Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) kembali mendapat kritikan. Setelah dari kalangan serikat buruh, kali ini kritikan datang dari kalangan parlemen sebagai pengawas kebijakan pemerintah. Perpres yang diteken Presiden Joko Widodo pada 29 Maret 2018 ini dinilai tidak berpihak kepada rakyatnya sendiri. Sebab, Perpres ini justru dinilai mempermudah masuknya TKA, sementara tenaga kerja lokal masih kesulitan mendapatkan pekerjaan.
“Ini salah satu kebijakan yang sangat ironis,” ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Komplek Gedung DPR, Senin (9/4/2018). Baca Juga: Serikat Buruh Soroti 6 Ketentuan dalam Perpres Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Fadli Zon menilai kebijakan pemerintah di bidang ketenagakerjaan ini justru membuka “kran” bagi TKA. Namun, akibatnya justru bisa menutup peluang hak masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan meskipun di level manager. Karenanya, wajar ada sebagian serikat pekerja melakukan protes terhadap Perpres No. 20 Tahun 2018.
“Melihat kondisi perekonomian yang sedang tidak baik, semestinya pemerintah tidak boleh melakukan ekspansi kebijakan seperti ini,” kata Fadli Zon.
Sebaliknya bila perekonomian negara dalam kondisi stabil, menurutnya ekspansi kebijakan seperti ini diperbolehkan. “Masyarakat yang mengkritik kebijakan tersebut dapat dibenarkan. Sebab, dengan kritikan ini sebagai check and balances terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla,” katanya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay punya pandangan yang sama. Komisi yang membidangi ketenagakerjaan yang dipimpinnya itu menilai kebijakan Perpres No. 20 Tahun 2018 dapat mengancam kesejahteraan tenaga kerja lokal. Terlebih, jumlah pengangguran di dalam negeri pun belum dapat tertangani dengan serius oleh pemerintah.
Karena itu, dia meminta agar Perpres No. 20 Tahun 2018 semestinya direnungi dan dikritisi secara seksama, khususnya aspek keberpihakan pemerintahan Joko Widodo terhadap pekerja lokal. Baginya, kekhawatiran tenaga kerja lokal bakal sulit untuk mendapat pekerjaan adalah hal wajar dan masuk akal. Terlebih, masuknya TKA bukan tidak mungkin dapat menyebarkan paham selain ideologi Pancasila.