a | Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; |
b | Transaksi Keuangan oleh Pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; |
c | Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; |
d | Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. |
a | pembelian dan penjualan properti; |
b | pengelolaan terhadap uang, efek, dan/atau produk jasa keuangan lainnya; |
c | pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek; |
d | pengoperasian dan pengelolaan perusahaan; dan/atau |
e | pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum. |
(Baca juga: 4 Urgensi Indonesia Menjadi Anggota FATF).
Dian menekankan bahwa batasannya hanya pada kelima transaksi tersebut sehingga tidak perlu menjadi kekhawatiran para notaris akan melanggar sumpah jabatannya. “Tugas utamanya tidak akan diganggu, terbatas, limited itu,” tegasnya lagi.
Terlebih lagi, Pasal UU TPPU menegaskan pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh Pihak Pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi Pihak Pelapor bersangkutan. Artinya pasal ini memberikan jaminan bahwa notaris aman dari pelanggaran kerahasiaan jabatan jika terkait pelaporan kepada PPATK atas transaksi keuangan mencurigakan.
Mantan Kepala PPATK Yunus Husein memberikan penjelasan senada. “Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, termasuk notaris, kalau berjalan sesuai aturan sebagai pejabat umum saja, tidak ada yang harus dilaporkan, due diligence kalau dia sudah diminta tolong sama orang-orang yang nanti notaris bertindak untuk dan atas nama orang itu untuk transaksi tertentu,” jelasnya kepada hukumonline.
Persoalannya, kata notaris senior Pieter Latumeten, PP No. 43 Tahun 2015 dan Perka PPATK No. 11 Tahun 2016 tidak memberikan patokan yang jelas dan aman bagi Notaris terkait transaksi keuangan mencurigakan seperti apa yang harus membuat notaris melapor ke PPATK. Padahal ini berkaitan dengan besaran nilai transaksi serta ukuran transaksi yang mencurigakan itu. “Didetilkan saja kalau memang harus juga dilakukan,” ujarnya.
Selain itu Pieter mempertanyakan logika yang digunakan bahwa UU TPPU telah mengecualikan kerahasiaan yang harus dijaga notaris terkait informasi yang diperolah dari penghadap dalam menjalankan tugas jabatannya. “Dikatakan bahwa jika undang-undang menentukan lain, tapi notaris disebut bukan dalam undang-undang melainkan PP,” tandasnya.
Seharusnya, sesuai UUJN, pengecualian terhadap kewajiban menjaga rahasia diatur dalam Undang-Undang. Faktanya diatur dalam PP. Kedudukan PP secara hierarkis di bawah Undang-Undang.
gatekeeper
UU No. 30 Tahun 2004UU No. 2 Tahun 2014Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain’.
bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya…
advokatMahkamah Agung
Tak Ada Maksud PP Buka Rahasia Profesi
UU No. 8 Tahun 2010
core businesstraditional function
Kewajiban Lapor untk Lindungi Profesi Gatekeeper
International Standards on Combating Money Laundering and the Financing of Terrorism and Proliferation Recommendation