Menimbang Kemungkinan Kembalinya Archandra Sebagai Pembantu Presiden
Berita

Menimbang Kemungkinan Kembalinya Archandra Sebagai Pembantu Presiden

"Orang sehebat Arcandra Tahar tidak seharusnya menjadi korban politik untuk kedua kalinya"

ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana. Foto: RES
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana. Foto: RES
Perbincangan mengenai Archandra Tahar belum juga mereda meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mencopot jabatannya dari Menteri ESDM karena masalah dwi kewarganegaraan. Saat ini Kemenkumham sedang mengurus status kewarganegaraan Archandra. Bukan tidak mungkin, Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu akan kembali menjadi pembantu Jokowi di pemerintahannya.

Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Hikmahanto Juwana, menyarankan pemerintah harus mempertimbangkan masak-masak sebelum memutuskan untuk mengangkat kembali Archandra Tahar sebagai menteri ESDM.

"Apabila pemerintah mengangkat kembali Archandra Tahar sebagai Menteri ESDM dikarenakan masalah kewarganegaraan Indonesianya didapat kembali. Pemerintah harus mengukur dari aspek politisnya," ujar Hikmahanto, Kamis (18/8).

Pertama, lanjut dia, meski membutuhkan tenaga Archandra mengingat beliau sangat pandai namun jangan sampai pengangkatan kembali Archandra menggerogoti kepercayaan publik terhadap legitimasi pemerintah.

Kedua, bukannya tidak mungkin isu ini akan menjadi pintu masuk bagi sejumlah politisi untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi. Pemerintah dianggap melakukan segala daya upaya agar Archandra tetap menjadi menteri ESDM. (Baca Juga: Berapa Uang Pensiun yang Bakal Diterima Archandra? Ini Penjelasan Taspen)

"Pemberhentian kemarin dianggap sebagai taktik untuk kalah lebih dahulu karena pemerintah tidak ikhlas melepas Archandra," kata dia.

Terakhir, keinginan pemerintah untuk fokus bekerja akan terganggu karena isu Archandra tidak kunjung padam. "Bagi Archandra sendiri ini bisa berujung pada dirinya menjadi korban. Oleh karenanya sejumlah konsekuensi harus dipikirkan," ujar dia.

Konsekuensi yang dimaksud, bukan tidak mungkin masalah penggunaan paspor Indonesia ketika dia telah menjadi warga AS dipermasalahkan secara pidana. Ini mengingat dalam UU Kewarganegaraan terdapat ketentuan pidana.

Hal ini mengingat di era sekarang pesaing di bidang politik dapat dihabisi oleh lawan politiknya dengan menggunakan instrumen pidana. Terlebih lagi, ketika kembali menduduki jabatan menteri dipertanyakan kejujurannya terkait masalah paspor AS yang dimilikinya.

"Archandra tidak dapat berkelit bahwa ia tidak mengetahui adanya aturan yang menggugurkan kewarganegaraannya karena dalam hukum terdapat fiksi yang mengatakan bila aturan telah diundangkan maka semua orang dianggap tahu," kata dia.

Archandra pun tidak bisa berkonsentrasi dalam menjalankan fungsinya sebagai menteri tanpa diganggu dengan masalah kewarganegaraan. Bahkan, kebijakan dan keputusannya akan dipermasalahkan karena pengangkatan dirinya dianggap cacat. (Baca Juga: Diduga Tak Miliki Kewarganegaraan, Presiden Diminta Tanggung Jawab Soal Archandra)

"Orang sehebat Arcandra tidak seharusnya menjadi korban politik untuk kedua kalinya," ujarnya.

Sebelumnya, Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan yang saat ini menjabat Plt Menteri ESDM menyatakan dukungan bila presiden kembali memakai jasa Archandra di Indonesia. “Saya pikir kalau Presiden mempertimbangkan beliau (Archandra Tahar) untuk dipakai di Indonesia, 1000 persen saya setuju," kata Luhut usai mengikuti Upacara Penurunan Bendera Merah Putih di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (17/8).

Luhut mengatakan, Archandra Tahar telah berhasil mengurai struktur biaya perminyakan di Blok Masela. Menurutnya, Archandra dapat memetakan operasi laut dalam di Makassar dan juga mengenai struktur harga-harga gas yang telah mahal.

Luhut mencontohkan harga gas di Singapura bisa 4 dollar AS, namun di Indonesia masih di kisaran 6-7 dollar serta harga avtur Indonesia lebih mahal 20 persen dari negara tetangga.Menurut dia, hal-hal tersebut bisa memperbaiki dan memiliki nilai tambah bagi Indonesia.

"Itu menghemat puluhan miliar dollar dan itu akan menguntungkan kita dan membuat harga-harga mungkin menjadi murah karena kita bisa tahu struktur cost dengan baik," katanya.

Luhut mengatakan, kemungkinan dipakai kembali Archandra bisa saja terjadi dan itu tergantung dari penilaian Presiden jika memberikan nilai tambah bagi bangsa dan negara."Kita jangan mempersoalkan itu, kalau dia (Archandra) bisa memberikan nilai tambah bagi bangsa ini, itu kita harus apresiasi," kata Luhut.

Revisi UU Kewarganegaraan
Sementara itu, Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan pihaknya kemungkinan akan mengusulkan evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2016 untuk mengakomodir berbagai RUU yang mendesak di antaranya Revisi UU (RUU) Kewarganegaraan.

"Ya ini salah satu momentum buat DPR memang ada beberapa UU yang mungkin tidak begitu pas momentumnya untuk dibuat ada juga yang kemudian (muncul) tiba-tiba setelah melihat perkembangan masyarakat," kata Ade Komarudin.

Menurut dia, regulasi atau kebijakan hukum sangat dinamis dan tergantung pada perkembangan masyakarat. Ia mencontohkan soal kewarganegaraan misalnya kini menjadi topik yang ramai diperbincangkan setelah ada beberapa peristiwa terkait yakni Archandra Tahar mantan Menteri ESDM dan Paskibraka Gloria Natapraja Hamel. (Baca Juga: Langgar Aturan Menpora, Anggota Paskibraka ‘Didepak’ Karena Bukan WNI)

"Sekarang setelah ada beberapa peristiwa menjadikan kita ingat kembali harus memprioritaskan pembahasan menyangkut hal ini. Saya kira kita akan evaluasi Prolegnas," katanya.

Ia mengatakan, ada beberapa RUU yang masuk Prolegnas justru tidak pas untuk dibahas sekarang karena momentumnya tidak seauai. Ade menegaskan dalam evaluasi nanti akan ada beberapa RUU yang "didrop" karena ada RUU yang tidak masuk dalam Prolegnas padahal dianggap penting.

"Kita masukkan dalam Prolegnas yang baru yang diprioritaskan termasuk yang ini (RUU kewarganegaraan). Kita juga ingin putra-putri terbaik bangsa ini yang ingin menyumbangkan tenaga pikirnya untuk negara ini kenapa dipersulit," katanya.

Pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait hal itu mengingat proses penyusunan UU harus ada inisiatif dari kedua pihak baik eksekutif maupun legislatif.

Tags:

Berita Terkait