Melihat Posisi Indonesia dalam Rule of Law Index 2019
Utama

Melihat Posisi Indonesia dalam Rule of Law Index 2019

Penilaian ‘civil justice’ masih buruk, peringkat 102 dari 126 negara.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi persidangan di pengadilan. Skor civil justice Indonesia dalam ranking global masih relatif rendah berdasarkan Rule of Law Index 2019. Foto: MYS
Ilustrasi persidangan di pengadilan. Skor civil justice Indonesia dalam ranking global masih relatif rendah berdasarkan Rule of Law Index 2019. Foto: MYS

World Justice Project telah menerbitkan indeks negara hukum di dunia yang terbaru. Laporan bernama Rule of Law Index 2019 itu memberikan penilaian atas negara-negara dengan menggunakan 8 faktor dan 44 subfaktor. Indeks Negara Hukum (rule of law) ini merupakan alat kuantitatif untuk mengukur bagaimana rule of law dalam praktik negara-negara yang dikaji. Tim peneliti mewawancarai pakar dari 100 negara dan dari 17 bidang disiplin.

Mendefinisikan rule of law tidak mudah, dan sejak dulu banyak pandangan sarjana yang disinggung di bangku akademik. Tim World Justice Project berangkat dari pandangan bahwa rule of law yang efektif mampu mengurangi korupsi, memerangi kemiskinan dan penyakit, dan melindungi masyarakat dari ketidakadilan. Secara tradisional, mungkin rule of law selalu dihubungkan dengan aparat penegak hukum. Tetapi sejatinya, isu-isu mengenai keamanan, hak, keadilan, dan tata kelola pemerintahan mempengaruhi semua orang, karena itu pula World Justice Project memandang setiap orang adalah pemangku kepentingan rule of law.

Tahun 2019 ini ada 126 negara yang disigi, termasuk Indonesia. Lantas, bagaimana posisi Indonesia? Secara umum, posisi Indonesia berada di tengah-tengah negara yang mendapatkan nilai bagus dan negara yang mendapatkan skor rendah. Ranking globalnya adalah 62 dari 126 negara. Ini berarti ranking Indonesia mengalami kenaikan dari posisi 64 pada penilaian 2017-2018. Tetapi, jika dilihat berdasarkan masing-masing faktor, nilainya akan terlihat berbeda.

(Baca juga: Indeks Negara Hukum Meningkat, Tapi Ada yang Nilainya Turun).

Ada delapan faktor yang dipakai, yaitu pembatasan kekuasaan pemerintah (constraints on government powers), absennya korupsi (absence of corruption), pemerintahan terbuka (open government), pemenuhan hak-hak dasar (fundamental rights), keamanan dan ketertiban (order and security), penegakan aturan (regulation enforcement), civil justice, dan penanganan perkara pidana (criminal justice).

Dari 8 parameter yang dipakai, Indonesia memperoleh 3 parameter bernilai low (rendah) dalam ranking global, yaitu civil justice (102/126), absence of corruption (97/126), dan criminal justice (86/126). Kategori nilai lain adalah medium, dan high. Pengukuran menggunakan skor 0-1 dimana nilai 1 dianggap sempurna.

Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati, berpendapat penilaian rendah terhadap civil justice itu tidak mengherankan. Ia melihatnya dari banyak peristiwa yang menghambat hak-hak sipil seperti pembubaran diskusi, pemutaran film, dialog di kampus, dan menghalangi hak-hak masyarakat sipil untuk berdemonstrasi menyampaikan pendapat dan kebebasan berekspresi. Ironisnya, tindakan pembubaran itu tanpa ada perintah dari pengadilan, bahkan acapkali dilakukan oleh kelompok-kelompok sipil tanpa kehadiran negara. Minimal, negara tak hadir untuk menghentikan pembubaran diskusi ilmiah oleh kelompok tertentu. “Kegiatan yang tidak punya karakter kejahatan seperti diskusi buku dan film pun dibubarkan,” ujarnya.

Penilaian civil justice rendah mungkin juga diakibatkan oleh banyaknya peraturan di daerah yang membatasi hak-hak sipil baik dalam konteks untuk bekerja dan berekspresi maupun dalam menjalankan kegiatan keagamaan. Pembatasan hak-hak masyarakat sipil acapkali dilakukan tanpa melalui prosedur hukum di pengadilan.

Tags:

Berita Terkait