‘Dagelan’ Eks Dirut PNRI di Sidang e-KTP
Berita

‘Dagelan’ Eks Dirut PNRI di Sidang e-KTP

Saksi mengaku tidak mengetahui bagaimana proses lelang, rekomendasi konsultan dan hilangnya uang Rp600 miliar.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang pemeriksaan saksi dalam kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Suasana sidang pemeriksaan saksi dalam kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Ada hal menarik ketika mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edi Wijaya menjadi saksi untuk terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Saat ditanya mengenai sejumlah hal terutama ketika ia masih menjabat sebagai Dirut, Isnu hanya menjawab “tidak tahu” atau “lupa”. Padahal, pertanyaan penuntut umum seputar perannya dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin konsorsium dalam proyek e-KTP.

 

Dalam megaproyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), konsorsium PNRI yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sandipala Artha Putra, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT LEN Industri dan juga PT Sucofindo. Untuk PNRI sendiri mendapat jatah mengerjakan sekitar 122 juta keping kartu dan ikut menikmati uang e-KTP sekitar Rp107 miliar. Baca Juga: Nazaruddin ‘Ciut’ Saat Berhadapan dengan Setya Novanto

 

Korporasi Penikmat Uang e-KTP

                  Nama Perusahaan

                      Jumlah Uang

Manajemen Bersama Konsorsium PNRI

Perum PNRI

PT Sandipala Artha Putra

PT Mega Lestari Unggul

PT LEN Industri

PT Sucofindo

PT Quadra Solution

Rp137.989.835.260 (lebih dari Rp137 miliar)

Rp107.710.849.102 (lebih dari Rp107 miliar)

Rp145.851.156.022 (lebih dari Rp145 miliar)

Rp148.863.947.122 (lebih dari Rp148 miliar)

Rp20.925.163.862 (lebih dari Rp20 miliar)

Rp8.231.289.362 (lebih dari Rp8 miliar)

Rp127.320.213.798,36 (lebih dari Rp127 miliar)

Sumber : Surat dakwaan Irman dan Sugiharto

 

Namun saat persidangan, Isnu terlihat gagap ketika menjawab pertanyaan baik yang diajukan penuntut umum maupun majelis hakim. Contohnya saja, ketika ditanya mengenai mengenai proses lelang yang diduga sudah diatur sedemikian rupa, sehingga konsorsium PNRI bisa memenangkannya. Saat ditanya majelis Isnu mengaku tidak mengetahui secara rinci mengenai hal tersebut.

 

Jangan banyak berkelit Pak, Andi tegas dia ngomong, cuma kita enggak lihat posisi PNRI, apa hanya diboongin, tapi dari awal sudah ikut. Apakah PNRI bener-bener menang kualitas atau direkayasa menang?” tanya hakim. “Saya hanya menduga saja, tapi enggak tahu pasti. Bukan direkayasa, kita tahu akan tender kami siapkan,” jawab Isnu.

 

Hal yang sama diutarakan Isnu ketika ditanya mengenai berapa jumlah rekening yang dimiliki PNRI saat itu. Isnu tergagap, dan beberapa kali terlihat bingung hingga dia akhirnya menyebut PNRI hanya memiliki satu rekening, meskipun ia juga merasa tidak yakin mengenai jawabannya sendiri. “Dua atau satu ya, satu kayaknya,” ujar Isnu.

 

Namun keterangan tersebut disangsikan oleh penuntut umum, karena mereka mempunyai bukti ada dua rekening diatasnamakan PNRI, satu rekening yang menjadi sorotan karena digunakan untuk manajemen bersama. Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, manajemen bersama Konsorsium PNRI menikmati uang e-KTP sebesar Rp137.989.835.260 (lebih dari Rp137 miliar). “Lupa saya Pak,” jawab Isnu.

Tags:

Berita Terkait