Rencana penyusunan Omnibus Law ala Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya di Gedung DPR MPR DPD RI pada Minggu (20/10) patut ditunggu hasilnya dalam kemudahan investasi. Penerapan Omnibus Law ini akan mencabut sekaligus menyederhanakan sejumlah peraturan-peraturan menjadi Undang Undang (UU) baru.
Tumpang tindih aturan dan ketidakjelasan hukum dalam berbagai UU menjadi persoalan yang menghambat investasi selama ini. Sehingga, Omnibus Law dinilai menjadi jalan keluar menyelesaikan persoalan tersebut.
“Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong, harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar. Yang pertama, Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Yang kedua, Undang-Undang Pemberdayaan UMKM. Masing-masing undang-undang tersebut akan menjadi Omnibus law, yaitu satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang, bahkan puluhan undang-undang,” jelas Jokowi.
“Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan undang-undang yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi sekaligus,” tambah Jokowi.
“Masing-masing undang-undang tersebut akan menjadi Omnibus law, yaitu satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang, bahkan puluhan undang-undang. Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan undang-undang yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi sekaligus,” kata Jokowi dalam pidatonya saat acara pelantikan tersebut.
(Baca: 5 Target Pemerintahan Jokowi di Periode Kedua)
Menanggapi konsep tersebut, Anggota Dewan Pewakilan Daerah (DPD) RI dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa rencana pemerintah untuk mengeluarkan omnibus law dinilai dapat menjadi salah satu solusi penting dalam mengharmonisasikan berbagai aturan di Indonesia yang masih banyak terjadi tumpang tindih.
“Kebutuhan untuk mengharmonisasi peraturan di Indonesia perlu karena banyak peraturan masih berlaku secara de jure tapi dalam praktik tidak ada. Bahkan ada masih diterapkan dalam praktik, padahal tidak berlaku lagi,” katanya di Kantor Bappenas, Jakarta, Senin (21/10).