Sepanjang tahun 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) hanya mengabulkan 15 perkara pengujian undang-undang (PUU) dari total sekitar 114 perkara yang telah diputuskan. Jumlah ini lebih rendah jika dibandingkan tahun 2017 yang berjumlah 22 perkara PUU yang dikabulkan dari 131 perkara PUU yang telah diputuskan.
"Di tahun 2018, dari 114 perkara yang telah diputus, 15 perkara dikabulkan," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam acara Refleksi Tahunan 2018 dan Proyeksi Kinerja Tahun 2019 MK di Hotel Le Meridien Jakarta, Senin (28/1/2019). Baca Juga: Pengujian UU ‘Berbau’ Politik Mendominasi di MK
Sementara dari jumlah 114 perkara PUU yang diputus itu, sebanyak 42 perkara PUU dinyatakan ditolak; 47 perkara tidak dapat diterima; 1 perkara PUU dinyatakan gugur; 7 perkara ditarik kembali; dan 2 perkara lain MK tidak berwenang untuk memeriksa. Lalu, sebanyak 32 perkara PUU diputus tanpa melalui tahap proses pemeriksaan persidangan.
Ia menjelaskan ketika suatu perkara PUU dianggap MK memiliki substansi perkara yang sudah sangat jelas, maka MK tidak perlu dan tidak relevan lagi mendengarkan keterangan pihak-pihak lain. "Hal ini dimungkinkan berdasarkan UU MK,” kata Anwar.
Jika dilihat penanganan perkara secara umum, lanjut Anwar, total perkara yang ditangani oleh MK sepanjang 2018 berjumlah 223 perkara dan telah diputus sebanyak 186 perkara. Rinciannya, 114 perkara PUU yakni 49 perkara yang diregistrasi tahun 2017 (sisa perkara 2017) dan 65 perkara yang diregistrasi tahun 2018, serta 72 perselisihan hasil pilkada.
"Saat ini tersisa, 37 perkara PUU yang masuk proses pemeriksaan dan dilanjutkan pada tahun 2019. Jumlah 37 perkara itu lebih sedikit dibanding sisa perkara tahun 2017 sebanyak 49 perkara. Itupun disebabkan perkara-perkara tersebut umumnya baru diajukan dan diregistrasi pada akhir tahun 2018,” paparnya.
Anwar juga memaparkan sepanjang 2018, MK juga menyelenggarakan sidang dan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sebanyak 1.142 kali. Dengan rincian, sidang panel dilaksanakan 348 kali, sidang pleno 384 kali, dan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dilaksanakan 410 kali. "Jumlah itu menunjukkan bagi Hakim Konstitusi, tiada hari tanpa sidang," tuturnya.