Setidaknya terdapat enam pokok gugatan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat.
Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam, resmi mendaftarkan gugatan permohonan uji materiil (judicial review)
PP No. 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP 23 No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Bahkan aturan pelaksana PP tersebut, yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri dan Permen ESDM No. 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian ke Mahkamah Agung juga tak luput dari gugatan.
Koalisi yang terdiri atas berbagai lembaga seperti, Publish What You Pay (PWYP), Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Perkumpulan Indonesia Untuk Keadilan Global, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), serta beberapa tokoh di bidang pertambangan diantaranya Yusri Usman, Marwan Batubara, Fahmy Radhi, Ahmad Redi, serta beberapa pihak lainnya ini, mendaftarkan permohonan uji materi ke MA dengan diwakili oleh tim kuasa hukum yang telah ditunjuk.
“Hari ini kami mendaftarkan dua permohonan uji materi ke Mahkamah Agung, yang pertama uji materi PP 1/2017 dengan Termohon Presiden Republik Indonesia dan yang kedua uji materi Permen ESDM 5/2017 serta Permen ESDM 6/2017 dengan Termohon Menteri ESDM,” terang anggota tim kuasa hukum Koalisi, Bisman Bhaktiar, melalui keterangan persnya kepada Hukumonline, Kamis (30/3).
Pertama, Koalisi masyarakat sipil menggugat ketentuan tentang dibolehkannya Pemegang IUP Operasi Produksi melakukan penjualan ke luar negeri tanpa melakukan pemurnian di dalam negeri (Pasal 112C angka 4 PP 1/2017). Menurut Bisman, hal ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 102 dan Pasal 103
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) karena menurut UU Minerba hasil tambang mineral harus dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum dijual ke luar negeri.
Kedua, mengenai pemberian izin ekspor terhadap mineral yang belum dilakukan pengolahan dan pemurnian (Pasal 10 Permen 5/2017 jo. Pasal 2 Permen 6/2017). Ketentuan ini dipandang bertentangan dengan UU Minerba karena memberikan izin kepada Pemegang IUP Operasi Produksi untuk dapat melakukan ekspor paling lama 5 tahun dengan prasyarat, terlebih dahulu memenuhi kebutuhan domestik (min. 30% total kapasitas smelter), nikel dengan kadar < 1,7% dapat di eskpor dan Wash Bauxite ≥42% dapat dieskpor dengan jumlah tertentu.
Ketentuan yang memperbolehkan ekspor dengan batasan tertentu tersebut merupakan pelanggaran norma wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 102 dan 103 UU Minerba. Artinya, UU Minerba menegaskan norma wajib tetapi Permen ESDM mengatur hanya untuk kondisi tertentu saja dan dapat diekspor.