Dua Poin Penting dalam RUU Migas
Berita

Dua Poin Penting dalam RUU Migas

Jika disetujui dalam rapat paripurna. Dalam RUU Migas terdapat dua poin penting yakni keberadaan Badan Usaha Khusus dan kuota impor migas agar ada pengawasan melalui Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana Pembahasan RUU di Baleg DPR. Foto: RFQ
Suasana Pembahasan RUU di Baleg DPR. Foto: RFQ

Setelah sekian lama mandeg, akhirnya Revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) bakal masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahunan setelah rampung dibahas di tingkat Badan Legislasi (Baleg). Baleg melakukan sinkronisasi dan harmonisasi, dan disepakati bersama dengan Komisi VII sebagai pengusul untuk disahkan menjadi usul insiatif DPR melalui rapat paripurna terdekat.

 

Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas mengatakan setelah disepakati sepuluh fraksi, pembahasan RUU Migas ini berlanjut dip roses berikutnya. Sepuluh fraksi yang menyetujui RUU tersebut yakni Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PKS, PPP, PAN, Nasdem, dan Hanura.

 

“Apakah RUU tentang Minyak dan Gas Bumi ini dapat kita setujui untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan DPR?” ujarnya Supratman, Senin (10/9) di ruang Baleg DPR. Palu rapat pun diketuk pertanda persetujuan seluruh fraksi.

 

Sesuai Peraturan DPR No.1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, Pasal 65 huruf c tentang tugas Baleg di bidang legislasi disebutkan, “Badan Legislasi bertugasc. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep rancangan undang-undang yang diajukan Anggota, komisi, atau gabungan komisi sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR.”

 

Setelah disepakati di tingkat Baleg, RUU tersebut bakal dibahas di tingkat lanjutan dengan catatan setelah mendapat persetujuan di tingkat rapat paripurna tentang pengesahan RUU Migas menjadi usul inisiatif DPR. Menurutnya, sepuluh fraksi telah menyampaikan pandangannya masing-masing atas keberadaan RUU Migas termasuk menandatangani kesepakatan rapat dan draf persetujuan beserta catatan terhadap RUU tersebut.

 

Anggota Komisi III DPR itu menilai masih terdapat sejumlah poin-poin krusial yang mesti mendapat perhatian khusus. Pertama, terkait pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) khusus sektor Migas. Berdasarkan hasil pembahasan dan kesepakatan di tingkat Baleg, nantinya BUK berada di bawah koordinasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, pihak pengusul Komisi VII menginginkan BUK berada di bawah koordinasi presiden.

 

Sayangnya, keinginan pengusul menuai perdebatan panjang di tingkat Baleg. Sementara sebagian besar fraksi tak sependapat dengan pengusul. Alhasil, disepakati BUK nantinya berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN. “Supaya menyangkut BUMN itu tetap jalan,” kata Supratman.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait